YAN TUKA ULLU
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak babi merupakan salah satu ternak potong penghasil daging yang
sangat potensial dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi bagi
masyarakat serta mendapat urutan kedua setelah unggas yang memberikan hasil
dalam waktu singkat. Produktivitas ternak babi sangat ditentukan oleh beberapa faktor,
salah satunya adalah faktor pakan. Untuk mengoptimalkan pertumbuhannya maka
proporsi dan komposisi dari zat – zat makanan harus seimbang dan mampu memenuhi
kebutuhan ternak babi dalam setiap masa pertumbuhan. Menurut Murtidjo(1990)
pakan berkualitas baik sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan,
dan reproduksi ternak.
Akan tetapi faktor pakan justru menjadi kendala dalam usaha pengembangan
ternak babi pada umumnya. Sihombing (1997) menyatakan bahwa sebagaian besar pakan yang digunakan
untuk ternak babi adalah biji- bijian yang juga adalah bahan makanan manusia,
sehingga terjadi persaingan antara ternak babi dan manusia dalam pemanfaatan
pakan. Untuk memecahkan masalah persaingan kebutuhan bahan pakan antara ternak
babi dengan manusia adalah dengan cara mencari bahan pakan alternatif yang
dapat digunakan sebagai sumber nutrisi yang baik untuk ternak babi. Bahan pakan
alternatif yang digunakan hendaknya tidak memberikan dampak yang negatif secara ekonomis, biologis dan teknis bagi
usaha ternak babi
Salah
satu bahan pakan alternatif yang dapat digunakan adalah biji asam. Biji asam merupakan hasil sampingan
pengolahan buah asam yang diambil isi buah dari tanaman asam. Tanaman asam (Tamarindus indica) tergolong
tanaman umur panjang dan terdapat hampir setiap daerah di Nusa Tenggara
Timur. Angka produksi asam pertahun
mencapai 800 ton lebih (BPS NTT, 2009).
Ly dan
Likadja (1998) melaporkan bahwa kandungan
protein kasar biji asam yang dikuliti sebesar 23%. Jella (1990) dan
Wattileo (1989) melaporkan bahwa penggunaan tepung biji asam tanpa kulit
sebesar 25% dalam ransum memberikan pertambahan berat badan harian yang lebih
baik yakni 412,94 gr/ekor/hari. Selanjutnya Selan (2000) menunjukan bahwa penggunaan
tepung biji asam tanpa kulit sebagai pakan suplemen meningkatkan koefisien
cerna protein.
Dalam menunjang
pertumbuhan yang relatif cepat pada ternak babi maka bahan makanan yang
diberikan diupayakan berasal dari bahan makanan yang mempunyai daya cerna dan
palatabilitas yang tinggi. Lubis (1963) dalam Kerans (2002) menyatakan bahwa
unsur penting yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahan makanan adalah
palatabilitas dan kecernaannya. Hal ini mengingat konsumsi dan daya cerna dari
bahan makanan itu sendiri adalah gambaran atau indikasi jumlah zat gizi yang
yang akan diserap dalam tubuh ternak. Untuk meningkatkan konsumsi dan
kecernaan biji asam maka di tambahkan probiotik.
Probiotik tergolong dalam makanan fungsional, dimana bahan makanan ini
mengandung komponen-komponen yang dapat meningkatkan kesehatan ternak dengan
cara memanipulasi komposisi bakteri yang ada dalam saluran pencernaan ternak. Istilah
probiotik pertama sekali diperkenalkan oleh Perker (1974) yang menggambarkan
tentang keseimbangan mikro-organisme dalam saluran pencernaan. Pada saat ternak
mengalami stres, keseimbangan mikro-organisme dalam saluran pencernaan
terganggu, mengakibatkan sistem pertahanan tubuh menurun dan bakteri-bakteri
patogen berkembang dengan cepat. Manfaat probiotik sebagai bahan aditif
ditunjukkan dengan meningkatnya ketersediaan lemak dan protein bagi ternak, di
samping itu probiotik juga meningkatkan kandungan vitamin B kompleks melalui
fermentasi makanan. Probiotik juga dapat meningkatkan kekebalan (Immunity),
mencegah alergi makanan dan kanker (Colon cancer).
Probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri spesies Lactobacillus
bulgaricus, Streptococcus thermophilus, Lactobacillus acidophilus dan
Bifidobacterium. Pemberian probiotik dapat menjaga keseimbangan komposisi mikroorganisme
dalam sistem pencernaan ternak yang berakibat meningkatnya daya cerna bahan
pakan dan menjaga kesehatan ternak.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas maka dilakukan suatu penelitian tentang “Pengaruh Penggunaan Tepung Biji asam Dan
Probiotik Dalam Ransum Terhadap Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Pada Babi
Peranakan Landrace Sapihan.”
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
penggunaan tepung biji asam dan probiotik menggantikan kacang hijau dan kacang
kedelai sebagai sumber protein dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan
bahan organik pada babi peranakan Landrace sapihan.
Hasil penelitaian ini diharapkan dapat berguna sebagai salah satu
informasi bagi petani peternak dalam upaya pemanfaatan biji asam sebagai pakan
ternak dalam peningkatan produksi ternak dan juga sebagai salah satu informasi
bagi masyarakat ilmiah dalam memperkaya pengetahuan di bidang peternakan khususnya
peternakan babi.
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Pencernaan Ternak Babi
Menurut Parakkasi (1998)
sistem pencernaan didefinisikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari saluran
pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggungjawab atas
pengambilan, penerimaan dan pencernaaan bahan makanan. Sihombing (1997)
mengambarkan secara sederhana yakni alat pencernaan merupakan alat yang
berfungsi sebagai jalan makanan dalam tubuh dan mengeluarkan bahan sisa
pencernaan. Alat pencernaan makanan digolongkan menjadi dua, yaitu saluran
pencernaan makanan dan alat-alat pelengkap pencernaan makanan.
Ternak babi merupakan hewan omnivora monogastrik
yang memiliki saluran pencernaan sederhana. Saluran pencernaan menurut
Sihombing (1997) di bagi atas: rongga mulut, tenggorokan, oesofagus, lambung,
usus halus, usus besar dan anus. Alat-alat pelengkap yang membantu pencernaan
makanan adalah: gigi, lidah, air liur, empedu, pada hati dan pankreas. Menurut
Whittemore (1993) sisitem pencernaan yang sederhana menyebabkan ternak babi
secara alamiah terbatas dalam memanfaatkan pakan berserat kasar tinggi.
Ransum Ternak Babi
Parakkasi (1990) menggambarkan
bahwa bahan makanan adalah sesuatu yang dapat dimakan (Edible), dapat dicerna (Digestible)
dan tidak mengganggu kesehatan hewan yang memakannya. Sedangkan ransum sempurna
adalah kombinasi bahan makanan yang bila dikonsumsi secara normal dapat
menyediakan zat-zat makanan dalam tubuh ternak dalam perbandingan jumlah dan
bentuk sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi fisiologis dalam tubuh ternak
dapat berjalan normal.
Ransum
mempunyai peranan penting bagi kehidupan baik untuk produksi, pertumbuhan,
reproduksi dan maintenance (Tillman, et
al.,1989). Ranjhan (1980) yang dikutip Bunga (2008) mengatakan bahwa ternak
babi membutuhkan zat-zat makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
mineral dan air untuk kelangsungan hidupnya. Karbohidrat ini dapat berupa
monosakarida dan polisakarida seperti serat kasar. Tetapi perlu diingat bahwa
babi termasuk hewan monogastrik yang memiliki alat pencernaan yang sederhana
sehingga ternak babi tidak dapat mencerna serat kasar dalam jumlah yang besar.
Oleh karena itu, pakan yang diberikan adalah pakan yang memiliki serat kasar
yang rendah dan memiliki kandungan nutrisi yang seimbang karena kekurangan satu
atau ketidakseimbangan zat-zat makanan dapat memperlambat pertumbuhan dan
berefek lanjut pada performans (Sihombing, 1997). Bahan pakan ternak babi ini
sebagian besar berasal dari biji-bijian seperti jagung dan juga yang berasal
dari hewan seperti tepung ikan.
Potensi Biji Asam, Komposisi Nutrisi dan Penggunaan Biji Asam
Asam Timor (Tamarindus indica) merupakan sebuah
kultivar daerah tropis dan termasuk tumbuhan berbuah polong. Batang pohonnya
yang cukup keras dapat tumbuh menjadi besar dan daunnya rindang. Daun asam jawa
bertangkai panjang, sekitar 17 cm dan bersirip genap. Bunganya berwarna kuning
kemerah-merahan dan buah polongnya berwarna coklat dengan rasa khas asam. Di
dalam buah polong selain terdapat kulit yang membungkus daging buah, juga
terdapat biji berjumlah 2-5 yang berbentuk pipih dengan warna coklat agak
kehitaman (Ahira, 2011).
Di Nusa Tenggara Timur
diperkirakan sekitar 2000 ton biji asam dapat terkumpul untuk setiap panen dan
belum dimanfaatkan dengan
baik, bahkan ada yang terbuang begitu saja. Komposisi nutrisi biji asam
bervariasi tergantung tanah dan lokasi. Ditinjau dari komposisi nutrisi biji asam
tanpa kulit mengandung protein kasar 13,12%, serat kasar 3,67%, lemak kasar
3,98%, abu 3,25%, bahan ekstrak tanpa nitrogen 75,98% dan energi metabolis
(perkiraan dari energi bruto) 3368 kkal/kg (Rissy, 2003).
Anggorodi (1994) menyatakan bahwa hampir semua sumber protein tumbuh-tumbuhan mempunyai
faktor-faktor yang harus disingkirkan dengan cara teknik pengolahan khusus
untuk membuatnya bernilai gizi maksimum. Selanjutnya dinyatakan bahwa pemanasan adalah perlu untuk menghancurkan faktor-faktor anti nutrisi, akan tetapi terlalu banyak panas adalah
merugikan terhadap nilai nutrisi
lainnya.
Buah polong asam timor
mengandung senyawa kimia antara lain asam appel, asam sitrat, asam anggur, asam
tartrat, asam suksinat, pectin dan gula invert. Buah asam timor yang masak di pohon diantaranya
mengandung nilai kalori sebesar 239kal/100 gram, protein 2,8 gram/100 gram,
lemak 0,6 gram/100 gram, hidrat arang 62,5 gram/100 gram, kalsium 74
miligram/100 gram, fosfor 113 miligram/100 gram, zat besi 0,6 miligram/100 gram,
vitamin A 30 SI/100 gram, vitamin B1 0,34 miligram/100 gram, vitamin C 2
miligram/100 gram. Kulit bijinya mengandung phlobatannin dan bijinya mengandung
albuminoid serta pati (Ahira, 2011).
Tannin adalah senyawa phenolic
yang larut dalam air, dengan berat molekul antara 500-3000 dan dapat
mengendapkan protein dari larutan.
Secara kimia tannin sangat kompleks dan biasanya dibagi kedalam dua
grup, yaitu hydrolizable tannin dan condensed tannin. Hydrolizable tannin mudah dihidrolisa secara kimia atau oleh enzim
dan terdapat di beberapa legume tropika seperti Acacia sp, sedangkan Condensed
tannin atau tannin terkondensasi paling banyak menyebar di tanaman dan dianggap
sebagai tannin tanaman (Anonymous, 2010).
Pemasakan makanan mempunyai
pengaruh yang berbeda-beda terhadap daya cerna. Pemanasan beberapa suplemen
protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dapat memperbaiki daya cernanya yang
rusak karena inhibitor enzim yang terdapat dalam bahan tersebut (Tillman, dkk.
1998).
Lani (2010) melaporkan bahwa
penggunaan tepung biji asam dalam ransum babi umur pertumbuhan sampai dengan
level 60% nyata mengurangi konsumsi ransum dan cenderung menurunkan nilai
kecernaan bahan kering dan bahan organik.
Penggunaan tepung biji asam dengan level 30% menghasilkan konsumsi ransum
tertinggi dibandingkan dengan level 40%, 50% dan 60%. Bahan pakan lain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jagung kuning, dedak padi, tepung ikan,
ampas tahu dan kapur.
Konstantinus (1990)
melaporkan bahwa penggunaan tepung biji asam ke dalam ransum
basal sampai dengan level 35% tidak menekan konsumsi ransum, konsumsi air dan
tidak memperburuk konversi makanan dibandingkan dengan perlakuan tanpa tepung biji
asam, 15% tepung biji asam dan 25% tepung biji asam. Konversi
ransum tertinggi diperoleh perlakuan R2 (3,21) kemudian diikuti R1 (3,25), R0
(3,31) dan R3 (3,42). Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh perlakuan tidak
nyata (P>0,05) terhadap konversi makanan ternak babi penelitian. Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah dedak halus, jagung kuning, tepung ikan dan kacang hijau.
Dando (2002) melaporkan bahwa
pemberian tepung ikan dan tepung biji asam ke dalam ransum basal berupa limbah
pengolahan minyak kelapa (ampas kelapa) tidak berpengaruh negatif terhadap
kadar hemoglobin dan total protein plasma ternak babi peranakan VDL umur
pertumbuhan. Selanjutnya dinyatakan bahwa pemberian tepung biji asam dan tepung
ikan dalam ransum basal secara bersama-sama memberikan respon yang positif
terhadap total protein plasma.
Probiotik
Probiotik
merupakan salah satu feed additive yang akhir-akhir ini banyak digunakan untuk
ternak. Ada bermacam-macam jenis feed aditive diantaranya adalah obat-obatan, antibiotika atau
hormon-hormon pertumbuhan. Belakangan ini pemberiannya tidak
memuaskan karena sedikit banyak mempunyai efek samping yang kurang baik,
terhadap ternaknya sendiri, maupun terhadap manusia yang mengkonsumsi hasil
ternaknya. Sebagai contoh pemberian antibiotika dapat menyebabkan resistensi
terhadap suatu jenis penyakit, sehingga penyakit tersebut sulit untuk
disembuhkan dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya jenis penyakit baru. Penggunaan
hormon-hormon pertumbuhan dapat menyebabkan efek yang kurang baik terhadap
manusia yang mengkonsumsi hasil ternaknya, karena residu yang tertinggal dari
hormon-hormon pertumbuhan pada daging atau telur ayam, secara tidak langsung
akan ikut terkonsumsi juga oleh manusia yang memakannya dan terakumulasi dalam
tubuh.
Probiotik merupakan suatu makanan
tambahan atau feed aditive yang berupa mikroorganisme hidup, baik bakteri
maupun yeast/kapang yang diberikan melalui campuran ransum atau air minum.
Adapun tujuan pemberian probiotik adalah untuk memperbaiki keseimbangan
populasi mikroba di dalam
saluran pencernaan, dimana mikroba-mikroba yang menguntungkan populasinya akan
meningkat dan menekan pertumbuhan mikroba yang merugikan yang sebagian besar
adalah mikroba penyebab penyakit (mikroba patogen). Pemakaian probiotik ini
tidak mempunyai pengaruh yang negatif, baik kepada ternaknya sendiri, maupun
kepada manusia yang mengkonsumsi hasil ternaknya. Selain itu pemberian
probiotik juga dapat digunakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya
kontaminasi mikroba penyebab penyakit (mikroba patogenik) terhadap
produk-produk, sehingga produk-produk yang dihasilkan terjaga kehigienisannya
(Budiansyah, 2004).
Istilah “probiotik” berasal dari
bahasa yunani “probios” yang dalam biologi berarti untuk kehidupan. Istilah
tersebut pertama kali digunakan untuk menjelaskan substansi (zat) yang
disekresikan oleh suatu mikroba/mikroorganisme yang dapat memacu pertumbuhan
(Fuller, 1992).
Budiansyah (2004) menyatakan bahwa
mikroba-mikroba probiotik secara alami telah ada dalam tubuh hewan, ternak atau
manusia, dan merupakan bagian pertahanan tubuh karena membantu tubuh melawan
mikroba-mikroba yang berbahaya bagi kesehatan. Di dalam saluran pencernaan
mikroba-mikroba ini mendukung kesehatan saluran pencernaan. Selanjutnya
dinyatakan bahwa mekanisme
kerja dari probiotik masih banyak yang kontroversi, tetapi beberapa mekanisme
berikut penting untuk menjadi bahan pertimbangan, antara lain adalah :
a.
Melekat/menempel dan berkolonisasi dalam saluran pencernaan.
Kemampuan probiotik untuk bertahan hidup
dalam saluran pencernaan dan menempel pada sel-sel usus adalah sesuatu yang
diinginkan. Hal ini merupakan tahap
pertama untuk berkolonisasi, dan selanjutnya dapat dimodifikasi untuk sistem
imunisasi/kekebalan hewan inang.
Kemampuan menempel yang kuat pada sel-sel usus ini akan menyebabkan
mikroba-mikroba probiotik berkembang dengan baik dan mikroba-mikroba patogen
terreduksi dari sel-sel usus hewan inang, sehingga perkembangan
organisme-organisme patogen yang menyebabkan penyakit tersebut dalam
saluran pencernaan akan mengalami hambatan.
b.
Berkompetisi terhadap makanan dan memproduksi zat anti mikrobial
Mikroba probiotik menghambat organisme patogenik dengan
berkompetisi untuk mendapatkan sejumlah terbatas substrat bahan makanan untuk
difermentasi. Substrat bahan makanan tersebut diperlukan agar mikroba probiotik
dapat berkembang dengan baik. Substrat bahan makanan yang mendukung
perkembangan mikroba probiotik dalam saluran pencernaan disebut
“prebiotik”. Prebiotik ini adalah
terdiri dari bahan-bahan makanan yang pada umumnya banyak mengandung
serat. Sejumlah mikroba probiotik
menghasilkan senyawa atau zat-zat yang diperlukan untuk membantu proses
pencernaan substrat bahan makanan tertentu dalam saluran pencernaan yaitu
enzim. Mikroba-mikroba probiotik penghasil asam laktat dari spesies Lactobacillus,
menghasilkan enzim sellulase yang membantu proses pencernaan. Enzim ini mampu
memecah komponen serat kasar yang merupakan komponen yang sulit dicerna dalam
saluran percernaan ternak unggas.
c.
Menstimulasi mukosa dan meningkatkan sistem kekebalan hewan inang
Mikroorganisme probiotik mampu mengatur
beberapa aspek dari sistem kekebalan hewan inang. Kemampuan mikroba probiotik
mengeluarkan toksin yang mereduksi/menghambat perkembangan mikroba-mikroba
patogen dalam saluran pencernaan, merupakan suatu kondisi yang dapat meningkatkan
kekebalan hewan inang. Toksin-toksin yang dihasilkan tersebut merupakan
antibiotika bagi mikroba-mikroba patogen, sehingga penyakit yang ditimbulkan
oleh mikroba patogen tersebut akan berkurang dan dapat hilang atau sembuh
dengan sendirinya. Hal ini akan memberikan keuntungan terhadap kesehatan hewan
inang sehingga tahan terhadap serangan penyakit.
Sebagian besar probiotik
yang digunakan sebagai aditif adalah tergolong bakteri termasuk dalam species Lactobacillus (L. acidophilus, L. lactis, L.
plantarum) dan Bifidobacterium (B.
bifidum, B. thermophilum), di samping itu terdapat juga bakteri Streptococcus lactis dan jenis fungi
seperti Aspergilus niger, Aspergilus
oryzue (Faishal, 2008).
Haetami, dkk. (2008)
melaporkan bahwa penggunaan kombinasi berbagai jenis probiotik
menunjukkan perbedaan yang nyata baik terhadap kecernaan bahan kering maupun
terhadap kecernaan protein ransum. Selanjutnya dikatakan bahwa kombinasi
ketiga jenis produk bioproses bakteri, kapang dan ragi menghasilkan nilai
kecernaan bahan kering dan kecernaan protein tertinggi dibandingkan kombinasi
campuran dua jenis probiotik dan satu jenis probiotik.
Penelitian yang berkaitan dengan pemberian
probiotik terhadap pakan ternak telah banyak dilakukan. Pemberian Lactobacillus
acidophilus pada pakan ternak meningkatkan pertambahan berat badan sapi dan
efesiensi makanan, sementara tingkat kematian ternak sapi menurun dari 7,5%
menjadi 1,5% akibat pemberian probiotik. Pada ternak ayam pemberian Lactobacillus
meningkatkan pertambahan berat badan 491,3 g/hari dibandingkan dengan kontrol
459,6 g/hari. Penggunaan probiotik sebanyak 0,25% dalam ransum dapat
meningkatkan bobot badan ayam pedaging hingga umur 6 minggu dan memperbaiki
pemanfaatan serat kasar sampai dengan 6% dalam ransum. Selanjutnya dikatakan
bahwa penggunaan probiotik 0,25% dalam ransum ayam buras induk mampu
meningkatkan 19−26% produksi telur, menekan konversi ransum dan kadar air
kotoran ayam serta memberikan tambahan penghasilan sebanyak 44 hingga 48% bagi
peternak. Kultur yeast sebanyak 0,2−0,3% efektif
ditambahkan dalam ransum ayam pedaging umur 0−4 minggu. Namun, penelitian pada babi pengaruh
probiotik baru jelas terlihat apabila ternak tersebut berada dalam kondisi
stres, sementara keadaan normal tidak terdapat pengaruh nyata (Faishal, 2008). Penggunaan kualitas pakan rendah juga
dapat mempengaruhi stres, sehingga dengan pemberian probiotik diharapkan
mengurangi stres dan memperbaiki penampilan produksinya.
Kecernaan Bahan kering
Secara
definitif daya cerna (Digestibility)
adalah bagian dari zat makanan yang tidak diekskresikan dalam feses. Biasanya
dinyatakan dalam dasar bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase
disebut koefisien cerna (Tillman, et al,
1989). Dinyatakan pula bahwa koefisien cerna adalah selisih antara zat-zat yang
terkandung dalam bahan makanan yang dimakan dengan zat-zat yang terkandung
dalam feses. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ada hubungan erat antara koefisien
cerna dan kecepatan pencernaan serta konsumsi bahan makanan, dimana semakin
banyak makanan yang dicerna berarti telah banyak ruang yang tersedia untuk
penambahan makanan. Selanjutnya Sihombing (1997) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi kecernaan suatu bahan makanan adalah komposisi bahan makanan,
konsumsi ransum, penyiapan makanan, faktor hewan dan jumlah makanan.
Menurut Tillman, et al (1998) daya cerna didasarkan atas
suatu asumsi bahwa zat gizi yang tidak terdapat di dalam feses adalah habis
untuk dicerna dan di absorbsi. Sumber
kesalahan lain adalah terdapatnya bahan-bahan yang berasal dari tubuh di dalam feses
sehingga zat makanan yang terdapat di dalam feses tidak hanya berasal dari
makanan. Sebagian dari bahan yang terdapat dalam feses ini adalah enzim yang
disekresikan ke dalam saluran pencernaan yang tidak diabsorbsi kembali dan juga
bahan yang berupa hasil kikisan sel-sel dari dinding pencernaan. Selanjutnya
dikatakan bahwa disamping itu feses juga mengandung lemak dan mineral
metabolik. Nitrogen metabolik dan lemak
metabolik. Nilai-nilai yang didapat pada pencernaan tersebut di sebut koefisien
cerna semu (apparent digestion
coeffisient).
Kecernaan Bahan Organik
Mc Donal et al (1994) mengambarkan bahwa yang dimaksud dengan bahan organik
suatu bahan pakan adalah semua zat nutrisi yang tersusun bersama unsur karbon, hidrogen,
dan oksigen yakni: protein, lemak, Asam nukleat dan Asam-Asam organik. Van
Soest (1982) mengambarkan bahwa bahan organik sebagai bahan kering yang
terbakar atau hilang pada saat pembakaran di dalam tanur pada suhu 5000C.
Tillman,
et al (1989) mendefinisikan daya
cerna sebagai bagian dari zat-zat makanan yang tidak dapat diekskresikan melalui feses. Sedangkan daya cerna makanan
atau kecernaan yang diartikan sebagai proporsi atau jumlah makanan yang
tercerna dalam saluran pencernaan dibanding dengan jumlah makanan yang
dikonsumsi oleh ternak.
Kecernaan
dipengaruhi oleh laju perjalanan makanan dalam saluran pencernaan, bentuk fisik
atau ukuran makanan penyusun ransum, komposisi kimiawi ransum dan pengaruh dari
perbandingan zat makanan lainnya (Anggorodi, 1994). Selanjutnya Tillman, et al (1989) menambahkan bahwa faktor
hewan juga mempengaruhi kecernaan suatu bahan makanan.
MATERI DAN METODE
PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan di Kelurahan Oesapa Kota
Kupang dan Laboratorium Kimia Pakan Fakultas Peternakan Universitas Nusa
Cendana dan selama 10 minggu, yang terbagi dalam 2 minggu periode penyesuaian
dan 8 minggu periode pengumpulan data.
Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi peranakan Landrace
sebanyak 16 ekor, dengan kisaran umur 1,5 – 2 bulan, berbobot badan awal
rata-rata 11,3 ± 2,36 kg (KV . 20,85 %).
Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan lantai semen kasar
yang dibuat agak miring. Kandang ini terdiri dari 16 petak, tiap petak
berukuran 1m x 1m. Kandang dibuat permanen beratap seng serta di lengkapi
tempat makan dan tempat minum.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan merek Dunlop
yang berkapasitas 150 kg untuk menimbang ternak babi dan timbangan berkapasitas
10 kg merek Five Goats untuk menimbang ransum dan feses. Alat lain yang
digunakan adalah sapu lidi, sikat lantai, sekop, ember, penampung feses dan
urine. Penelitian ini menggunakan alat penggiling untuk membuat tepung dan
mesin pelet untuk mengolah ransum.
Penelitian ini menggunakan biji
asam sebagai salah satu komponen penyusun ransum dan disuplementasi dengan
probiotik. Biji asam yang diperoleh dari petani di Timor, diolah terlebih
dahulu dengan cara disangrai, lalu direndam selama semalam untuk melepaskan isi
biji dari kulit kemudian digiling untuk dibuat menjadi tepung.
Probiotik Asam laktat sebagai
suplemen dibuat dengan cara fermentasi melalui proses inkubasi. Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan
probiotik asam laktat adalah wadah fermentasi asam laktat, susu Dancow bubuk full cream sebagai sumber laktosa dan inokulum
mikroba asam laktat komersil yang terdiri atas Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, Lactobacillus
acidophilus dan Bifidobacterium.
Bahan- bahan pakan penyusun ransum yang digunakan meliputi biji asam,
dedak padi, jagung, tepung ikan, ampas tahu, tepung kanji, minyak kelapa, garam
dapur, pigmix, tepung kanji dan
minyak kelapa digunakan sebagai perekat dalam pembuatan pelet.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Bahan
Pakan Penyusun Ransum Penelitian.
No
|
Bahan Pakan
|
ME
(kkal/kg)
|
PK
(%)
|
SK
(%)
|
LK
(%)
|
Ca
(%)
|
P
(%)
|
|
Jagung kuning a
|
3.425
|
8,90
|
2,90
|
3,50
|
0,01
|
0,25
|
|
Dedak halus a
|
2.200
|
13,50
|
13,00
|
0,60
|
0,10
|
1,70
|
|
Tepung ikan a
|
2.500
|
65,00
|
1,00
|
5,50
|
4,50
|
2,70
|
|
Ampas tahu b
|
3.412
|
29,01
|
18,37
|
6,04
|
0,95
|
1,74
|
|
Pigmix c
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0,50
|
-
|
|
Minyak kelapa d
|
8.600
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Tepung biji asam e
|
3.368
|
13,12
|
3,70
|
4,00
|
-
|
-
|
|
Kacang kedelai a
|
2.825
|
44,00
|
7,00
|
0,50
|
0,25
|
0,60
|
|
Tepung kanji a
|
3.317
|
2,40
|
-
|
0,30
|
0,15
|
0,08
|
|
Kacang hijau f
|
2.330
|
27,40
|
4,50
|
8,00
|
1,06
|
0,78
|
Keterangan
: a : NRC, (1988)
b : Parakkasi,
(1990)
c : Pig mix :
merupakan campuran dari beberapa vitamin, asam amino
dan mineral untuk ternak babi.
d : Bunga, (2008) Skripsi Fapet Undana
e : Rissy, (2003)
f : Anggorodi, (1994)
Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian Hasil Perhitungan
Bahan Pakan
|
Ransum
Penelitian (%)
|
|||
R0
|
R1
|
R2
|
R3
|
|
Jagung giling
|
15,00
|
15,00
|
15,00
|
15,00
|
Dedak padi
|
20,00
|
20,00
|
20,00
|
20,00
|
Tepung ikan
|
5,00
|
5,00
|
5,00
|
5,00
|
Ampas tahu
|
10,00
|
10,00
|
10,00
|
10,00
|
Tepung kedelai
|
20,00
|
15,00
|
7,00
|
-
|
Tepung kacang
hijau
|
10,00
|
5,00
|
3,00
|
-
|
Tepung biji asam
|
-
|
10,00
|
20,00
|
30,00
|
Tepung kanji
|
17,00
|
17,00
|
17,00
|
17,00
|
Minyak kelapa
|
1,00
|
1,00
|
1,00
|
1,00
|
Garam dapur
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
Pigmix
|
1,50
|
1,50
|
1,50
|
1,50
|
Total
|
100,00
|
100,00
|
100,00
|
100,00
|
Kandungan Nutrisi
|
|
|
|
|
Bahan kering (%)
|
87,98
|
88,00
|
88,08
|
88,10
|
Protein kasar (%)
|
19,22
|
18,63
|
17,67
|
16,78
|
EM (kkal/kg)
|
3200
|
3100
|
3200
|
3280
|
Serat kasar (%)
|
6,77
|
6,57
|
6,29
|
6,03
|
Lemak Kasar
(%)
|
2,48
|
2,45
|
2,65
|
2,78
|
Keterangan : Kandungan nutrisi ransum
penelitian dihitung berdasarkan Tabel 1
Prosedur Penelitian
1. Pengolahan Biji Asam
Biji asam yang digunakan dalam penelitian adalah hasil
ikutan dari panen daging buah Asam yang diperoleh dari petani di Timor.
Proses pengolahan biji asam yang dilakukan sebelum
digunakan sebagai salah satu komponen penyusun ransum adalah:
a.
Biji asam disangrai sampai berwarna coklat kehitaman
dan mengeluarkan aroma gurih (± 20 menit),
b. Kemudian biji asam sangrai tersebut
direndam dalam air selama ± 24 jam agar kulit bijinya terkelupas.
c. Biji asam tanpa kulit selanjutnya
dijemur untuk digiling menjadi tepung.
Tepung biji
asam selanjutnya dicampur dengan bahan-bahan pakan penyusun ransum dan diolah
dalam bentuk pelet dengan menggunakan mesin pelet milik UPTD Tarus,
Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang.
2. Pembuatan Probiotik Asam Laktat
a.
Mencampur susu Dancow bubuk full cream (sebagai sumber laktosa) sebanyak 3 sendok
makan dengan 200 ml air hangat kemudian diaduk hingga homogen,
b.
Campuran tersebut ditambahkan dengan ½ sendok makan
inokulum mikroba asam laktat komersil,
c.
Media susu yang mengandung kultur mikroba asam laktat
selanjutnya ditutup rapat (kedap udara) dan di simpan pada suhu ruangan selama
± 24 – 48 jam hingga fermentasi berlangsung optimal.
3. Prosedur Pengacakan
Sebelum proses pengacakan terlebih dahulu dilakukan
pemberian nomor kuping pada ternak (nomor 1-16), kemudian ternak babi ditimbang
untuk memperoleh berat badan awal. Selanjutnya ternak diurutkan menurut berat
badan dari yang terendah sampai yang tertinggi dan dibagi dalam 4 kelompok
menurut berat badan dan masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor. Sesudah
itu, dilakukan pengacakan 4 macam ransum penelitian dalam masing-masing
kelompok dimana masing-masing ternak dalam satu kelompok mendapat satu dari 4
macam ransum penelitian secara acak.
4. Pelaksanaan penelitian
Ransum diberi secara periodik dengan frekuensi
pemberian 2 kali yaitu pada pagi dan sore hari sedangkan probiotik diberikan
langsung pada mulut ternak. Ransum diberi dalam bentuk kering sedangkan air
minum selalu ditambahkan dan diganti dengan air bersih apabila air minum habis
atau kotor. Pembersihan kandang dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari
dan pada sore hari.
5. Metode Pengambilan Feses
Pengambilan
feses dilakukan berturut-turut seperti petunjuk dibawah ini
a. Pengambilan feses dilakukan selama 2 minggu
pada masa pengumpulan data, sehari dilakukan 2 kali pengambilan feses yakni
pada pagi hari sebelum pemberian makan pagi, feses dikumpulkan untuk mengambil
data hari kemarin dan pada sore hari untuk mengambil data feses hari ini.
b. Feses yang diambil ditimbang untuk
diketahui berat segarnya.
c. Feses dijemur sampai kering kemudian
ditimbang untuk mengetahui berat keringnya.
d. Feses
kering masing-masung kandang dikomposit dan diambil 10% sehingga diperoleh 16
sampel untuk dianalisis di laboratorium.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan dengan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4
kelompok.
Perlakuan
yang dicobakan meliputi:
R0
= Ransum tanpa tepung biji asam dan tanpa probiotik
R1
= Ransum mengandung 10 % tepung biji asam
+ 2,5 % probiotik
R2
= Ransum mengandung 20 % tepung biji asam
+ 2,5 % probiotik
R3
= Ransum mengandung 30 % tepung biji asam
+ 2,5 % probiotik
Pemanfaatan tepung biji asam dalam campuran ransum dihitung berdasarkan
berat total ransum yakni dalam 100 kg, sedangkan probiotik diberikan pada
ternak sebanyak 2,5 % dari total pemberian ransum.
Parameter yang Diukur
Parameter yang
diukur dalam penelitian ini adalah :
a.
Kecernaan Bahan Kering.
Kecernaan Bahan Kering yaitu
persentase jumlah bahan kering tercerna yang dihitung berdasarkan petunjuk
Tillman,et al (1989) yaitu
menggunakan rumus :
%DBK =
Dimana : DBK = Daya
cerna bahan kering.
BKI
= Jumlah bahan kering yang dikonsumsi.
BKF = Jumlah bahan kering yang terdapat
dalam feses.
b.
Kecernaan Bahan Organik.
Kecernaan Bahan Organik yaitu
persentase jumlah bahan organik tercerna yang dihitung berdasarkan petunjuk
Tillman,et al (1989) yaitu menggunakan
rumus :
%DBO =
Dimana:
DBO = Daya cerna bahan organik.
BOI =
Jumlah bahan organik yang dikonsumsi.
BOF =
Jumlah bahan organik yang terdapat dalam feses.
Analisis Data
Data
yang diperoleh dalam penelitian ini ditabulasi lalu dianalisis menurut prosedur
Sidik Ragam Analysis Of Variance (ANOVA) sesuai dengan petunjuk Furgen (1999)
untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diteliti dan untuk
mengetahui perbedaan antara perlakuan maka diadakan uji lanjut dengan
menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan dengan petunjuk Gasperz (1991).
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Keadaan Umum Ternak Penelitian
Pada awal masa penyesuaian semua ternak
memperlihatkan kondisi yang baik dan sehat seperti gerakan yang lincah,
bersemangat dan nafsu makan yang tinggi. Pada pertengahan minggu ke-1
penyesuaian, ternak yang mendapat perlakuan menunjukkan tanda-tanda seperti
feses encer, tidak bersemangat dan nafsu makannya berkurang. Hal ini diduga
karena ternak masih menyesuaiakan diri dengan ransum yang diberikan. Terhadap
gejala ini dilakukan pengobatan dengan pemberian antibiotik dan obat cacing Vermixon dengan cara injeksi atau disuntik.
Pada akhir minggu ke-2 fase penyesuaian ternak-ternak tersebut terlihat mulai
sehat kembali.
Pada minggu berikutnya
sampai akhir penelitian, semua ternak penelitian menunjukkan kondisi sehat
dengan terus meningkatnya pertambahan bobot badan.
Hasil Analisis Proksimat Ransum Penelitian
Penelitian ini menggunakan biji
asam sebagai salah satu komponen penyusun ransum dan disuplementasi dengan
probiotik. Kandungan nutrien dalam tepung biji asam hasil pengolahan dengan
cara disangrai dan sesudah dibersihkan dari kulit biji yang kuat dan keras
dapat dilihat dalam Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Nutrien dalam Biji asam Timor
Hasiil Sangrai (% BK)
Komponen
|
Kandungan Gizi
|
Bahan kering, %
|
91,70
|
Bahan organik, %
|
61,49
|
Protein kasar, %
|
17,15
|
Serat kasar, %
|
10,52
|
Total karbohidrat, %
|
37,78
|
Bahan ekstrak tanpa nitrogen, %
|
27,26
|
Lemak kasar, %
|
6,56
|
Gross Energi, %
|
3078,49
|
Keterangan: Analisis Laboratorium Kimia Pakan,
Fakultas Peternakan, Undana (2010)
Pada Tabel 3 terlihat bahwa biji
asam tanpa kulit sangat berpotensi digunakan sebagai salah satu pakan
alternatif mengacu pada kandungan protein dan energinya yang cukup tinggi namun
kendala pemanfaatan yang telah diidentifikasi adalah terdapatnya antinutrisi Tannin sehingga perlu diolah terlebih
dahulu yakni dengan cara disangrai agar menurunkan efek dari antinutrisi
tersebut. Menurut DeSchutter dan Morris (1990) yang dikutip Sembiring et al (2010), cara yang paling efektif
digunakan dalam mengeleminasi kandungan antinutrisi adalah dengan cara
disangrai (Dry roasting). Untuk
mengantisipasi kandungan antinutrisi yang mungkin tersisa dari biji asam yang
telah disangrai maka perlu ditambahkan pakan imbuhan kedalam ransum, menurut
Fuller (1992) yang dikutip Sembiring, et
al (2010) bahwa penambahan suplemen pakan seperti probiotik perlu
dilakukan, terutama pada pemberian ransum yang mengandung antinutrisi mengingat
fungsi probiotik dapat meningkatkan keseimbangan mikroflora dalam saluran
pencernaan ternak.
Pakan suplemen probiotik
dibuat dengan cara fermentasi dalam media susu skim dan diberi pada ternak
starter dengan cara mencampurkannya dalam ransum. Kandungan nutrien probiotik
diperlihatkan dalam Tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4. Komposisi
Nutrisi Probiotik yang ditambahkan dalam ransum penelitian (% BK)
Komponen
|
Kandungan Gizi
|
Bahan kering (%)
|
8,75
|
Protein Kasar (%)
|
33,44
|
Lemak Kasar (%)
|
6,56
|
Serat Kasar
|
0,21
|
Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (%)
|
51,23
|
Abu
|
8,56
|
Ca
|
0,48
|
P
|
1,31
|
Gross Energi (Kkal/kg)
|
4772
|
Keterangan: Hasil Analisis Laboratorium
Kimia Pakan, Almira, Kupang (2010)
Dari Tabel diatas terlihat bahwa kandungan nutrisi yang terkandung dalam
probiotik cukup tinggi seperti protein kasar, BETN dan gross energi. Hal ini memberikan
dampak yang positif terhadap ternak babi yang diberikan pakan suplemen ini.
Komposisi zat makanan yang terkandung dalam ransum penelitian dianalisis
di Laboratorium Kimia Pakan Fakultas Peternakan, UNDANA. Ransum tersebut
tersusun dari: dedak padi, jagung,
tepung ikan, ampas tahu, tepung kanji, minyak kelapa, garam dapur, dan pigmix. Hasil
analisis komposisi zat makanan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Nutrisi Ransum
Penelitian Hasil Analisis Laboratorium.
Zat-Zat nutrisi
|
Perlakuan
|
|||
R0 (%)
|
R1 (%)
|
R2 (%)
|
R3 (%)
|
|
Bahan Kering (%)
|
88,48
|
88,55
|
89,16
|
87,92
|
Bahan Organik (%)
|
92,31
|
92,84
|
92,48
|
93,14
|
Protein (%)
|
19,05
|
18,32
|
17,28
|
16,35
|
Lemak (%)
|
7,98
|
8,46
|
8,82
|
9,07
|
Serat Kasar (%)
|
6,43
|
6,18
|
5,84
|
5,58
|
Karbohidrat (%)
|
65,27
|
66,06
|
66,37
|
67,72
|
BETN (%)
|
58,84
|
59,87
|
60,54
|
62,14
|
Gross Energi (Kkal/kg)
|
4436
|
4465
|
4448
|
4469
|
Sumber
: Hasil analisis Laboratorium Kimia Pakan Fapet Undana Kupang 2010.
Pada Tabel 5 terlihat bahwa kandungan zat-zat makanan
untuk tiap perlakuan relatif sama. Hal ini menunjukan bahwa susunan ransum
sudah cukup homogen dan relatif seragam serta sudah sesuai dengan kebutuhan
ternak terutama kebutuhan protein dan energi bagi ternak babi sesuai
rekomendasi NRC (1998).
Apabila dibandingkan dengan Tabel 2 maka akan
terlihat adanya perbedaan antara
komposisi zat-zat nutrisi ransum. Hal ini disebabkan oleh penambahan probiotik
dalam ransum mengingat di dalam probiotik terdapat kandungan nutrisi yang cukup
tinggi. Selain itu dikarenakan faktor-faktor seperti bahan pakan penyusun
ransum, teknik pengolahan, penyimpanan dan ketelitian analisa laboratorium .
Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi
Ransum
Konsumsi ransum dari ternak penelitian di ukur berdasarkan konsumsi bahan
kering pada semua tingkat perlakuan yang diperoleh dengan menghitung jumlah pakan yang
terkonsumsi dikalikan dengan persentase bahan kering ransum. Rataan konsumsi
ransum semakin meningkat sejalan dengan tingkat berat badan ternak
masing-masing kelompok, ternak yang lebih besar seperti pada kelompok IV
memiliki rataan konsumsi ransum yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
yang lain, hal ini dikarenakan ternak yang lebih besar memiliki kebutuhan akan
bahan makanan yang lebih besar sesuai dengan berat badannya. Menurut Kyriazakis
(1994), ternak babi mengkonsumsi makanan sesuai dengan zat gizi yang dibutuhkan
dan yang tersedia dalam ransum yang diberikan. Rataan konsumsi ransum disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Konsumsi Ransum (g/ekor/hari)
Kelompok
|
Perlakuan
|
Total
|
Rataan
|
|||
R0
|
R1
|
R2
|
R3
|
|||
I
|
907.14
|
931.25
|
948.21
|
928.57
|
3,715.17
|
928.79
|
II
|
987.50
|
1,010.71
|
966.07
|
958.92
|
3,923.20
|
980.80
|
III
|
1,142.85
|
1,123.21
|
1,178.57
|
1,053.57
|
4,498.20
|
1,124.55
|
IV
|
1,171.42
|
1,166.07
|
1,076.78
|
1,089.28
|
4,503.55
|
1,125.89
|
Total |
4,208.91
|
4,231.24
|
4,169.63
|
4,030.34
|
16,640.12
|
|
Rataan
|
1,052.23a
|
1,057.81a
|
1,042.41a
|
1,007.59a
|
|
1,040.01
|
Keterangan : Nilai
rataan dengan superskrip yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
(p>0,05)
Berdasarkan
Tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata konsumsi ransum tertinggi adalah
ternak yang mendapat perlakuan R1, kemudian di ikuti oleh ternak
dengan perlakuaan R0, R2, R3.
Hasil
analisis ragam (ANOVA) menunjukan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (P
>0,05) terhadap konsumsi ransum. Ini menunjukan bahwa babi yang diberikan
ransum dengan substitusi biji asam Timor terhadap kedelai dan kacang hijau
dalam ransum sebanyak 10 % pada R1,
20 % pada R2, 30 % pada R3 dengan tambahan
probiotik pada masing-masing ransum tersebut sebanyak 2,5 % dan R0 tanpa
biji asam ternyata konsumsi ransumnya relatif sama. Tidak adanya perbedaan
pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum diduga berkaitan dengan kandungan
nutrien khususnya energi dan tingkat palatabilitas ransum yang relatif sama.
Hal ini didukung oleh Aritonang (1993) bahwa konsumsi ransum pada ternak babi
sangat dipengaruhi oleh palatabilitas dan bentuk fisik ransum. Ransum yang
digunakan dalam penelitian umumnya memiliki ukuran partikel yang kecil karena
semua bahan penyusun ransum telah digiling menjadi tepung yang berdampak
langsung pada palatabilitas ransum. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian lain, menurut Kyriazakis (1994) yang dikutip Sembiring, et al (2010) mengemukakan bahwa
banyaknya ransum yang dikonsumsi ternak babi dipengaruhi oleh konsentrasi
energi dan zat-zat makanan lainnya dalam ransum yang di konsumsi. Selain itu
menurut Tillman et al, (1989) bahwa
konsumsi ransum dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti palatabilitas, kandungan
gizi, bangsa dan laju pertumbuhan ternak.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Kering Ransum
Daya cerna bahan kering ransum ternak penelitian berbanding terbalik
dengan konsumsi ransum, semakin tinggi kelompok semakin rendah daya cerna, ini
berarti semakin tinggi berat badan maka daya cerna bahan kering ternak terhadap
ransum semakin menurun. Hal ini diduga komposisi ransum yang kurang memenuhi
kebutuhan ternak dikarenakan faktor berat badan memiliki peran penting dalam mengukur
kebutuhan nutrisi ternak dan tahapan koleksi data yang kurang teliti. Rataan
kecernaan bahan kering disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Kecernaan Bahan Kering (%)
Kelompok
|
Perlakuan
|
Total
|
Rataan
|
|||
R0
|
R1
|
R2
|
R3
|
|||
I
|
85.77
|
85.76
|
86.29
|
87.97
|
345.79
|
86.45
|
II
|
79.45
|
82.88
|
87.44
|
78.20
|
327.98
|
81.99
|
III
|
86.09
|
85.88
|
85.71
|
81.48
|
339.17
|
84.79
|
IV
|
73.29
|
85.72
|
82.29
|
78.30
|
319.60
|
79.90
|
Total |
324.59
|
340.25
|
341.73
|
325.96
|
1,332.53
|
|
Rataan
|
81.15a
|
85.06a
|
85.43a
|
81.49a
|
|
83.28
|
Keterangan : Nilai rataan dengan superskrip yang
sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0,05)
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan kecernaan bahan kering tertinggi
adalah pada ternak yang mendapat perlakuan R2 yaitu sebesar 85,43 %.
selanjutnya diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan R1 sebesar
85,06 % dan ternak yang mendapat perlakuan R3 sebesar 81,49 %.
sedangkan rataan kecernaan bahan kering terendah adalah ternak yang mendapat
perlakuan R0 sebesar 81,15 %.
Pada hasil analisis sidik ragam (ANOVA)
menunjukan bahwa perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kecernaan
bahan kering ransum. Dari rataan tersebut dapat
dilihat bahwa probiotik membantu kecernaan bahan kering seperti pada ransum R2
yang memberikan kecernaan bahan kering yang lebih tinggi. Apabila
dalam ransum perlakuan yang menggunakan tepung biji asam tidak ditambahkan
probiotik maka kecernaan bahan kering dari ransum tersebut akan sangat rendah. Menurut Tacon (1986) yang dikutip Haetami, et al (2008) menyatakan bahwa tanpa
adanya probiotik sebagai sumber enzim eksogen dan penyeimbang mikroflora usus,
kurang menunjang efektifitas kerja saluran pencernaan yang pada gilirannya akan
menurunkan kecernaan. Tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap kecernaan
bahan kering disebabkan oleh kandungan nutrisi ransum penelitian relatif sama
dan juga bentuk serta ukuran yang sama. Sehingga walaupun setiap perlakuan
memiliki level penggunaan biji asam yang berbeda untuk tiap ransum mulai dari R0
tanpa biji asam dan R1,
R2 dan R3 masing-masing 10 %, 20 %, 30 % biji asam
sebagai substitusi kacang kedelai dan kacang hijau ditambah probiotik 2,5 %
tetapi memiliki nilai kecernaan bahan kering yang relatif sama. Hal ini
didukung oleh pendapat Therik (1992) yang dikutip Tarapanjang, (2009) bahwa
tinggi rendahnya kualitas pakan sangat menentukan tingkat kecernaan zat-zat
makanan. Pendapat tersebut sejalan dengan Tillman, et al., (1989) yang menyatakan bahwa komposisi kimia dan ukuran
partikel mempengaruhi kecernaan.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Organik Ransum
Rataan kecernaan bahan organik ransum disajikan pada
Tabel 8.
Tabel 8. Rataan Kecernaan Bahan Organik (%)
Kelompok
|
Perlakuan
|
Total
|
Rataan
|
|||
R0
|
R1
|
R2
|
R3
|
|||
I
|
89.16
|
89.06
|
89.19
|
90.80
|
358.21
|
89.55
|
II
|
84.17
|
87.08
|
90.12
|
83.32
|
344.70
|
86.17
|
III
|
89.17
|
89.00
|
89.02
|
85.85
|
353.05
|
88.26
|
IV
|
79.52
|
88.80
|
86.34
|
83.26
|
337.92
|
84.48
|
Total |
342.02
|
353.95
|
354.68
|
343.23
|
1,393.88
|
|
Rataan
|
85.50a
|
88.49a
|
88.67a
|
85.81a
|
|
87.12
|
Keterangan :
Nilai rataan dengan superskrip yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
(p>0,05)
Dari Tabel 8 terlihat bahwa rataan kecernaan bahan
organik berkisar dari 85,50% – 88,67%. Dengan rataan kecernaan tertinggi
dicapai oleh ternak-ternak yang mendapat perlakuan R2 (88,67%)
diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan R1 (88,49%), R3
(85,81%) dan rataan terendah oleh ternak-ternak yang mendapat perlakuan R0
(85,50%).
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukan bahwa perlakuan berbeda
tidak nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan kering ransum. Tidak adanya
pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan kering disebabkan oleh kandungan
nutrisi ransum penelitian relatif sama terutama protein kasar, energi
termetabolis dan serat kasarnya relatif sama. Sehingga walaupun setiap
perlakuan memiliki level penggunaan biji asam yang berbeda untuk tiap ransum
mulai dari R0 tanpa biji asam dan
R1, R2 dan R3 masing-masing 10 %, 20 %,
30 % biji asam sebagai substitusi kacang kedelai dan kacang hijau ditambah
probiotik 2,5 % tetapi memiliki nilai kecernaan bahan organik yang relatif
sama. Hal ini didukung oleh pendapat Tillman, et al., (1989) yang dikutip Deru, (1998) bahwa kecernaan
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti komposisi makanan, komposisi ransum,
penyiapan bahan makanan, faktor ternak dan fakor jumlaah bahan pakan, didukung
pula dengan rekomendasi NRC (1988) bahwa ternak babai fase starter memerlukan
protein kasar sekitar 18-20 % dan energi metabois 2850 – 3100 kkal/kg.
Selain itu penambahan probiotik belum mampu memperbaiki kecernaan bahan organik
ransum sehingga memberikan pengaruh yang tidak nyata antara tiap perlakuan. hal itu diduga dikarenakan penggunaan inokulum yang
berbeda dengan umur bahkan berat badan ternak. Menurut Aisjah (1995) yang
dikutip Haetami, et al (2008) bahwa jumlah
mikroba yang ditanam sangat menentukan produk bioproses. Selanjutnya dinyatakan
bahwa tingkat dosis inokulum dan waktu berkaitan dengan besaran populasi mikroba
yang berpeluang menentukan cepat tidaknya perkembangan mikroba dalam
menghasilkan enzim untuk merombak substrat sehingga pada gilirannya berpengaruh
terhadap produk akhir.
Lubis
(1963) dalam Kerans (2002) yang dikutip Lani, (2010) menyatakan bahwa tinggi
rendahnya persentase daya cerna suatu bahan makanan dipengaruhi oleh berbagai
faktor dalam komposisi kimia bahan makanan dimana komponen serat kasar
mempunyai pengaruh besar. Selanjutnya Baird, et al (1970) yang dikutip Parakkasi (1990) menyatakan bahwa
walaupun alat pencernaan ternak babi relatif kecil dan sederhana ternyata
ternak babi masih dapat mengkonsumsi bahan makanan yang berserat kasar 11,5 %
secara maksimum.
Hal
lain yang dapat meningkatkan daya cerna bahan organik adalah jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi oleh ternak dimana semakin besar jumlah yang dikonsumsi
berarti laju perjalanan bahan makanan dalam saluran pencernaan semakin cepat.
Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman, et
al., (1989) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara daya cerna
dan kecepatan pencernaan serta konsumsi bahan kering dimana semakin tinggi daya
cerna suatu bahan makanan semakin cepat pula aliran bahan makanan dalam alat
pencernaan sehingga tersedia ruang untuk penambahan bahan makanan.
Faktor
lain yang dapat mempengaruhi daya cerna adalah penyiapan bahan makanan dimana
perlakuan terhadap beberapa jenis bahan makanan misalnya pemotongan,
penggilingan dan pemanasan akan mempengaruhi daya cerna. Hal ini sejalan dengan
pendapat Aritonang (1994) yang menyatakan bahwa butiran-butiran yang digiling
sebelum diberikan kepada ternaak memberikan permukaan yang luas terhadap getah
pencernaan sehingga mempertinggi kecernaan bahan tersebut.
KESIMPULAN DAN
SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung biji asam
ditambah dengan probiotik sebagai pengganti kacang kedelai dan kacang hijau dalam
ransum pada ternak penelitian hingga level 30 % ditambah probiotik 2,5 % tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
kecernaan bahan kering dan bahan organik.
SARAN
Disarankan
agar dilakukan penelitian lanjutan dengan penggunaan tepung biji asam dan
probiotik sebagai pengganti kacang kedelai dan kacang hijau pada level diatas
30 % untuk melihat perbedaan nyata penggunaan biji asam dan probiotik dalam
ransum terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik.
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, Anne. 2011. Asam Jawa sebagai
Obat. www. biji asam (tamarindus
indica).com
(30 Februari 2011).
Anggorodi, H. R. 1994. Ilmu Makanan
Ternak Unggas. Universitas Indonesia. Jakarta.
Anonymous. 2010. Pedoman Beternak Babi. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Aritonang, D. 1993. Babi Perencanaan
dan Pengelolaan Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Propinsi Nusa Tenggara Timur. 2009. Nusa Tenggara
Timur dalam Angka. Katalog BPS: 1402.53.
Bengu, M. 2001. Pengaruh Suplementasi
Tepung Biji asam dan Tepung Ikan Dalam Ransum Basal Ampas Kelapa terhadap
Kecernaan Bahan Organik pada Babi Umur Pertumbuhan. Skripsi Fapet Undana.
Kupang.
Budiansyah, A. 2004. Pemanfaatan
Probiotik dalam Meningkatkan Penampilan Produksi Ternak Unggas. www.probiotik.com (7 Oktober 2010).
Bunga, M. A. 2008. Pengaruh
Penggunaan Ragi Tape (Saccharomyces cerevisiae) dalam Ransum terhadap Energi
Tercerna dan Energi Termetabolisme pada Babi Peranakan VDL Sapihan. Skripsi
Fapet Undana. Kupang.
Dando, David. 2002. Pengaruh Pemberian Tepung Biji asam dan
Tepung Ikan terhadap Kadar Hemoglobin Darah dan Total Protein Plasma Ternak
Babi Peranakan VDL Umur Pertumbuhan yang Mendapat Limbah Pengolahan Minyak
Kelapa. Skripsi Fapet Undana. Kupang.
Deru,
Y. M. 2003. Pengaruh Pemberian Berbagai
Pakan Sumber Protein dalam Ransum Terhadap
Konsumsi Bahan Kering Ransum dan Kecernaan Bahan Organik pada Ternak Babi Lokal
Peranakan Umur 3-4 Bulan. Skripsi FAPET UNDANA: Kupang.
Faishal. 2008. Probiotik Pengganti Antibiotik
dalam Pakan Ternak. www.probiotik.com (30 September 2010).
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan
Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.
Fuller, R. 1992. History and Developments of Probiotics. In: Probiotics the
Scientific Basis. Ed.: R. Fuller. Chapman and Hall, London. Pp. 1-7.
Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan
Percobaan. CV. Armico. Bandung.
Haetami, K. Abun. Mulyani, Y. 2008. Studi
Pembuatan ProbiotikBAS (Bacillus licheniformis, Aspergillus niger,
dan Sacharomices cerevisiae) sebagai Feed Suplement serta Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Ikan Nila Merah). Laporan Penelitian Universitas Padjadjaran.
Bandung. www.probiotik.com (2 Juli 2011).
Harper, H. A. V, W, Rodwel. Peter, A. M. 1978. Review of Fisiological
Chemistry.
Konstantinus, D. 1990. Pengaruh
Penambahan Tepung Biji asam ke dalam Ransum Basal terhadap Konsumsi Ransum,
Konsumsi Air dan Konversi Makanan Ternak Babi Peranakan VDL. Skripsi Fapet
Undana. Kupang.
Lani, M. L. 2010. Pengaruh Penggunaan
Tepung Biji asam dalam Ransum terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
pada Ternak Babi Umur Pertumbuhan. Skripsi Fapet Undana. Kupang.
Ly dan Likadja, R. D. H. 1998 . Suplementasi
Tepung Biji asam dan Tepung Ikan Dalam Ransum Basal Yang Terdiri Dari Limbah
Pengolahan Minyak Kelapa di Kelurahan Bakunase, Kota Madya Kupang. Jurnal
Ilmiah Fapet- Undana. Kupang.
Mcdonald, P. R, A, Edwards dan J, F, D, Greenhalgh. 1988. Animal Nutrition. 4th Ed.
Longman Sciantific and Technical. New York.
Mulyantini, N. G. A. 2010. Ilmu
Manajemen Ternak Unggas, Gadja Mada University Press. Yogyakarta.
(NRC) National Research Council. 1988. Nutrient Requirement of Swine. 10th ed. National Academy
press. Whasington, D. C.
Paoe,
H. S. 1996. Daya Guna dan Katabolisme
Protein serta Konsumsi Energi Termetabolis pada Anak Babi Lokal yang
Mengkonsumsi Tepung Biji asam. Skripsi FAPET UNDANA: Kupang.
Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik.
Penerbit Angkasa. Bandung.
Rissy, O. 2003. Pengaruh Penggunaan
Tepung Biji asam Tanpa Kulit Sebagai Pengganti Jagung Dalam Ransum terhadap
Performan Ayam Broiler Fase Finisher. Skripsi Fapet Undana. Kupang.
Sanam, M. U. E., dan S. Sambiring.
2004. Efek Pemanfaatan Pribiotik Asam
Laktat terhadap Konversi Ransum, Pertumbuhan dan Insidensi Diare pada babi Fase
Stater sampai Grower. Jurnal Ilmiah Fapet Undana. Kupang
Selan, D. 2000. Pengaruh Suplementasi
Tepung Biji asam dan Tepung Ikan Dalam Ransum Basal ampas Kelapa terhadap
Koefisien Cerna Protein pada Babi Peranakan VDL Umur Pertumbuhan. Skripsi
Fapet Undana. Kupang.
Sembiring,
S, Sanam, M. U. E, Suryani, N. Nengah. 2010. Pemanfaatan Tepung Biji asam Timor Dalam Ransum yang Disuplementasi
Probiotik Pada Babi Fase Starter Sampai Grower. Naskah Publikasi Ilmiah
FAPET UNDANA : Kupang.
Sihombing, D. T. H. 2006. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tarapanjang,
D. L. 2010. Pengaruh
Level Serat Kasar Ransum Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan
Bahan Organik Babi Umur Pertumbuhan. Skripsi FAPET UNDANA: Kupang.
Tillman, A. D, Hartadi. H, S, Prawirokusomo, S. Reksohadiprojo, S.
Lebdokusodjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak
Dasar. Fapet UGM. Yogyakarta.
Wahyu, J 1988. Ilmu Nutrisi Ternak
Unggas. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.
Whittemore, C. T. 1993. The Science
and Practice of Pig Production. Longman Scientific and Technical England.
Lampiran 1: Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum (kg/hari)
Kelompok
|
Perlakuan
|
Total
|
Rataan
|
|||
R0
|
R1
|
R2
|
R3
|
|||
I
|
907.14
|
931.25
|
948.21
|
928.57
|
3,715.17
|
928.79
|
II
|
987.50
|
1,010.71
|
966.07
|
958.92
|
3,923.20
|
980.80
|
III
|
1,142.85
|
1,123.21
|
1,178.57
|
1,053.57
|
4,498.20
|
1,124.55
|
IV
|
1,171.42
|
1,166.07
|
1,076.78
|
1,089.28
|
4,503.55
|
1,125.89
|
Total |
4,208.91
|
4,231.24
|
4,169.63
|
4,030.34
|
16,640.12
|
|
Rataan
|
1,052.23
|
1,057.81
|
1,042.41
|
1,007.59
|
|
1,040.01
|
FK =
=
= 17,305,849.60
JKTotal =
= (907.14)2 + (931.25)2 + … + (1,089.28)2 - 17,305,849.60
= 139,808.12
JKKelompok =
= (3,715.17)2 +
(3,923.20)2
+ … + (4,503.55)2
- 17,305,849.60
4
= 121,588.45
JKPerlakuan =
= (4,208.91)2 +
(4,231.24)2
+ … + (4,030.34)2
- 17,305,849.60
4
= 6,092.94
JKGalat = JKTotal
- JKKelompok - JKPerlakuan
= 139,808.12 -
121,588.45 - 6,092.94
= 12,126.72
KTKelompok =
= 121,588.45
3
= 40,529.48
KTPerlakuan =
= 6,092.94
3
= 2,030.98
KTGalat =
= 12,126.72
9
= 1,347.41
ANOVA
SK
|
dB
|
JK
|
KT
|
Fhit
|
Ftab
|
|
0.05
|
0.01
|
|||||
Kelompok
|
3
|
121,588.45
|
40,529.48
|
30.08**
|
3.86
|
6.99
|
Perlakuan
|
3
|
6,092.94
|
2,030.98
|
1.51tn
|
3.86
|
6.99
|
Galat
|
9
|
12,126.72
|
1,347.41
|
|
|
|
Total
|
15
|
139,808.12
|
|
|
|
|
Keterangan: tnberpengaruh tidak nyata
(P>0.05)
Simpangan Baku =
=
= 18.35
Rataan Perlakuan
R3 R2 R0 R1
1,007.59a 1,042.41a 1,052.23a 1,057.81a
P
|
2
|
3
|
4
|
SSR
|
3.20
|
3.34
|
3.41
|
4.60
|
4.86
|
4.99
|
|
LSR
|
58.73
|
61.30
|
62.59
|
84.43
|
89.20
|
91.58
|
R0-R1: 5.58tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R0-R2: 9.82tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R0-R3: 44.64tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R1-R2: 15.40tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R1-R3: 50.22tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R2-R3: 34.82tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
Lampiran 2: Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering (%)
Kelompok
|
Perlakuan
|
Total
|
Rataan
|
|||
R0
|
R1
|
R2
|
R3
|
|||
I
|
802.64
|
824.62
|
845.42
|
816.40
|
3,289.08
|
822.27
|
II
|
873.74
|
894.98
|
861.35
|
843.08
|
3,473.15
|
868.29
|
III
|
1,011.19
|
994.60
|
1,050.81
|
926.30
|
3,982.91
|
995.73
|
IV
|
1,036.47
|
1,032.55
|
960.06
|
957.69
|
3,986.78
|
996.69
|
Total |
3,724.04
|
3,746.76
|
3,717.64
|
3,543.47
|
14,731.92
|
|
Rataan
|
931.01
|
936.69
|
929.41
|
885.87
|
|
920.75
|
FK =
=
= 13,564,348.35
JKTotal =
= (802.64)2 + (824.62)2 + … + (957.69)2 - 13,564,348.35
= 111,572.48
JKKelompok =
= (3,289.08)2 +
(3,473.15)2
+ … + (3,986.78)2
- 13,564,348.35
4
= 95,358.31
JKPerlakuan =
= (3,724.04)2 +
(3,746.76)2
+ … + (3,543.47)2
- 13,564,348.35
4
= 6,604.40
JKGalat = JKTotal
- JKKelompok - JKPerlakuan
= 111,572.48 -
95,358.31 - 6,604.40
= 9,609.77
KTKelompok =
= 95,358.31
3
= 31,786.10
KTPerlakuan =
= 6,604.40
3
= 2,201.47
KTGalat =
= 9,609.77
9
= 1,067.75
ANOVA
SK
|
dB
|
JK
|
KT
|
Fhit
|
Ftab
|
|
0.05
|
0.01
|
|||||
Kelompok
|
3
|
95,358.31
|
31,786.10
|
29.77
|
3.86
|
6.99
|
Perlakuan
|
3
|
6,604.40
|
2,201.47
|
2.06tn
|
3.86
|
6.99
|
Galat
|
9
|
9,609.77
|
1,067.75
|
|
|
|
Total
|
15
|
111,572.48
|
|
|
|
|
Keterangan: tnberpengaruh tidak nyata
(P>0.05)
Simpangan Baku =
=
= 16.34
Rataan Perlakuan
R3 R2 R0 R1
885.87a 929.41a 931.01a 936.69a
P
|
2
|
3
|
4
|
SSR
|
3.20
|
3.34
|
3.41
|
4.60
|
4.86
|
4.99
|
|
LSR
|
52.28
|
54.57
|
55.71
|
75.16
|
79.40
|
81.53
|
R0-R1: 5.68tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R0-R2: 1.60tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R0-R3: 45.14tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R1-R2: 7.28tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R1-R3: 50.82tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R2-R3: 43.54tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
Lampiran 3: Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Organik (g/hari)
Kelompok
|
Perlakuan
|
Total
|
Rataan
|
|||
R0
|
R1
|
R2
|
R3
|
|||
I
|
740.91
|
765.58
|
781.85
|
760.39
|
3,048.74
|
762.18
|
II
|
806.55
|
830.90
|
796.57
|
785.25
|
3,219.27
|
804.82
|
III
|
933.43
|
923.39
|
971.79
|
862.75
|
3,691.37
|
922.84
|
IV
|
956.77
|
958.62
|
887.86
|
892.00
|
3,695.25
|
923.81
|
Total |
3,437.66
|
3,478.49
|
3,438.08
|
3,300.39
|
13,654.63
|
|
Rataan
|
859.42
|
869.62
|
859.52
|
825.10
|
|
853.41
|
FK =
=
= 11,653,053.05
JKTotal =
= (740.91)2 + (765.58)2 + … + (892.00)2 - 11,653,053.05
= 94,552.48
JKKelompok =
= (3,048.74)2 +
(3,219.27)2
+ … + (3,695.25)2
- 11,653,053.05
4
= 81,842.61
JKPerlakuan =
= (3,437.66)2 +
(3,478.49)2
+ … + (3,300.39)2
- 11,653,053.05
4
= 4,551.35
JKGalat = JKTotal
- JKKelompok - JKPerlakuan
= 94,552.48 -
81,842.61 - 4,551.35
= 8,158.52
KTKelompok =
= 81,842.61
3
= 27,280.87
KTPerlakuan =
= 4,551.35
3
= 1,517.12
KTGalat =
= 8,158.52
9
= 906.50
ANOVA
SK
|
dB
|
JK
|
KT
|
Fhit
|
Ftab
|
|
0.05
|
0.01
|
|||||
Kelompok
|
3
|
81,842.61
|
27,280.87
|
30.09
|
3.86
|
6.99
|
Perlakuan
|
3
|
4,551.35
|
1,517.12
|
1.67tn
|
3.86
|
6.99
|
Galat
|
9
|
8,158.52
|
906.50
|
|
|
|
Total
|
15
|
94,552.48
|
|
|
|
|
Keterangan: tnberpengaruh tidak nyata
(P>0.05)
Simpangan Baku =
=
= 15.05
Rataan Perlakuan
R3 R0 R2 R1
825.10a 859.42a 859.52a 869.62a
P
|
2
|
3
|
4
|
SSR
|
3.20
|
3.34
|
3.41
|
4.60
|
4.86
|
4.99
|
|
LSR
|
48.17
|
50.28
|
51.33
|
69.25
|
73.16
|
75.12
|
R0-R1: 10.21tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R0-R2: 0.10tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R0-R3: 34.32tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R1-R2: 10.10tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R1-R3: 44.53tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
R2-R3: 34.42tn Berbeda Tidak Nyata (P>0.05)
Lampiran 4: Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering (%)
Kelompok
|
Perlakuan
|
Total
|
Rataan
|
|||
R0
|
R1
|
R2
|
R3
|
|||
I
|
85.77
|
85.76
|
86.29
|
87.97
|
345.79
|
86.45
|
II
|
79.45
|
82.88
|
87.44
|
78.20
|
327.98
|
81.99
|
III
|
86.09
|
85.88
|
85.71
|
81.48
|
339.17
|
84.79
|
IV
|
73.29
|
85.72
|
82.29
|
78.30
|
319.60
|
79.90
|
Total |
324.59
|
340.25
|
341.73
|
325.96
|
1,332.53
|
|
Rataan
|
81.15
|
85.06
|
85.43
|
81.49
|
|
83.28
|
FK =
=
= 110,977.03
JKTotal =
= (85.77)2 + (85.76)2 + … + (78.30)2 - 110,977.03
= 256.72
JKKelompok =
= (345.79)2 +
(327.98)2
+ … + (319.60)2
- 110,977.03
4
= 101.59
JKPerlakuan =
= (324.59)2 +
(340.25)2
+ … + (325.96)2
- 110,977.03
4
= 62.25
JKGalat = JKTotal
- JKKelompok - JKPerlakuan
= 256.72
- 101.59 -
62.25
= 92.88
KTKelompok =
= 101.59
3
= 33.86
KTPerlakuan =
= 62.25
3
= 20.75
KTGalat =
= 92.88
9
= 10.32
ANOVA
SK
|
dB
|
JK
|
KT
|
Fhit
|
Ftab
|
|
0.05
|
0.01
|
|||||
Kelompok
|
3
|
101.59
|
33.86
|
3.28
|
3.86
|
6.99
|
Perlakuan
|
3
|
62.25
|
20.75
|
2.01tn
|
3.86
|
6.99
|
Galat
|
9
|
92.88
|
10.32
|
|
|
|
Total
|
15
|
256.72
|
|
|
|
|
Keterangan: tnberpengaruh tidak nyata
(P>0.05)
Simpangan Baku =
=
= 1.61
Rataan Perlakuan
R0 R3 R1 R2
81.15a 81.49a 85.06a 85.43a
P
|
2
|
3
|
4
|
SSR
|
3.20
|
3.34
|
3.41
|
4.60
|
4.86
|
4.99
|
|
LSR
|
5.14
|
5.36
|
5.48
|
7.39
|
7.81
|
8.02
|
R0-R1: 3.91tn Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R0-R2: 4.29tn Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R0-R3: 0.34tn Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R1-R2: 0.37tn Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R1-R3: 3.57tn Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R2-R3: 3.94tn Berbeda tidak nyata (P>0.05)
Lampiran 5: Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Organik (%)
Kelompok
|
Perlakuan
|
Total
|
Rataan
|
|||
R0
|
R1
|
R2
|
R3
|
|||
I
|
89.16
|
89.06
|
89.19
|
90.80
|
358.21
|
89.55
|
II
|
84.17
|
87.08
|
90.12
|
83.32
|
344.70
|
86.17
|
III
|
89.17
|
89.00
|
89.02
|
85.85
|
353.05
|
88.26
|
IV
|
79.52
|
88.80
|
86.34
|
83.26
|
337.92
|
84.48
|
Total |
342.02
|
353.95
|
354.68
|
343.23
|
1,393.88
|
|
Rataan
|
85.50
|
88.49
|
88.67
|
85.81
|
|
87.12
|
FK =
=
= 121,431.01
JKTotal =
= (89.16)2 + (89.06)2 + … + (83.26)2 - 121,431.01
= 146.98
JKKelompok =
= (358.21)2 +
(344.70)2
+ … + (337.92)2
- 121,431.01
4
= 60.32
JKPerlakuan =
= (342.02)2 +
(353.95)2
+ … + (343.23)2
- 121,431.01
4
= 34.41
JKGalat = JKTotal
- JKKelompok - JKPerlakuan
= 146.98
- 60.32 -
34.41
= 52.26
KTKelompok =
= 60.32
3
= 20.11
KTPerlakuan =
= 34.41
3
= 11.47
KTGalat =
= 52.26
9
= 5.81
ANOVA
SK
|
dB
|
JK
|
KT
|
Fhit
|
Ftab
|
|
0.05
|
0.01
|
|||||
Kelompok
|
3
|
60.32
|
20.11
|
3.46
|
3.86
|
6.99
|
Perlakuan
|
3
|
34.41
|
11.47
|
1.98tn
|
3.86
|
6.99
|
Galat
|
9
|
52.26
|
5.81
|
|
|
|
Total
|
15
|
146.98
|
|
|
|
|
Keterangan: tnberpengaruh tidak nyata
(P>0.05)
Simpangan Baku =
=
= 1.20
Rataan Perlakuan
R0 R3 R1 R2
85.50a 85.81a 88.49a 88.67a
P
|
2
|
3
|
4
|
SSR
|
3.20
|
3.34
|
3.41
|
4.60
|
4.86
|
4.99
|
|
LSR
|
3.86
|
4.02
|
4.11
|
5.54
|
5.86
|
6.01
|
R0-R1: 2.98tn Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R0-R2: 3.17tn Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R0-R3: 0.30tn Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R1-R2: 0.18tn Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R1-R3: 2.68tn Berbeda tidak nyata (P>0.05)
R2-R3: 2.86tn Berbeda tidak nyata (P>0.05)