Selasa, 31 Januari 2012

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BIJI ASAM DAN PROBIOTIK DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA BABI PERANAKAN LANDRACE SAPIHAN


    YAN TUKA ULLU

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ternak babi merupakan salah satu ternak potong penghasil daging yang sangat potensial dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi bagi masyarakat serta mendapat urutan kedua setelah unggas yang memberikan hasil dalam waktu singkat. Produktivitas ternak babi sangat ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor pakan. Untuk mengoptimalkan pertumbuhannya maka proporsi dan komposisi dari zat – zat makanan harus seimbang dan mampu memenuhi kebutuhan ternak babi dalam setiap masa pertumbuhan. Menurut Murtidjo(1990) pakan berkualitas baik sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak.
Akan tetapi faktor pakan justru menjadi kendala dalam usaha pengembangan ternak babi pada umumnya. Sihombing (1997) menyatakan bahwa sebagaian besar pakan yang digunakan untuk ternak babi adalah biji- bijian yang juga adalah bahan makanan manusia, sehingga terjadi persaingan antara ternak babi dan manusia dalam pemanfaatan pakan. Untuk memecahkan masalah persaingan kebutuhan bahan pakan antara ternak babi dengan manusia adalah dengan cara mencari bahan pakan alternatif yang dapat digunakan sebagai sumber nutrisi yang baik untuk ternak babi. Bahan pakan alternatif yang digunakan hendaknya tidak memberikan dampak yang negatif  secara ekonomis, biologis dan teknis bagi usaha ternak babi
Salah satu bahan pakan alternatif yang dapat digunakan adalah biji asam. Biji asam merupakan hasil sampingan pengolahan buah asam yang diambil isi buah dari tanaman asam. Tanaman asam (Tamarindus indica) tergolong tanaman umur panjang dan terdapat hampir setiap daerah di Nusa Tenggara Timur.  Angka produksi asam pertahun mencapai 800 ton lebih (BPS NTT, 2009).
Ly dan Likadja (1998) melaporkan bahwa kandungan  protein kasar biji asam yang dikuliti sebesar 23%. Jella (1990) dan Wattileo (1989) melaporkan bahwa penggunaan tepung biji asam tanpa kulit sebesar 25% dalam ransum memberikan pertambahan berat badan harian yang lebih baik yakni 412,94 gr/ekor/hari. Selanjutnya Selan (2000) menunjukan bahwa penggunaan tepung biji asam tanpa kulit sebagai pakan suplemen meningkatkan koefisien cerna protein.
Dalam menunjang pertumbuhan yang relatif cepat pada ternak babi maka bahan makanan yang diberikan diupayakan berasal dari bahan makanan yang mempunyai daya cerna dan palatabilitas yang tinggi. Lubis (1963) dalam Kerans (2002) menyatakan bahwa unsur penting yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahan makanan adalah palatabilitas dan kecernaannya. Hal ini mengingat konsumsi dan daya cerna dari bahan makanan itu sendiri adalah gambaran atau indikasi jumlah zat gizi yang yang akan diserap dalam tubuh ternak. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan biji asam maka di tambahkan probiotik.
Probiotik tergolong dalam makanan fungsional, dimana bahan makanan ini mengandung komponen-komponen yang dapat meningkatkan kesehatan ternak dengan cara memanipulasi komposisi bakteri yang ada dalam saluran pencernaan ternak. Istilah probiotik pertama sekali diperkenalkan oleh Perker (1974) yang menggambarkan tentang keseimbangan mikro-organisme dalam saluran pencernaan. Pada saat ternak mengalami stres, keseimbangan mikro-organisme dalam saluran pencernaan terganggu, mengakibatkan sistem pertahanan tubuh menurun dan bakteri-bakteri patogen berkembang dengan cepat. Manfaat probiotik sebagai bahan aditif ditunjukkan dengan meningkatnya ketersediaan lemak dan protein bagi ternak, di samping itu probiotik juga meningkatkan kandungan vitamin B kompleks melalui fermentasi makanan. Probiotik juga dapat meningkatkan kekebalan (Immunity), mencegah alergi makanan dan kanker (Colon cancer).
Probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri spesies Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium. Pemberian probiotik dapat menjaga keseimbangan komposisi mikroorganisme dalam sistem pencernaan ternak yang berakibat meningkatnya daya cerna bahan pakan dan menjaga kesehatan ternak.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dilakukan suatu penelitian tentang “Pengaruh Penggunaan Tepung Biji asam Dan Probiotik Dalam Ransum Terhadap Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Pada Babi Peranakan Landrace Sapihan.”




Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan tepung biji asam dan probiotik menggantikan kacang hijau dan kacang kedelai sebagai sumber protein dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada babi peranakan Landrace sapihan.
Hasil penelitaian ini diharapkan dapat berguna sebagai salah satu informasi bagi petani peternak dalam upaya pemanfaatan biji asam sebagai pakan ternak dalam peningkatan produksi ternak dan juga sebagai salah satu informasi bagi masyarakat ilmiah dalam memperkaya pengetahuan di bidang peternakan khususnya peternakan babi.












TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Pencernaan Ternak Babi
Menurut Parakkasi (1998) sistem pencernaan didefinisikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggungjawab atas pengambilan, penerimaan dan pencernaaan bahan makanan. Sihombing (1997) mengambarkan secara sederhana yakni alat pencernaan merupakan alat yang berfungsi sebagai jalan makanan dalam tubuh dan mengeluarkan bahan sisa pencernaan. Alat pencernaan makanan digolongkan menjadi dua, yaitu saluran pencernaan makanan dan alat-alat pelengkap pencernaan makanan.
Ternak babi merupakan hewan omnivora monogastrik yang memiliki saluran pencernaan sederhana. Saluran pencernaan menurut Sihombing (1997) di bagi atas: rongga mulut, tenggorokan, oesofagus, lambung, usus halus, usus besar dan anus. Alat-alat pelengkap yang membantu pencernaan makanan adalah: gigi, lidah, air liur, empedu, pada hati dan pankreas. Menurut Whittemore (1993) sisitem pencernaan yang sederhana menyebabkan ternak babi secara alamiah terbatas dalam memanfaatkan pakan berserat kasar tinggi.

Ransum Ternak Babi
Parakkasi (1990) menggambarkan bahwa bahan makanan adalah sesuatu yang dapat dimakan (Edible), dapat dicerna (Digestible) dan tidak mengganggu kesehatan hewan yang memakannya. Sedangkan ransum sempurna adalah kombinasi bahan makanan yang bila dikonsumsi secara normal dapat menyediakan zat-zat makanan dalam tubuh ternak dalam perbandingan jumlah dan bentuk sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi fisiologis dalam tubuh ternak dapat berjalan normal.
            Ransum mempunyai peranan penting bagi kehidupan baik untuk produksi, pertumbuhan, reproduksi dan maintenance (Tillman, et al.,1989). Ranjhan (1980) yang dikutip Bunga (2008) mengatakan bahwa ternak babi membutuhkan zat-zat makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air untuk kelangsungan hidupnya. Karbohidrat ini dapat berupa monosakarida dan polisakarida seperti serat kasar. Tetapi perlu diingat bahwa babi termasuk hewan monogastrik yang memiliki alat pencernaan yang sederhana sehingga ternak babi tidak dapat mencerna serat kasar dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, pakan yang diberikan adalah pakan yang memiliki serat kasar yang rendah dan memiliki kandungan nutrisi yang seimbang karena kekurangan satu atau ketidakseimbangan zat-zat makanan dapat memperlambat pertumbuhan dan berefek lanjut pada performans (Sihombing, 1997). Bahan pakan ternak babi ini sebagian besar berasal dari biji-bijian seperti jagung dan juga yang berasal dari hewan seperti tepung ikan.

Potensi Biji Asam, Komposisi Nutrisi dan Penggunaan Biji Asam
Asam Timor (Tamarindus indica) merupakan sebuah kultivar daerah tropis dan termasuk tumbuhan berbuah polong. Batang pohonnya yang cukup keras dapat tumbuh menjadi besar dan daunnya rindang. Daun asam jawa bertangkai panjang, sekitar 17 cm dan bersirip genap. Bunganya berwarna kuning kemerah-merahan dan buah polongnya berwarna coklat dengan rasa khas asam. Di dalam buah polong selain terdapat kulit yang membungkus daging buah, juga terdapat biji berjumlah 2-5 yang berbentuk pipih dengan warna coklat agak kehitaman (Ahira, 2011).
Di Nusa Tenggara Timur diperkirakan sekitar 2000 ton biji asam dapat terkumpul untuk setiap panen dan belum dimanfaatkan dengan baik, bahkan ada yang terbuang begitu saja. Komposisi nutrisi biji asam bervariasi tergantung tanah dan lokasi. Ditinjau dari komposisi nutrisi biji asam tanpa kulit mengandung protein kasar 13,12%, serat kasar 3,67%, lemak kasar 3,98%, abu 3,25%, bahan ekstrak tanpa nitrogen 75,98% dan energi metabolis (perkiraan dari energi bruto) 3368 kkal/kg (Rissy, 2003).
Anggorodi (1994) menyatakan bahwa hampir semua sumber protein tumbuh-tumbuhan mempunyai faktor-faktor yang harus disingkirkan dengan cara teknik pengolahan khusus untuk membuatnya bernilai gizi maksimum. Selanjutnya dinyatakan bahwa pemanasan adalah perlu untuk menghancurkan faktor-faktor anti nutrisi, akan tetapi terlalu banyak panas adalah merugikan terhadap nilai nutrisi lainnya.
Buah polong asam timor mengandung senyawa kimia antara lain asam appel, asam sitrat, asam anggur, asam tartrat, asam suksinat, pectin dan gula invert. Buah asam timor yang masak di pohon diantaranya mengandung nilai kalori sebesar 239kal/100 gram, protein 2,8 gram/100 gram, lemak 0,6 gram/100 gram, hidrat arang 62,5 gram/100 gram, kalsium 74 miligram/100 gram, fosfor 113 miligram/100 gram, zat besi 0,6 miligram/100 gram, vitamin A 30 SI/100 gram, vitamin B1 0,34 miligram/100 gram, vitamin C 2 miligram/100 gram. Kulit bijinya mengandung phlobatannin dan bijinya mengandung albuminoid serta pati (Ahira, 2011).
Tannin adalah senyawa phenolic yang larut dalam air, dengan berat molekul antara 500-3000 dan dapat mengendapkan protein dari larutan.  Secara kimia tannin sangat kompleks dan biasanya dibagi kedalam dua grup, yaitu hydrolizable tannin dan condensed tannin. Hydrolizable tannin mudah dihidrolisa secara kimia atau oleh enzim dan terdapat di beberapa legume tropika seperti Acacia sp, sedangkan  Condensed tannin atau tannin terkondensasi paling banyak menyebar di tanaman dan dianggap sebagai tannin tanaman (Anonymous, 2010).
Pemasakan makanan mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap daya cerna. Pemanasan beberapa suplemen protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dapat memperbaiki daya cernanya yang rusak karena inhibitor enzim yang terdapat dalam bahan tersebut (Tillman, dkk. 1998).
Lani (2010) melaporkan bahwa penggunaan tepung biji asam dalam ransum babi umur pertumbuhan sampai dengan level 60% nyata mengurangi konsumsi ransum dan cenderung menurunkan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik.  Penggunaan tepung biji asam dengan level 30% menghasilkan konsumsi ransum tertinggi dibandingkan dengan level 40%, 50% dan 60%. Bahan pakan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung kuning, dedak padi, tepung ikan, ampas tahu dan kapur.
Konstantinus (1990) melaporkan bahwa penggunaan tepung biji asam ke dalam ransum basal sampai dengan level 35% tidak menekan konsumsi ransum, konsumsi air dan tidak memperburuk konversi makanan dibandingkan dengan perlakuan tanpa tepung biji asam, 15% tepung biji asam dan 25% tepung biji asam.  Konversi ransum tertinggi diperoleh perlakuan R2 (3,21) kemudian diikuti R1 (3,25), R0 (3,31) dan R3 (3,42). Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh perlakuan tidak nyata (P>0,05) terhadap konversi makanan ternak babi penelitian.  Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dedak halus, jagung kuning, tepung ikan dan kacang hijau.
Dando (2002) melaporkan bahwa pemberian tepung ikan dan tepung biji asam ke dalam ransum basal berupa limbah pengolahan minyak kelapa (ampas kelapa) tidak berpengaruh negatif terhadap kadar hemoglobin dan total protein plasma ternak babi peranakan VDL umur pertumbuhan. Selanjutnya dinyatakan bahwa pemberian tepung biji asam dan tepung ikan dalam ransum basal secara bersama-sama memberikan respon yang positif terhadap total protein plasma.

Probiotik
Probiotik merupakan salah satu feed additive yang akhir-akhir ini banyak digunakan untuk ternak.  Ada bermacam-macam jenis feed aditive diantaranya adalah obat-obatan, antibiotika atau hormon-hormon pertumbuhan. Belakangan ini pemberiannya tidak memuaskan karena sedikit banyak mempunyai efek samping yang kurang baik, terhadap ternaknya sendiri, maupun terhadap manusia yang mengkonsumsi hasil ternaknya. Sebagai contoh pemberian antibiotika dapat menyebabkan resistensi terhadap suatu jenis penyakit, sehingga penyakit tersebut sulit untuk disembuhkan dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya jenis penyakit baru. Penggunaan hormon-hormon pertumbuhan dapat menyebabkan efek yang kurang baik terhadap manusia yang mengkonsumsi hasil ternaknya, karena residu yang tertinggal dari hormon-hormon pertumbuhan pada daging atau telur ayam, secara tidak langsung akan ikut terkonsumsi juga oleh manusia yang memakannya dan terakumulasi dalam tubuh.
Probiotik merupakan suatu makanan tambahan atau feed aditive yang berupa mikroorganisme hidup, baik bakteri maupun yeast/kapang yang diberikan melalui campuran ransum atau air minum. Adapun tujuan pemberian probiotik adalah untuk memperbaiki keseimbangan populasi mikroba di dalam saluran pencernaan, dimana mikroba-mikroba yang menguntungkan populasinya akan meningkat dan menekan pertumbuhan mikroba yang merugikan yang sebagian besar adalah mikroba penyebab penyakit (mikroba patogen). Pemakaian probiotik ini tidak mempunyai pengaruh yang negatif, baik kepada ternaknya sendiri, maupun kepada manusia yang mengkonsumsi hasil ternaknya. Selain itu pemberian probiotik juga dapat digunakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kontaminasi mikroba penyebab penyakit (mikroba patogenik) terhadap produk-produk, sehingga produk-produk yang dihasilkan terjaga kehigienisannya (Budiansyah, 2004).
Istilah “probiotik” berasal dari bahasa yunani “probios” yang dalam biologi berarti untuk kehidupan. Istilah tersebut pertama kali digunakan untuk menjelaskan substansi (zat) yang disekresikan oleh suatu mikroba/mikroorganisme yang dapat memacu pertumbuhan (Fuller, 1992).
Budiansyah (2004) menyatakan bahwa mikroba-mikroba probiotik secara alami telah ada dalam tubuh hewan, ternak atau manusia, dan merupakan bagian pertahanan tubuh karena membantu tubuh melawan mikroba-mikroba yang berbahaya bagi kesehatan. Di dalam saluran pencernaan mikroba-mikroba ini mendukung kesehatan saluran pencernaan. Selanjutnya dinyatakan bahwa mekanisme kerja dari probiotik masih banyak yang kontroversi, tetapi beberapa mekanisme berikut penting untuk menjadi bahan pertimbangan, antara lain adalah :
a.      Melekat/menempel dan berkolonisasi dalam saluran pencernaan.
Kemampuan probiotik untuk bertahan hidup dalam saluran pencernaan dan menempel pada sel-sel usus adalah sesuatu yang diinginkan.  Hal ini merupakan tahap pertama untuk berkolonisasi, dan selanjutnya dapat dimodifikasi untuk sistem imunisasi/kekebalan hewan inang.  Kemampuan menempel yang kuat pada sel-sel usus ini akan menyebabkan mikroba-mikroba probiotik berkembang dengan baik dan mikroba-mikroba patogen terreduksi dari sel-sel usus hewan inang, sehingga perkembangan organisme-organisme patogen yang menyebabkan penyakit tersebut dalam saluran pencernaan akan mengalami hambatan.
b.      Berkompetisi terhadap makanan dan memproduksi zat anti mikrobial
Mikroba probiotik menghambat organisme patogenik dengan berkompetisi untuk mendapatkan sejumlah terbatas substrat bahan makanan untuk difermentasi. Substrat bahan makanan tersebut diperlukan agar mikroba probiotik dapat berkembang dengan baik. Substrat bahan makanan yang mendukung perkembangan mikroba probiotik dalam saluran pencernaan disebut “prebiotik”.  Prebiotik ini adalah terdiri dari bahan-bahan makanan yang pada umumnya banyak mengandung serat.  Sejumlah mikroba probiotik menghasilkan senyawa atau zat-zat yang diperlukan untuk membantu proses pencernaan substrat bahan makanan tertentu dalam saluran pencernaan yaitu enzim. Mikroba-mikroba probiotik penghasil asam laktat dari spesies Lactobacillus, menghasilkan enzim sellulase yang membantu proses pencernaan. Enzim ini mampu memecah komponen serat kasar yang merupakan komponen yang sulit dicerna dalam saluran percernaan ternak unggas.
c.       Menstimulasi mukosa dan meningkatkan sistem kekebalan hewan inang
Mikroorganisme probiotik mampu mengatur beberapa aspek dari sistem kekebalan hewan inang. Kemampuan mikroba probiotik mengeluarkan toksin yang mereduksi/menghambat perkembangan mikroba-mikroba patogen dalam saluran pencernaan, merupakan suatu kondisi yang dapat meningkatkan kekebalan hewan inang. Toksin-toksin yang dihasilkan tersebut merupakan antibiotika bagi mikroba-mikroba patogen, sehingga penyakit yang ditimbulkan oleh mikroba patogen tersebut akan berkurang dan dapat hilang atau sembuh dengan sendirinya. Hal ini akan memberikan keuntungan terhadap kesehatan hewan inang sehingga tahan terhadap serangan penyakit. 
Sebagian besar probiotik yang digunakan sebagai aditif adalah tergolong bakteri termasuk dalam species Lactobacillus (L. acidophilus, L. lactis, L. plantarum) dan Bifidobacterium (B. bifidum, B. thermophilum), di samping itu terdapat juga bakteri Streptococcus lactis dan jenis fungi seperti Aspergilus niger, Aspergilus oryzue (Faishal, 2008).
Haetami, dkk. (2008) melaporkan bahwa penggunaan kombinasi berbagai jenis probiotik menunjukkan perbedaan yang nyata baik terhadap kecernaan bahan kering maupun terhadap kecernaan protein ransum. Selanjutnya dikatakan bahwa kombinasi ketiga jenis produk bioproses bakteri, kapang dan ragi menghasilkan nilai kecernaan bahan kering dan kecernaan protein tertinggi dibandingkan kombinasi campuran dua jenis probiotik dan satu jenis probiotik. 
Penelitian yang berkaitan dengan pemberian probiotik terhadap pakan ternak telah banyak dilakukan. Pemberian Lactobacillus acidophilus pada pakan ternak meningkatkan pertambahan berat badan sapi dan efesiensi makanan, sementara tingkat kematian ternak sapi menurun dari 7,5% menjadi 1,5% akibat pemberian probiotik. Pada ternak ayam pemberian Lactobacillus meningkatkan pertambahan berat badan 491,3 g/hari dibandingkan dengan kontrol 459,6 g/hari. Penggunaan probiotik sebanyak 0,25% dalam ransum dapat meningkatkan bobot badan ayam pedaging hingga umur 6 minggu dan memperbaiki pemanfaatan serat kasar sampai dengan 6% dalam ransum. Selanjutnya dikatakan bahwa penggunaan probiotik 0,25% dalam ransum ayam buras induk mampu meningkatkan 19−26% produksi telur, menekan konversi ransum dan kadar air kotoran ayam serta memberikan tambahan penghasilan sebanyak 44 hingga 48% bagi peternak. Kultur yeast sebanyak 0,2−0,3% efektif ditambahkan dalam ransum ayam pedaging umur 0−4 minggu. Namun, penelitian pada babi pengaruh probiotik baru jelas terlihat apabila ternak tersebut berada dalam kondisi stres, sementara keadaan normal tidak terdapat pengaruh nyata (Faishal, 2008). Penggunaan kualitas pakan rendah juga dapat mempengaruhi stres, sehingga dengan pemberian probiotik diharapkan mengurangi stres dan memperbaiki penampilan produksinya.

Kecernaan Bahan kering
            Secara definitif daya cerna (Digestibility) adalah bagian dari zat makanan yang tidak diekskresikan dalam feses. Biasanya dinyatakan dalam dasar bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut koefisien cerna (Tillman, et al, 1989). Dinyatakan pula bahwa koefisien cerna adalah selisih antara zat-zat yang terkandung dalam bahan makanan yang dimakan dengan zat-zat yang terkandung dalam feses. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ada hubungan erat antara koefisien cerna dan kecepatan pencernaan serta konsumsi bahan makanan, dimana semakin banyak makanan yang dicerna berarti telah banyak ruang yang tersedia untuk penambahan makanan. Selanjutnya Sihombing (1997) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan suatu bahan makanan adalah komposisi bahan makanan, konsumsi ransum, penyiapan makanan, faktor hewan dan jumlah makanan.
Menurut Tillman, et al (1998) daya cerna didasarkan atas suatu asumsi bahwa zat gizi yang tidak terdapat di dalam feses adalah habis untuk dicerna dan di absorbsi.  Sumber kesalahan lain adalah terdapatnya bahan-bahan yang berasal dari tubuh di dalam feses sehingga zat makanan yang terdapat di dalam feses tidak hanya berasal dari makanan. Sebagian dari bahan yang terdapat dalam feses ini adalah enzim yang disekresikan ke dalam saluran pencernaan yang tidak diabsorbsi kembali dan juga bahan yang berupa hasil kikisan sel-sel dari dinding pencernaan. Selanjutnya dikatakan bahwa disamping itu feses juga mengandung lemak dan mineral metabolik.  Nitrogen metabolik dan lemak metabolik. Nilai-nilai yang didapat pada pencernaan tersebut di sebut koefisien cerna semu (apparent digestion coeffisient).

Kecernaan Bahan Organik
Mc Donal et al (1994) mengambarkan bahwa yang dimaksud dengan bahan organik suatu bahan pakan adalah semua zat nutrisi yang tersusun bersama unsur karbon, hidrogen, dan oksigen yakni: protein, lemak, Asam nukleat dan Asam-Asam organik. Van Soest (1982) mengambarkan bahwa bahan organik sebagai bahan kering yang terbakar atau hilang pada saat pembakaran di dalam tanur pada suhu 5000C.
            Tillman, et al (1989) mendefinisikan daya cerna sebagai bagian dari zat-zat makanan yang tidak dapat diekskresikan  melalui feses. Sedangkan daya cerna makanan atau kecernaan yang diartikan sebagai proporsi atau jumlah makanan yang tercerna dalam saluran pencernaan dibanding dengan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh ternak.
            Kecernaan dipengaruhi oleh laju perjalanan makanan dalam saluran pencernaan, bentuk fisik atau ukuran makanan penyusun ransum, komposisi kimiawi ransum dan pengaruh dari perbandingan zat makanan lainnya (Anggorodi, 1994). Selanjutnya Tillman, et al (1989) menambahkan bahwa faktor hewan juga mempengaruhi kecernaan suatu bahan makanan.
MATERI DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan di Kelurahan Oesapa Kota Kupang dan Laboratorium Kimia Pakan Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana dan selama 10 minggu, yang terbagi dalam 2 minggu periode penyesuaian dan 8 minggu periode pengumpulan data.

Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi peranakan Landrace sebanyak 16 ekor, dengan kisaran umur 1,5 – 2 bulan, berbobot badan awal rata-rata 11,3 ± 2,36 kg (KV . 20,85 %).
Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan lantai semen kasar yang dibuat agak miring. Kandang ini terdiri dari 16 petak, tiap petak berukuran 1m x 1m. Kandang dibuat permanen beratap seng serta di lengkapi tempat makan dan tempat minum.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan merek Dunlop yang berkapasitas 150 kg untuk menimbang ternak babi dan timbangan berkapasitas 10 kg merek Five Goats untuk menimbang ransum dan feses. Alat lain yang digunakan adalah sapu lidi, sikat lantai, sekop, ember, penampung feses dan urine. Penelitian ini menggunakan alat penggiling untuk membuat tepung dan mesin pelet untuk mengolah ransum.
       Penelitian ini menggunakan biji asam sebagai salah satu komponen penyusun ransum dan disuplementasi dengan probiotik. Biji asam yang diperoleh dari petani di Timor, diolah terlebih dahulu dengan cara disangrai, lalu direndam selama semalam untuk melepaskan isi biji dari kulit kemudian digiling untuk dibuat menjadi tepung.
 Probiotik Asam laktat sebagai suplemen dibuat dengan cara fermentasi melalui proses inkubasi. Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan probiotik asam laktat adalah wadah fermentasi asam laktat, susu Dancow bubuk full cream sebagai sumber laktosa dan inokulum mikroba asam laktat komersil yang terdiri atas Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium.
Bahan- bahan pakan penyusun ransum yang digunakan meliputi biji asam, dedak padi, jagung, tepung ikan, ampas tahu, tepung kanji, minyak kelapa, garam dapur, pigmix, tepung kanji dan minyak kelapa digunakan sebagai perekat dalam pembuatan pelet.






Tabel 1. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Penyusun Ransum Penelitian.
No
Bahan Pakan
ME
(kkal/kg)
PK
(%)
SK
(%)
LK
(%)
Ca
(%)
P
(%)
  1.  
Jagung kuning a
3.425
  8,90
  2,90
3,50
0,01
0,25
  1.  
Dedak halus a
2.200
13,50
13,00
0,60
0,10
1,70
  1.  
Tepung ikan a
2.500
65,00   
  1,00
5,50
4,50
2,70
  1.  
Ampas tahu b
3.412
29,01
18,37
6,04
0,95
1,74
  1.  
Pigmix c
-
-
-
-
0,50
-
  1.  
Minyak kelapa d
8.600
-
-
-
-
-
  1.  
Tepung biji asam e
3.368
13,12
  3,70
4,00
-
-
  1.  
Kacang kedelai a
2.825
44,00
  7,00
0,50
0,25
0,60
  1.  
Tepung kanji a
3.317
  2,40
  -
0,30
0,15
0,08
  1.  
Kacang hijau f
2.330
27,40
  4,50
8,00
1,06
0,78
Keterangan :         a : NRC, (1988)
                                b : Parakkasi, (1990)
c : Pig mix : merupakan campuran dari beberapa vitamin, asam amino
 dan mineral untuk ternak babi.
                                d : Bunga, (2008) Skripsi Fapet Undana
e : Rissy, (2003)
                                f : Anggorodi, (1994)

Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian Hasil Perhitungan
Bahan Pakan
Ransum Penelitian (%)
R0
R1
R2
R3
Jagung giling
  15,00
15,00
  15,00
  15,00
Dedak padi
  20,00
  20,00
  20,00
  20,00
Tepung ikan
    5,00
    5,00
    5,00
    5,00
Ampas tahu
  10,00
  10,00
  10,00
  10,00
Tepung kedelai
  20,00
  15,00
    7,00
-
Tepung kacang hijau
  10,00
    5,00
    3,00
-
Tepung biji asam
-
  10,00
  20,00
  30,00
Tepung kanji
  17,00
  17,00
  17,00
  17,00
Minyak kelapa
    1,00
    1,00
    1,00
    1,00
Garam dapur
    0,50
    0,50
    0,50
    0,50
Pigmix
    1,50
    1,50
    1,50
    1,50
Total
100,00
100,00
100,00
100,00
Kandungan Nutrisi




Bahan kering (%)
87,98
88,00
88,08
88,10
Protein kasar (%)
19,22
18,63
17,67
16,78
EM (kkal/kg)
3200
3100
3200
3280
Serat kasar (%)
6,77
6,57
6,29
6,03
Lemak Kasar (%)
2,48
2,45
2,65
2,78
Keterangan : Kandungan nutrisi ransum penelitian dihitung berdasarkan Tabel 1
Prosedur Penelitian
1.      Pengolahan Biji Asam
Biji asam yang digunakan dalam penelitian adalah hasil ikutan dari panen daging buah Asam yang diperoleh dari petani di Timor.
Proses pengolahan biji asam yang dilakukan sebelum digunakan sebagai salah satu komponen penyusun ransum adalah:
a.       Biji asam disangrai sampai berwarna coklat kehitaman dan mengeluarkan aroma gurih (± 20 menit),
b.      Kemudian biji asam sangrai tersebut direndam dalam air selama ± 24 jam agar kulit bijinya terkelupas.
c.       Biji asam tanpa kulit selanjutnya dijemur untuk digiling menjadi tepung.
Tepung biji asam selanjutnya dicampur dengan bahan-bahan pakan penyusun ransum dan diolah dalam bentuk pelet dengan menggunakan mesin pelet milik UPTD Tarus, Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang.

2.      Pembuatan Probiotik Asam Laktat
a.         Mencampur susu Dancow bubuk full cream (sebagai sumber laktosa) sebanyak 3 sendok makan dengan 200 ml air hangat kemudian diaduk hingga homogen,
b.         Campuran tersebut ditambahkan dengan ½ sendok makan inokulum mikroba asam laktat komersil,
c.         Media susu yang mengandung kultur mikroba asam laktat selanjutnya ditutup rapat (kedap udara) dan di simpan pada suhu ruangan selama ± 24 – 48 jam hingga fermentasi berlangsung optimal.
3.      Prosedur Pengacakan
Sebelum proses pengacakan terlebih dahulu dilakukan pemberian nomor kuping pada ternak (nomor 1-16), kemudian ternak babi ditimbang untuk memperoleh berat badan awal. Selanjutnya ternak diurutkan menurut berat badan dari yang terendah sampai yang tertinggi dan dibagi dalam 4 kelompok menurut berat badan dan masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor. Sesudah itu, dilakukan pengacakan 4 macam ransum penelitian dalam masing-masing kelompok dimana masing-masing ternak dalam satu kelompok mendapat satu dari 4 macam ransum penelitian secara acak.

4.      Pelaksanaan penelitian
Ransum diberi secara periodik dengan frekuensi pemberian 2 kali yaitu pada pagi dan sore hari sedangkan probiotik diberikan langsung pada mulut ternak. Ransum diberi dalam bentuk kering sedangkan air minum selalu ditambahkan dan diganti dengan air bersih apabila air minum habis atau kotor. Pembersihan kandang dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari dan pada sore hari.


5.      Metode Pengambilan Feses
Pengambilan feses dilakukan berturut-turut seperti petunjuk dibawah ini
a.       Pengambilan feses dilakukan selama 2 minggu pada masa pengumpulan data, sehari dilakukan 2 kali pengambilan feses yakni pada pagi hari sebelum pemberian makan pagi, feses dikumpulkan untuk mengambil data hari kemarin dan pada sore hari untuk mengambil data feses hari ini.
b.      Feses yang diambil ditimbang untuk diketahui berat segarnya.
c.       Feses dijemur sampai kering kemudian ditimbang untuk mengetahui berat keringnya.
d.      Feses kering masing-masung kandang dikomposit dan diambil 10% sehingga diperoleh 16 sampel untuk dianalisis di laboratorium.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 kelompok.
Perlakuan yang dicobakan meliputi:
R0 = Ransum tanpa tepung biji asam dan tanpa probiotik
R1 = Ransum mengandung 10 %  tepung biji asam  + 2,5 % probiotik
R2 = Ransum mengandung 20 %  tepung biji asam + 2,5 % probiotik
R3 = Ransum mengandung 30 %  tepung biji asam + 2,5 % probiotik
Pemanfaatan tepung biji asam dalam campuran ransum dihitung berdasarkan berat total ransum yakni dalam 100 kg, sedangkan probiotik diberikan pada ternak sebanyak 2,5 % dari total pemberian ransum.

Parameter yang Diukur
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah :
a.       Kecernaan Bahan Kering.
Kecernaan Bahan Kering yaitu persentase jumlah bahan kering tercerna yang dihitung berdasarkan petunjuk Tillman,et al (1989) yaitu menggunakan rumus :
%DBK =
Dimana :  DBK = Daya cerna bahan kering.
     BKI  = Jumlah bahan kering yang dikonsumsi.
     BKF = Jumlah bahan kering yang terdapat dalam feses.
b.      Kecernaan Bahan Organik.
Kecernaan Bahan Organik yaitu persentase jumlah bahan organik tercerna yang dihitung berdasarkan petunjuk Tillman,et al (1989) yaitu menggunakan rumus :
%DBO =
Dimana: DBO      = Daya cerna bahan organik.
   BOI     = Jumlah bahan organik yang dikonsumsi.
   BOF     = Jumlah bahan organik yang terdapat dalam feses.
Analisis Data
            Data yang diperoleh dalam penelitian ini ditabulasi lalu dianalisis menurut prosedur Sidik Ragam Analysis Of Variance (ANOVA) sesuai dengan petunjuk Furgen (1999) untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diteliti dan untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan maka diadakan uji lanjut dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan dengan petunjuk Gasperz (1991).





















HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Ternak Penelitian
   Pada awal masa penyesuaian semua ternak memperlihatkan kondisi yang baik dan sehat seperti gerakan yang lincah, bersemangat dan nafsu makan yang tinggi. Pada pertengahan minggu ke-1 penyesuaian, ternak yang mendapat perlakuan menunjukkan tanda-tanda seperti feses encer, tidak bersemangat dan nafsu makannya berkurang. Hal ini diduga karena ternak masih menyesuaiakan diri dengan ransum yang diberikan. Terhadap gejala ini dilakukan pengobatan dengan pemberian antibiotik dan obat cacing Vermixon dengan cara injeksi atau disuntik. Pada akhir minggu ke-2 fase penyesuaian ternak-ternak tersebut terlihat mulai sehat kembali.
            Pada minggu berikutnya sampai akhir penelitian, semua ternak penelitian menunjukkan kondisi sehat dengan terus meningkatnya pertambahan bobot badan.

Hasil Analisis Proksimat Ransum Penelitian
Penelitian ini menggunakan biji asam sebagai salah satu komponen penyusun ransum dan disuplementasi dengan probiotik. Kandungan nutrien dalam tepung biji asam hasil pengolahan dengan cara disangrai dan sesudah dibersihkan dari kulit biji yang kuat dan keras dapat dilihat dalam Tabel 3.



Tabel 3. Kandungan Nutrien dalam Biji asam Timor Hasiil Sangrai (% BK)
                       Komponen
Kandungan Gizi
Bahan kering, %
91,70
Bahan organik, %
61,49
Protein kasar, %
17,15
Serat kasar, %
10,52
Total karbohidrat, %
37,78
Bahan ekstrak tanpa nitrogen, %
27,26
Lemak kasar, %
6,56
Gross Energi, %
3078,49
Keterangan: Analisis Laboratorium Kimia Pakan, Fakultas Peternakan, Undana (2010)

Pada Tabel 3 terlihat bahwa biji asam tanpa kulit sangat berpotensi digunakan sebagai salah satu pakan alternatif mengacu pada kandungan protein dan energinya yang cukup tinggi namun kendala pemanfaatan yang telah diidentifikasi adalah terdapatnya antinutrisi Tannin sehingga perlu diolah terlebih dahulu yakni dengan cara disangrai agar menurunkan efek dari antinutrisi tersebut. Menurut DeSchutter dan Morris (1990) yang dikutip Sembiring et al (2010), cara yang paling efektif digunakan dalam mengeleminasi kandungan antinutrisi adalah dengan cara disangrai (Dry roasting). Untuk mengantisipasi kandungan antinutrisi yang mungkin tersisa dari biji asam yang telah disangrai maka perlu ditambahkan pakan imbuhan kedalam ransum, menurut Fuller (1992) yang dikutip Sembiring, et al (2010) bahwa penambahan suplemen pakan seperti probiotik perlu dilakukan, terutama pada pemberian ransum yang mengandung antinutrisi mengingat fungsi probiotik dapat meningkatkan keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan ternak.
Pakan suplemen probiotik dibuat dengan cara fermentasi dalam media susu skim dan diberi pada ternak starter dengan cara mencampurkannya dalam ransum. Kandungan nutrien probiotik diperlihatkan dalam Tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4. Komposisi Nutrisi Probiotik yang ditambahkan dalam ransum penelitian              (% BK)
Komponen
Kandungan Gizi
Bahan kering (%)
8,75
Protein Kasar (%)
33,44
Lemak Kasar (%)
6,56
Serat Kasar
0,21
Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (%)
51,23
Abu
8,56
Ca
0,48
P
1,31
Gross Energi (Kkal/kg)
4772
Keterangan: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Pakan, Almira, Kupang (2010)
Dari Tabel diatas terlihat bahwa kandungan nutrisi yang terkandung dalam probiotik cukup tinggi seperti protein kasar, BETN dan gross energi. Hal ini memberikan dampak yang positif terhadap ternak babi yang diberikan pakan suplemen ini.
Komposisi zat makanan yang terkandung dalam ransum penelitian dianalisis di Laboratorium Kimia Pakan Fakultas Peternakan, UNDANA. Ransum tersebut tersusun dari: dedak padi, jagung, tepung ikan, ampas tahu, tepung kanji, minyak kelapa, garam dapur, dan pigmix. Hasil analisis komposisi zat makanan dapat dilihat pada Tabel 5.


Tabel 5. Komposisi Nutrisi Ransum Penelitian Hasil Analisis Laboratorium.
Zat-Zat nutrisi
Perlakuan
R0 (%)
R1 (%)
R2 (%)
R3 (%)
Bahan Kering (%)
88,48
88,55
89,16
87,92
Bahan Organik (%)
92,31
92,84
92,48
93,14
Protein (%)
19,05
18,32
17,28
16,35
Lemak (%)
7,98
8,46
8,82
9,07
Serat Kasar (%)
6,43
6,18
5,84
5,58
Karbohidrat (%)
65,27
66,06
66,37
67,72
BETN (%)
58,84
59,87
60,54
62,14
Gross Energi (Kkal/kg)
4436
4465
4448
4469
Sumber : Hasil analisis Laboratorium Kimia Pakan Fapet Undana Kupang 2010.
Pada Tabel 5 terlihat bahwa kandungan zat-zat makanan untuk tiap perlakuan relatif sama. Hal ini menunjukan bahwa susunan ransum sudah cukup homogen dan relatif seragam serta sudah sesuai dengan kebutuhan ternak terutama kebutuhan protein dan energi bagi ternak babi sesuai rekomendasi NRC (1998).
Apabila dibandingkan dengan Tabel 2 maka akan terlihat adanya perbedaan antara komposisi zat-zat nutrisi ransum. Hal ini disebabkan oleh penambahan probiotik dalam ransum mengingat di dalam probiotik terdapat kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Selain itu dikarenakan faktor-faktor seperti bahan pakan penyusun ransum, teknik pengolahan, penyimpanan dan ketelitian analisa laboratorium .

Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum dari ternak penelitian di ukur berdasarkan konsumsi bahan kering pada semua tingkat perlakuan yang diperoleh  dengan menghitung jumlah pakan yang terkonsumsi dikalikan dengan persentase bahan kering ransum. Rataan konsumsi ransum semakin meningkat sejalan dengan tingkat berat badan ternak masing-masing kelompok, ternak yang lebih besar seperti pada kelompok IV memiliki rataan konsumsi ransum yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang lain, hal ini dikarenakan ternak yang lebih besar memiliki kebutuhan akan bahan makanan yang lebih besar sesuai dengan berat badannya. Menurut Kyriazakis (1994), ternak babi mengkonsumsi makanan sesuai dengan zat gizi yang dibutuhkan dan yang tersedia dalam ransum yang diberikan. Rataan konsumsi ransum disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6.  Rataan Konsumsi Ransum (g/ekor/hari)

Kelompok
Perlakuan
Total
Rataan
R0
R1
R2
R3
I
907.14
931.25
948.21
928.57
3,715.17
928.79
II
987.50
1,010.71
966.07
958.92
3,923.20
980.80
III
1,142.85
1,123.21
1,178.57
1,053.57
4,498.20
1,124.55
IV
1,171.42
1,166.07
1,076.78
1,089.28
4,503.55
1,125.89

Total

4,208.91
4,231.24
4,169.63
4,030.34
16,640.12

Rataan
1,052.23a
1,057.81a
1,042.41a
1,007.59a

1,040.01
Keterangan : Nilai rataan dengan superskrip yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0,05)      

Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata konsumsi ransum tertinggi adalah ternak yang mendapat perlakuan R1, kemudian di ikuti oleh ternak dengan perlakuaan R0, R2, R3.
Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (P >0,05) terhadap konsumsi ransum. Ini menunjukan bahwa babi yang diberikan ransum dengan substitusi biji asam Timor terhadap kedelai dan kacang hijau dalam ransum  sebanyak 10 % pada R1, 20 % pada R2, 30 % pada R3 dengan tambahan probiotik pada masing-masing ransum tersebut sebanyak 2,5 % dan R0 tanpa biji asam ternyata konsumsi ransumnya relatif sama. Tidak adanya perbedaan pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum diduga berkaitan dengan kandungan nutrien khususnya energi dan tingkat palatabilitas ransum yang relatif sama. Hal ini didukung oleh Aritonang (1993) bahwa konsumsi ransum pada ternak babi sangat dipengaruhi oleh palatabilitas dan bentuk fisik ransum. Ransum yang digunakan dalam penelitian umumnya memiliki ukuran partikel yang kecil karena semua bahan penyusun ransum telah digiling menjadi tepung yang berdampak langsung pada palatabilitas ransum. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain, menurut Kyriazakis (1994) yang dikutip Sembiring, et al (2010) mengemukakan bahwa banyaknya ransum yang dikonsumsi ternak babi dipengaruhi oleh konsentrasi energi dan zat-zat makanan lainnya dalam ransum yang di konsumsi. Selain itu menurut Tillman et al, (1989) bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti palatabilitas, kandungan gizi, bangsa dan laju pertumbuhan ternak.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Kering Ransum
Daya cerna bahan kering ransum ternak penelitian berbanding terbalik dengan konsumsi ransum, semakin tinggi kelompok semakin rendah daya cerna, ini berarti semakin tinggi berat badan maka daya cerna bahan kering ternak terhadap ransum semakin menurun. Hal ini diduga komposisi ransum yang kurang memenuhi kebutuhan ternak dikarenakan faktor berat badan memiliki peran penting dalam mengukur kebutuhan nutrisi ternak dan tahapan koleksi data yang kurang teliti. Rataan kecernaan bahan kering disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Kecernaan Bahan Kering (%)

Kelompok
Perlakuan
Total
Rataan
R0
R1
R2
R3
I
85.77
85.76
86.29
87.97
345.79
86.45
II
79.45
82.88
87.44
78.20
327.98
81.99
III
86.09
85.88
85.71
81.48
339.17
84.79
IV
73.29
85.72
82.29
78.30
319.60
79.90

Total

324.59
340.25
341.73
325.96
1,332.53

Rataan
81.15a
85.06a
85.43a
81.49a

83.28
Keterangan : Nilai rataan dengan superskrip yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0,05)      

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan kecernaan bahan kering tertinggi adalah pada ternak yang mendapat perlakuan R2 yaitu sebesar 85,43 %. selanjutnya diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan R1 sebesar 85,06 % dan ternak yang mendapat perlakuan R3 sebesar 81,49 %. sedangkan rataan kecernaan bahan kering terendah adalah ternak yang mendapat perlakuan R0 sebesar 81,15 %.
Pada hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukan bahwa perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan kering ransum. Dari rataan tersebut dapat dilihat bahwa probiotik membantu kecernaan bahan kering seperti pada ransum R2 yang memberikan kecernaan bahan kering yang lebih tinggi. Apabila dalam ransum perlakuan yang menggunakan tepung biji asam tidak ditambahkan probiotik maka kecernaan bahan kering dari ransum tersebut akan sangat rendah. Menurut Tacon (1986) yang dikutip Haetami, et al (2008) menyatakan bahwa tanpa adanya probiotik sebagai sumber enzim eksogen dan penyeimbang mikroflora usus, kurang menunjang efektifitas kerja saluran pencernaan yang pada gilirannya akan menurunkan kecernaan. Tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan kering disebabkan oleh kandungan nutrisi ransum penelitian relatif sama dan juga bentuk serta ukuran yang sama. Sehingga walaupun setiap perlakuan memiliki level penggunaan biji asam yang berbeda untuk tiap ransum mulai dari R0 tanpa biji asam dan  R1, R2 dan R3 masing-masing 10 %, 20 %, 30 % biji asam sebagai substitusi kacang kedelai dan kacang hijau ditambah probiotik 2,5 % tetapi memiliki nilai kecernaan bahan kering yang relatif sama. Hal ini didukung oleh pendapat Therik (1992) yang dikutip Tarapanjang, (2009) bahwa tinggi rendahnya kualitas pakan sangat menentukan tingkat kecernaan zat-zat makanan. Pendapat tersebut sejalan dengan Tillman, et al., (1989) yang menyatakan bahwa komposisi kimia dan ukuran partikel mempengaruhi kecernaan.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Organik Ransum
            Rataan kecernaan bahan organik ransum disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Kecernaan Bahan Organik (%)

Kelompok
Perlakuan
Total
Rataan
R0
R1
R2
R3
I
89.16
89.06
89.19
90.80
358.21
89.55
II
84.17
87.08
90.12
83.32
344.70
86.17
III
89.17
89.00
89.02
85.85
353.05
88.26
IV
79.52
88.80
86.34
83.26
337.92
84.48

Total

342.02
353.95
354.68
343.23
1,393.88

Rataan
85.50a
88.49a
88.67a
85.81a

87.12
Keterangan : Nilai rataan dengan superskrip yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0,05)      

            Dari Tabel 8 terlihat bahwa rataan kecernaan bahan organik berkisar dari 85,50% – 88,67%. Dengan rataan kecernaan tertinggi dicapai oleh ternak-ternak yang mendapat perlakuan R2 (88,67%) diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan R1 (88,49%), R3 (85,81%) dan rataan terendah oleh ternak-ternak yang mendapat perlakuan R0 (85,50%).
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukan bahwa perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan kering ransum. Tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan kering disebabkan oleh kandungan nutrisi ransum penelitian relatif sama terutama protein kasar, energi termetabolis dan serat kasarnya relatif sama. Sehingga walaupun setiap perlakuan memiliki level penggunaan biji asam yang berbeda untuk tiap ransum mulai dari R0 tanpa biji asam dan  R1, R2 dan R3 masing-masing 10 %, 20 %, 30 % biji asam sebagai substitusi kacang kedelai dan kacang hijau ditambah probiotik 2,5 % tetapi memiliki nilai kecernaan bahan organik yang relatif sama. Hal ini didukung oleh pendapat Tillman, et al., (1989) yang dikutip Deru, (1998) bahwa kecernaan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti komposisi makanan, komposisi ransum, penyiapan bahan makanan, faktor ternak dan fakor jumlaah bahan pakan, didukung pula dengan rekomendasi NRC (1988) bahwa ternak babai fase starter memerlukan protein kasar sekitar 18-20 % dan energi metabois 2850 – 3100 kkal/kg.
Selain itu penambahan probiotik belum mampu memperbaiki kecernaan bahan organik ransum sehingga memberikan pengaruh yang tidak nyata antara tiap perlakuan. hal itu diduga dikarenakan penggunaan inokulum yang berbeda dengan umur bahkan berat badan ternak. Menurut Aisjah (1995) yang dikutip Haetami, et al (2008) bahwa jumlah mikroba yang ditanam sangat menentukan produk bioproses. Selanjutnya dinyatakan bahwa tingkat dosis inokulum dan waktu berkaitan dengan besaran populasi mikroba yang berpeluang menentukan cepat tidaknya perkembangan mikroba dalam menghasilkan enzim untuk merombak substrat sehingga pada gilirannya berpengaruh terhadap produk akhir.
Lubis (1963) dalam Kerans (2002) yang dikutip Lani, (2010) menyatakan bahwa tinggi rendahnya persentase daya cerna suatu bahan makanan dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam komposisi kimia bahan makanan dimana komponen serat kasar mempunyai pengaruh besar. Selanjutnya Baird, et al (1970) yang dikutip Parakkasi (1990) menyatakan bahwa walaupun alat pencernaan ternak babi relatif kecil dan sederhana ternyata ternak babi masih dapat mengkonsumsi bahan makanan yang berserat kasar 11,5 % secara maksimum.
Hal lain yang dapat meningkatkan daya cerna bahan organik adalah jumlah bahan makanan yang dikonsumsi oleh ternak dimana semakin besar jumlah yang dikonsumsi berarti laju perjalanan bahan makanan dalam saluran pencernaan semakin cepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman, et al., (1989) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara daya cerna dan kecepatan pencernaan serta konsumsi bahan kering dimana semakin tinggi daya cerna suatu bahan makanan semakin cepat pula aliran bahan makanan dalam alat pencernaan sehingga tersedia ruang untuk penambahan bahan makanan.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi daya cerna adalah penyiapan bahan makanan dimana perlakuan terhadap beberapa jenis bahan makanan misalnya pemotongan, penggilingan dan pemanasan akan mempengaruhi daya cerna. Hal ini sejalan dengan pendapat Aritonang (1994) yang menyatakan bahwa butiran-butiran yang digiling sebelum diberikan kepada ternaak memberikan permukaan yang luas terhadap getah pencernaan sehingga mempertinggi kecernaan bahan tersebut.














KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
         Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung biji asam ditambah dengan probiotik sebagai pengganti kacang kedelai dan kacang hijau dalam ransum pada ternak penelitian hingga level 30 % ditambah probiotik 2,5 %  tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik.

SARAN
            Disarankan agar dilakukan penelitian lanjutan dengan penggunaan tepung biji asam dan probiotik sebagai pengganti kacang kedelai dan kacang hijau pada level diatas 30 % untuk melihat perbedaan nyata penggunaan biji asam dan probiotik dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik.                                                                          









DAFTAR PUSTAKA

Ahira, Anne. 2011. Asam Jawa sebagai Obat. www. biji asam (tamarindus indica).com (30 Februari 2011).
Anggorodi, H. R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia. Jakarta.
Anonymous. 2010. Pedoman Beternak Babi. Penerbit  Kanisius. Jakarta.
                     .2010. Mengenal Beberapa Antinutrisi pada Bahan Pakan. www.tannin.com (2 Juli 2011).
Aritonang, D. 1993. Babi Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Propinsi Nusa Tenggara Timur. 2009. Nusa Tenggara Timur dalam Angka. Katalog BPS: 1402.53.
Bengu, M. 2001. Pengaruh Suplementasi Tepung Biji asam dan Tepung Ikan Dalam Ransum Basal Ampas Kelapa terhadap Kecernaan Bahan Organik pada Babi Umur Pertumbuhan. Skripsi Fapet Undana. Kupang.
Budiansyah, A. 2004. Pemanfaatan Probiotik dalam Meningkatkan Penampilan Produksi Ternak Unggas. www.probiotik.com (7 Oktober 2010).
Bunga, M. A. 2008. Pengaruh Penggunaan Ragi Tape (Saccharomyces cerevisiae) dalam Ransum terhadap Energi Tercerna dan Energi Termetabolisme pada Babi Peranakan VDL Sapihan. Skripsi Fapet Undana. Kupang.
Dando, David. 2002. Pengaruh Pemberian Tepung Biji asam dan Tepung Ikan terhadap Kadar Hemoglobin Darah dan Total Protein Plasma Ternak Babi Peranakan VDL Umur Pertumbuhan yang Mendapat Limbah Pengolahan Minyak Kelapa. Skripsi Fapet Undana. Kupang.
Deru, Y. M. 2003. Pengaruh Pemberian Berbagai Pakan Sumber Protein dalam Ransum Terhadap Konsumsi Bahan Kering Ransum dan Kecernaan Bahan Organik pada Ternak Babi Lokal Peranakan Umur 3-4 Bulan. Skripsi FAPET UNDANA: Kupang.
Faishal. 2008. Probiotik Pengganti Antibiotik dalam Pakan Ternak. www.probiotik.com (30 September 2010).
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.
Fuller, R. 1992. History and Developments of Probiotics. In: Probiotics the Scientific Basis. Ed.: R. Fuller. Chapman and Hall, London. Pp. 1-7.
Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico. Bandung.
Haetami, K. Abun. Mulyani, Y. 2008. Studi Pembuatan ProbiotikBAS (Bacillus licheniformis, Aspergillus niger, dan Sacharomices cerevisiae) sebagai Feed Suplement serta Implikasinya terhadap Pertumbuhan Ikan Nila Merah). Laporan Penelitian Universitas Padjadjaran. Bandung. www.probiotik.com (2 Juli 2011).
Harper, H. A. V, W, Rodwel. Peter, A. M. 1978. Review of Fisiological Chemistry.
Konstantinus, D. 1990. Pengaruh Penambahan Tepung Biji asam ke dalam Ransum Basal terhadap Konsumsi Ransum, Konsumsi Air dan Konversi Makanan Ternak Babi Peranakan VDL. Skripsi Fapet Undana. Kupang.
Lani, M. L. 2010. Pengaruh Penggunaan Tepung Biji asam dalam Ransum terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Ternak Babi Umur Pertumbuhan. Skripsi Fapet Undana. Kupang.
Ly dan Likadja, R. D. H. 1998 . Suplementasi Tepung Biji asam dan Tepung Ikan Dalam Ransum Basal Yang Terdiri Dari Limbah Pengolahan Minyak Kelapa di Kelurahan Bakunase, Kota Madya Kupang. Jurnal Ilmiah Fapet- Undana. Kupang.
Mcdonald, P. R, A, Edwards dan J, F, D, Greenhalgh. 1988. Animal Nutrition. 4th Ed. Longman Sciantific and Technical. New York.
Mulyantini, N. G. A. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas, Gadja Mada University Press. Yogyakarta.
(NRC) National Research Council. 1988. Nutrient Requirement of Swine. 10th ed. National Academy press. Whasington, D. C.
Paoe, H. S. 1996. Daya Guna dan Katabolisme Protein serta Konsumsi Energi Termetabolis pada Anak Babi Lokal yang Mengkonsumsi Tepung Biji asam. Skripsi FAPET  UNDANA: Kupang.
Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Penerbit Angkasa. Bandung.
Rissy, O. 2003. Pengaruh Penggunaan Tepung Biji asam Tanpa Kulit Sebagai Pengganti Jagung Dalam Ransum terhadap Performan Ayam Broiler Fase Finisher. Skripsi Fapet Undana. Kupang.
Sanam, M. U. E., dan S. Sambiring. 2004. Efek Pemanfaatan Pribiotik Asam Laktat terhadap Konversi Ransum, Pertumbuhan dan Insidensi Diare pada babi Fase Stater sampai Grower. Jurnal Ilmiah Fapet Undana. Kupang
Selan, D. 2000. Pengaruh Suplementasi Tepung Biji asam dan Tepung Ikan Dalam Ransum Basal ampas Kelapa terhadap Koefisien Cerna Protein pada Babi Peranakan VDL Umur Pertumbuhan. Skripsi Fapet Undana. Kupang.
Sembiring, S, Sanam, M. U. E, Suryani, N. Nengah. 2010. Pemanfaatan Tepung Biji asam Timor Dalam Ransum yang Disuplementasi Probiotik Pada Babi Fase Starter Sampai Grower. Naskah Publikasi Ilmiah FAPET UNDANA : Kupang.
Sihombing, D. T. H. 2006. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tarapanjang, D. L. 2010. Pengaruh  Level Serat Kasar Ransum Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Babi Umur Pertumbuhan. Skripsi FAPET UNDANA: Kupang.
Tillman, A. D, Hartadi. H, S, Prawirokusomo, S. Reksohadiprojo, S. Lebdokusodjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fapet UGM. Yogyakarta.
Wahyu, J 1988. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.
Whittemore, C. T. 1993. The Science and Practice of Pig Production. Longman Scientific and Technical England.

Lampiran 1: Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum (kg/hari)


Kelompok
Perlakuan
Total
Rataan
R0
R1
R2
R3
I
907.14
931.25
948.21
928.57
3,715.17
928.79
II
987.50
1,010.71
966.07
958.92
3,923.20
980.80
III
1,142.85
1,123.21
1,178.57
1,053.57
4,498.20
1,124.55
IV
1,171.42
1,166.07
1,076.78
1,089.28
4,503.55
1,125.89

Total

4,208.91
4,231.24
4,169.63
4,030.34
16,640.12

Rataan
1,052.23
1,057.81
1,042.41
1,007.59

1,040.01

FK              =  

                   =  

                   =   17,305,849.60
JKTotal         =  

                   =   (907.14)2  + (931.25)2  +    +  (1,089.28)2 -  17,305,849.60

                   =   139,808.12

JKKelompok    =  
                  =    (3,715.17)2  +  (3,923.20)2  +    +  (4,503.55)2  -  17,305,849.60
                                                         4

                   =   121,588.45

JKPerlakuan     =  
                  =    (4,208.91)2  +  (4,231.24)2  +    +  (4,030.34)2  -  17,305,849.60
                                                         4
                  =    6,092.94
JKGalat         =   JKTotal  -  JKKelompok  -  JKPerlakuan
                   =   139,808.12  -  121,588.45  -  6,092.94
                   =   12,126.72

KTKelompok    =  

                   =   121,588.45

                                 3
                   =   40,529.48

KTPerlakuan     =  

                   =   6,092.94

                                3
                   =   2,030.98

KTGalat         =  

                   =   12,126.72
                                9
                   =   1,347.41

ANOVA

SK
dB
JK
KT
Fhit
Ftab
0.05
0.01
Kelompok
3
121,588.45
40,529.48
30.08**
3.86
6.99
Perlakuan
3
6,092.94
2,030.98
1.51tn
3.86
6.99
Galat
9
12,126.72
1,347.41



Total
15
139,808.12




Keterangan: tnberpengaruh tidak nyata (P>0.05)

 

Simpangan Baku       =


                                  =
                                  = 18.35




Rataan Perlakuan
R3                                 R2                                 R0                                 R1
1,007.59a                       1,042.41a                       1,052.23a                       1,057.81a

P
2
3
4
SSR
3.20
3.34
3.41
4.60
4.86
4.99
LSR
58.73
61.30
62.59
84.43
89.20
91.58

 

R0-R1:    5.58tn          Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R0-R2:    9.82tn          Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R0-R3:    44.64tn        Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R1-R2:    15.40tn        Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R1-R3:    50.22tn        Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R2-R3:    34.82tn        Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)

Lampiran 2: Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering (%)


Kelompok
Perlakuan
Total
Rataan
R0
R1
R2
R3
I
802.64
824.62
845.42
816.40
3,289.08
822.27
II
873.74
894.98
861.35
843.08
3,473.15
868.29
III
1,011.19
994.60
1,050.81
926.30
3,982.91
995.73
IV
1,036.47
1,032.55
960.06
957.69
3,986.78
996.69

Total

3,724.04
3,746.76
3,717.64
3,543.47
14,731.92

Rataan
931.01
936.69
929.41
885.87

920.75

FK              =  

                   =  

                   =   13,564,348.35
JKTotal         =  

                   =   (802.64)2  + (824.62)2  +    +  (957.69)2 -  13,564,348.35

                   =   111,572.48

JKKelompok    =  
                  =    (3,289.08)2  +  (3,473.15)2  +    +  (3,986.78)2  -  13,564,348.35
                                                         4

                   =   95,358.31

JKPerlakuan     =  
                  =    (3,724.04)2  +  (3,746.76)2  +    +  (3,543.47)2  -  13,564,348.35
                                                         4
                  =    6,604.40
JKGalat         =   JKTotal  -  JKKelompok  -  JKPerlakuan
                   =   111,572.48  -  95,358.31  -  6,604.40
                   =   9,609.77

KTKelompok    =  

                   =   95,358.31

                                 3
                   =   31,786.10

KTPerlakuan     =  

                   =   6,604.40

                                3
                   =   2,201.47

KTGalat         =  

                   =   9,609.77
                                9
                   =   1,067.75

ANOVA

SK
dB
JK
KT
Fhit
Ftab
0.05
0.01
Kelompok
3
95,358.31
31,786.10
29.77
3.86
6.99
Perlakuan
3
6,604.40
2,201.47
2.06tn
3.86
6.99
Galat
9
9,609.77
1,067.75



Total
15
111,572.48




Keterangan: tnberpengaruh tidak nyata (P>0.05)

 

Simpangan Baku       =


                                  =
                                  = 16.34

Rataan Perlakuan
R3                                 R2                                 R0                                 R1
885.87a                          929.41a                          931.01a                          936.69a
P
2
3
4
SSR
3.20
3.34
3.41
4.60
4.86
4.99
LSR
52.28
54.57
55.71
75.16
79.40
81.53

 

R0-R1:    5.68tn          Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R0-R2:    1.60tn          Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R0-R3:    45.14tn        Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R1-R2:    7.28tn          Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R1-R3:    50.82tn        Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R2-R3:    43.54tn        Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)








Lampiran 3: Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Organik (g/hari)


Kelompok
Perlakuan
Total
Rataan
R0
R1
R2
R3
I
740.91
765.58
781.85
760.39
3,048.74
762.18
II
806.55
830.90
796.57
785.25
3,219.27
804.82
III
933.43
923.39
971.79
862.75
3,691.37
922.84
IV
956.77
958.62
887.86
892.00
3,695.25
923.81

Total

3,437.66
3,478.49
3,438.08
3,300.39
13,654.63

Rataan
859.42
869.62
859.52
825.10

853.41

FK              =  

                   =  

                   =   11,653,053.05
JKTotal         =  

                   =   (740.91)2  + (765.58)2  +    +  (892.00)2 -  11,653,053.05

                   =   94,552.48

JKKelompok    =  
                  =    (3,048.74)2  +  (3,219.27)2  +    +  (3,695.25)2  -  11,653,053.05
                                                         4

                   =   81,842.61

JKPerlakuan     =  
                  =    (3,437.66)2  +  (3,478.49)2  +    +  (3,300.39)2  -  11,653,053.05
                                                         4
                  =    4,551.35
JKGalat         =   JKTotal  -  JKKelompok  -  JKPerlakuan
                   =   94,552.48  -  81,842.61  -  4,551.35
                   =   8,158.52

KTKelompok    =  

                   =   81,842.61

                               3
                   =   27,280.87

KTPerlakuan     =  

                   =   4,551.35

                             3
                   =   1,517.12

KTGalat         =  

                   =   8,158.52
                              9
                   =   906.50

ANOVA

SK
dB
JK
KT
Fhit
Ftab
0.05
0.01
Kelompok
3
81,842.61
27,280.87
30.09
3.86
6.99
Perlakuan
3
4,551.35
1,517.12
1.67tn
3.86
6.99
Galat
9
8,158.52
906.50



Total
15
94,552.48




Keterangan: tnberpengaruh tidak nyata (P>0.05)

 

Simpangan Baku       =


                                  =
                                  = 15.05

Rataan Perlakuan
R3                                 R0                                 R2                                 R1
825.10a                          859.42a                          859.52a                          869.62a
P
2
3
4
SSR
3.20
3.34
3.41
4.60
4.86
4.99
LSR
48.17
50.28
51.33
69.25
73.16
75.12
R0-R1:    10.21tn        Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R0-R2:    0.10tn          Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R0-R3:    34.32tn        Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R1-R2:    10.10tn        Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R1-R3:    44.53tn        Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R2-R3:    34.42tn        Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)

Lampiran 4: Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering (%)

Kelompok
Perlakuan
Total
Rataan
R0
R1
R2
R3
I
85.77
85.76
86.29
87.97
345.79
86.45
II
79.45
82.88
87.44
78.20
327.98
81.99
III
86.09
85.88
85.71
81.48
339.17
84.79
IV
73.29
85.72
82.29
78.30
319.60
79.90

Total

324.59
340.25
341.73
325.96
1,332.53

Rataan
81.15
85.06
85.43
81.49

83.28

FK              =  

                   =  

                   =   110,977.03
JKTotal         =  

                   =   (85.77)2  + (85.76)2  +    +  (78.30)2 -  110,977.03

                   =   256.72

JKKelompok    =  
                  =    (345.79)2  +  (327.98)2  +    +  (319.60)2  -  110,977.03
                                                         4

                   =   101.59

JKPerlakuan     =  
                  =    (324.59)2  +  (340.25)2  +    +  (325.96)2  -  110,977.03
                                                         4
                  =    62.25
JKGalat         =   JKTotal  -  JKKelompok  -  JKPerlakuan
                   =   256.72  -  101.59  -  62.25
                   =   92.88

KTKelompok    =  

                   =   101.59

                            3
                   =   33.86

KTPerlakuan     =  

                   =   62.25

                            3
                   =   20.75

KTGalat         =  

                   =   92.88
                           9
                   =   10.32

ANOVA

SK
dB
JK
KT
Fhit
Ftab
0.05
0.01
Kelompok
3
101.59
33.86
3.28
3.86
6.99
Perlakuan
3
62.25
20.75
2.01tn
3.86
6.99
Galat
9
92.88
10.32



Total
15
256.72




Keterangan: tnberpengaruh tidak nyata (P>0.05)

Simpangan Baku       =


                                  =
                                  = 1.61

Rataan Perlakuan
R0                                 R3                                 R1                               R2
81.15a                            81.49a                            85.06a                          85.43a

P
2
3
4
SSR
3.20
3.34
3.41
4.60
4.86
4.99
LSR
5.14
5.36
5.48
7.39
7.81
8.02

 

R0-R1:    3.91tn          Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R0-R2:    4.29tn          Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R0-R3:    0.34tn          Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R1-R2:    0.37tn          Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R1-R3:    3.57tn          Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R2-R3:    3.94tn          Berbeda tidak nyata (P>0.05)

Lampiran 5: Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Organik (%)


Kelompok
Perlakuan
Total
Rataan
R0
R1
R2
R3
I
89.16
89.06
89.19
90.80
358.21
89.55
II
84.17
87.08
90.12
83.32
344.70
86.17
III
89.17
89.00
89.02
85.85
353.05
88.26
IV
79.52
88.80
86.34
83.26
337.92
84.48

Total

342.02
353.95
354.68
343.23
1,393.88

Rataan
85.50
88.49
88.67
85.81

87.12

FK              =  

                   =  

                   =   121,431.01
JKTotal         =  

                   =   (89.16)2  + (89.06)2  +    +  (83.26)2 -  121,431.01

                   =   146.98

JKKelompok    =  
                  =    (358.21)2  +  (344.70)2  +    +  (337.92)2  -  121,431.01
                                                         4

                   =   60.32

JKPerlakuan     =  
                  =    (342.02)2  +  (353.95)2  +    +  (343.23)2  -  121,431.01
                                                         4
                  =    34.41
JKGalat         =   JKTotal  -  JKKelompok  -  JKPerlakuan
                   =   146.98  -  60.32  -  34.41
                   =   52.26

KTKelompok    =  

                   =   60.32

                            3
                   =   20.11

KTPerlakuan     =  

                   =   34.41

                            3
                   =   11.47

KTGalat         =  

                   =   52.26
                           9
                   =   5.81

ANOVA

SK
dB
JK
KT
Fhit
Ftab
0.05
0.01
Kelompok
3
60.32
20.11
3.46
3.86
6.99
Perlakuan
3
34.41
11.47
1.98tn
3.86
6.99
Galat
9
52.26
5.81



Total
15
146.98




Keterangan: tnberpengaruh tidak nyata (P>0.05)

 

Simpangan Baku       =


                                  =
                                  = 1.20
Rataan Perlakuan
R0                                 R3                                 R1                               R2
85.50a                            85.81a                            88.49a                          88.67a

P
2
3
4
SSR
3.20
3.34
3.41
4.60
4.86
4.99
LSR
3.86
4.02
4.11
5.54
5.86
6.01

R0-R1:    2.98tn          Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R0-R2:    3.17tn          Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R0-R3:    0.30tn          Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R1-R2:    0.18tn          Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R1-R3:    2.68tn          Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R2-R3:    2.86tn          Berbeda tidak nyata (P>0.05)