Selasa, 31 Januari 2012

PENGARUH SUPLEMENTASI ZN-SULFAT DAN ZN-CU ISOLEUSINAT DALAM RANSUM BERBASIS PAKAN LOKAL TERHADAP KONSUMSI DAN PERTAMBAHAN BERAT BADAN SAPI BALI JANTAN MUDA


(Robinson Edison Roga)
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memasok kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia (Bandini, 1999). Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas nutrien yang terkandung pada tiap bahan pakan yang dimakan. Pada umumnya, kebutuhan nutrien bagi ternak sapi adalah energi berkisar 60 – 70% “Total Digestible Nutrien” (TDN), protein kasar 12%, dan lemak 3 – 5% (Abidin, 2002). Akan tetapi selama musim kemarau pemanfaatan hijauan bernilai hayati tinggi tersebut sulit terpenuhi, karena rumput yang tersedia sudah mengering dilapangan yang disebut standinghay.
Pemanfaatan Standinghay rumput kume (Andropogon timorensis) sebagai pakan ternak sangat berarti sebagai sumber energi karena ketersediaanya yang melimpah tiap tahun. Namun kualitasnya rendah ditandai kandungan Neural Diterjen Fiber (NDF) sebesar 88,98%, protein kasar 2,56%, serat kasar 38,75%, dan nilai kecernaan bahan kering serta bahan organik in vitro nya rendah yaitu masing - masing sebesar 45,86% dan 48,69% (Hartati dan Katipana, 2006). Disamping itu kandungan lemak, seng dan tembaga (Cu) juga rendah masing – masing 1,90% dan 4,42% mg/kg BK dan 15 mg/kg (Hartati, dkk. 2007., Hartati dkk., 2009).
Oleh sebab itu untuk meningkatkan kualitas dan nilai manfaat Standinghay rumput kume, para peneliti telah melakukan berbagai teknologi salah satunya adalah teknologi amoniasi dengan urea, yang merupakan teknologi yang mampu menyediakan nitrogen (N) untuk pertumbuhan mikroba rumen bila pakan tersebut dikonsumsi ternak (Leng dkk., 1991).
Disamping harus cukup tersedia karbohidrat sebagai sumber energi dan kerangka karbon (C) dan N ternak ruminansia juga membutuhkan seng (Zn) yang berperan dalam berbagai fungsi enzim yang ada hubungannya dengan metabolisme karbohidrat, degradasi sistesis protein dan asam nukleat (NRC, 1976; Tillman, dkk.,1989). Berdasarkan penelusuran pustaka oleh Larvor (1993) dalam Hartati (1998) mengemukakan bahwa Zn merupakan mikro mineral esensial yang mempunyai peranan penting dalam regulasi berbagai reaksi metabolisme dalam tubuh ternak. Untuk optimalisasi fermentasi rumen, Hungate (1966) menyatakan bahwa pertumbuhan mikroba membutuhkan Zn 130 – 220 mg/kg. Sementara Hartati dkk. (2007) menyatakan bahwa penambahan 150 mg ZnSO4/kg BK Pakan Padat Gizi (PPG) mengandung minyak lemuru 1,5% dari BK konsentrat berpengaruh signifikan terhadap pertambahan berat badan sapi bunting, akan tetapi pertambahan berat badan tertinggi sebesar 0,44 kg/hari masih dibawah potensi genetik sapi Bali.
Untuk mencapai potensi genetik sapi Bali hartati, dkk. (2009) menduga masih dibutuhkan mikromineral tembaga (Cu), mengingat peranannya sangat penting baik terhadap proses fermentasi rumen, maupun dalam proses sistesis hemoglobin selanjutnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Menurut Mills, dkk. (1976) dalam Hartati dkk. (2009) bahwa defisiensi Cu dapat menyebabkan berkurangnya kecepatan pertumbuhan. Akan tetapi Cu oleh karena sulit diserap, maka perlu disediakan dalam bentuk organik yang mempunyai nilai hayati tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Tanuwiria (2004) bahwa ketersediaan hayati dalam bentuk Cu-proteinat (bentuk organik) lebih tinggi dibandingkan dengan CuSO4 (bentuk anorganik) bagi anak sapi. Selanjutnya hasil penelitian Hartati, dkk. (2009) menunjukkan bahwa kombinasi ZnSO4 dan Zn-Cu Isoleusinat berpengaruh signifikan terhadap peningkatan proses fermentasi dalam rumen dan kecernaan in vitro ransum berbasis standinghay rumput kume amoniasi.
Berdasarkan uraian diatas maka telah dilakukan suatu penelitian yang berjudul “Pengaruh Suplementasi Zn-Sulfat Dan Zn-Cu Isoleusinat dalam Ransum  Berbasis Pakan Lokal terhadap  Konsumsi dan Pertambahan Berat Badan Sapi Bali Jantan Muda”
Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh suplementasi Zn-sulfat dan Zn-Cu Isoleusinat dalam ransum berbasis pakan lokal terhadap konsumsi dan pertambahan berat badan sapi Bali jantan muda.
Manfaat penelitian adalah sebagai sumbangan informasi bagi petani peternak dan sebagai informasi ilmiah dalam upaya perbaikan dan peningkatan produksi ternak sapi Bali di NTT.



TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Ternak Sapi Bali

Sapi Bali merupakan keturunan langsung dari banteng liar (Bos sondaicus) yang telah mengalami domestikasi dan diternakkan secara murni di Pulau Bali. Ternak sapi ini kemudian menyebar ke Pulau Lombok dan Pulau Timor, bahkan kini telah tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia (Bandini, 1997).
Ciri-ciri yang spesifik dari sapi Bali berukuran sedang, dadanya dalam, tidak berpunuk dan kaki-kakinya ramping. Kulitnya berwarna merah bata. Cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam. Kaki di bawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (white mirror). Pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor (Bandini, 1997).
Sapi Bali jantan berwarna hitam bila telah dewasa pada umur 1,5 tahun dan menjadi hitam mulus pada umur 3 tahun, tetapi bila sapi jantan dikastrasi/dikebiri warna bulunya akan berubah menjadi kehitaman disebabkan pengaruh hormone testosterone (Payne dan Rollinson, 1973; Hardjosubroto dan Astuti, 1993).
Di NTT menurut Belli et at. (2008) berat badan lahir anak sapi rata-rata 16,0 kg dengan variasi 11,4 sampai dengan 21,5 kg. Berat sapih berkisar antara 50 – 75 kg; untuk sapi jantan sebesar 75 – 87,6 kg dan betina sebesar 72 – 77,9 kg. Berat umur setahun berkisar antara 99,2-129,7 kg dimana sapi betina sebesar 121-133 kg dan jantan sebesar 133-146 kg. Berat dewasa berkisar antara 211-303 kg untuk ternak betina dan 337-494 kg untuk ternak jantan (Talib et al., 2003). Pertambahan berat badan ternak sapi Bali dengan pakan yang baik dapat mencapai 0,7 kg/hari bahkan mencapai  1 kg/hari untuk jantan dewasa dan 0,3 - 0,4 kg/hari pada betina dewasa (Siregar 1996).
 Standinghay Rumput Kume (Androgen timorensis)

Secara umum rumput alam merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia  khususnya sapi Bali dan ketergantungannya sangat tinggi sehingga mempengaruhi produktifitas ternak. Salah satu jenis rumput yang tersebar luas di NTT adalah rumput kume ( Andropogon timorensis) dan produksi rumput ini sangat tinggi. Pada musim penghujan ternak biasanya mengkonsumsi hijauan yang disukai serta memiliki kualitas yang baik sedangkan rumput yang tidak dikonsumsi dibiarkan mengering di lapangan dan jenis rumput yang mengering ini biasa disebut standinghay.
Standinghay ini memiliki kualitas yang rendah dengan kandungan PK 2,56%, SK 38,75%, (Hartati dan Katipana, 2006), lemak 1,90%, dan Zn 4,2 mg/BK (Hartati dkk., 2007). Lebih lanjut Hartati dan Katipana (2006) menyatakan bahwa standinghay rumput kume memiliki sifat keambaan yang tinggi (6,3 liter/kg)  dan daya serap air yang serta kelarutan rendah yaitu berturut-turut sebesar 5,1% dan 21,59%. Tingginya keambaan menyebabkan makin berkurangnya jumlah ruang yang dapat diisi oleh setiap kg hijauan dan rendahnya daya serap air menyebabkan semakin kecil peluang mikroba rumen menembus masuk sel untuk memutuskan ikatan selulosa dan hemilosa sehingga menyebabkan tingkat kelarutannya menjadi rendah.
Menurut Ranjhan (1981), hijauan berkualitas rendah ini merupakan sumber energi potensial bagi ternak ruminansia asalkan diberikan sentuhan teknologi untuk meningkatkan kualitasnya. Diantaranya teknologi yang dapat dilakukan adalah pembuatan amoniasi rumput kume serta penambahan Zn-Sulfat dan  Zn-Cu Isoleusinat. Proses amoniasi rumput kume ini mampu menyediakan nitrogen untuk pertumbuhan mikroba rumen bila pakan tersebut dikonsumsi (Leng., dkk. 1991). Penambahan mineral Zn anorganik (ZnSO4) mampu menunjang pertumbuhan mikroba rumen (Hartati dkk., 2007).
Pada ternak ruminansia, mikroba rumen selain sebagai sumber protein utama bagi induk semang, mikroba rumen sangat berperan dalam mencerna pakan. Snifen dan Robinson (1987) dalam Hartati., dkk. (2009) menyatakan bahwa 40-80%  dari kebutuhan asam amino bagi ternak berasal dari mikroba. Oleh sebab itu, peningkatan populasi mikroba terutama bakteri selulolitik didalam rumen menjadi sangat esensial bagi ternak ruminansia karena enzim yang dihasilkan oleh bakteri tersebut sangat berperanpun dalam mencerna serat pada pakan berkualitas rendah.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh para peneliti untuk mengoptimalkan populasi mikroba dan salah satunya adalah dengan pemberian Pakan Padat Gizi (PPG) mengandung minyak lemuru dengan penambahan ZnSO4 sebagai sumber energi, protein, lemak dan Zn (Hartati. dkk., 2007; 2009).

Mineral Zn dan Cu

Berdasarkan penulusuran pustaka oleh Larvor (1983) dalam Hartati (1998) mengemukakan bahwa Zn merupakan salah satu jenis mikro mineral esensial yang mempunyai peranan dalam regulasi berbagai reaksi metabolisme dalam tubuh ternak. Seng juga merupakan salah satu mikro nutrien yang tidak beracun yang tersebar merata dalam jaringan tubuh yang sangat penting bagi semua hewan, karena terlibat dalam berbagai aktivitas enzim yang ada hubungannya dengan metabolism karbohidrat, energi dan sintesa protein serta asam nukleat.  Disamping itu Zn juga terlibat dalam enzim yang berfungsi untuk transport CO2 dan karboksi peptidase yang ada hubungan dengan sekresi protease yang dibutuhkan untuk pencernaan protein dalam usus (Tillman, dkk. 1989). Lebih lanjut dinyatakan pula bahwa nilai retensi nitrogen dan nilai hayatinya meningkat pada ternak yang mendapat ransum kecukupan Zn, sehingga nitrogen yang digunakan oleh ternak sapi berdampak pada perbaikan pertumbuhan. Defisiensi Zn dapat menimbulkan defisiensi nutrisi esensial seperti vitamin dan asam lemak yang besar peranannya dalam proses penyerapan zat-zat makanan dan secara keseluruhan akan tercermin pada terjadinya penurunan produktifitas ternak. Seng (Zn) juga berperan dalam mempercepat sintesa protein oleh mikroba melalui pengaktifan enzim-enzim mikroba. Seng diabsorbsi melalui permukaan mukosa jaringan rumen, dan pada konsentrasi rendah (5–10 mg/ml ) Zn menstimulir pertumbuhan ciliata rumen.

Penambahan Cu juga dapat meningkatkan aktifitas bakteri dalam mencerna serat kasar dan Cu ini dicampurkan dengan Zn, (Thalib. dkk, 2000). Selanjutnya juga dilaporkan bahwa penambahan Zn dan Cu dapat meningkatkan produksi VFA. Penambahan Zn-Cu proteinat kedalam ransum menurunkan NH3, meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik, namun tidak berpengaruh terhadap produksi VFA. Artinya Zn-Cu proteinat tahan terhadap degradasi oleh mikroba rumen, tetapi dapat dihidrolisis oleh pepsin dipasca rumen (Tanuwiria, 2004). Sementara Hartati, dkk. (2009) melaporkan bahwa penambahan Zn-Cu isoleusinat dengan konsentrasi 3000 ppm Zn dan 500 ppm Cu pada level 2 % dapat mengoptimalkan proses fermentasi in vitro. Produk yang dihasilkan disamping menjadi penyedia asam amino dan mineral Zn dan Cu di pasca rumen juga diharapkan dapat menjadi sumber asam lemak bercabang yang dibutuhkan dalam sintesis bakteri selulolitik, sehingga dapat mengoptimalkan kecernaan serat didalam rumen.
Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi produktifitas ternak. Church (1999) menyatakan bahwa konsumsi pakan pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh palatabilitas pakan, daya cerna, waktu retensi pakan dalam rumen, ukuran tubuh ternak, jenis kelamin, status fisiologis ternak dan lingkungan diantaranya yang sangat berperan adalah nutrisi. Meskipun ternak ruminansia memiliki kapasitas rumen yang besar, akan tetapi jumlah pakan yang dikonsumsi masih dibatasi oleh laju kecernaan dan sisa makanan yang dapat dikeluarkan dari saluran pencernaan (Tillman, dkk., 1989). Tingkat konsumsi pakan juga diketahui mempengaruhi laju alir pakan yang menyebabkan rumen cepat menjadi kosong sehingga merangsang konsumsi, sebaliknya peningkatan konsumsi dapat menaikan jumlah digesta yang lolos ke retikulo omasal (Mc Donald et al., 1988).
Kecukupan nutrisi bagi ternak dapat mengoptimalkan pertumbuhan mikroorganisme dalam rumen. Seng dipasca rumen sangat berperan dalam aktifitas enzym diantarannya enzym pencernaan, penyerapan dan metabolisme energi (Larvor, 1993 dalam Hartati, 1998). Suplementasi ZnSO4 sampai level 150 mg/kg BK PPG dapat meningkatkan konsumsi BK ransum (Hartati, dkk., 2007; 2009). Diharapkan pada penelitian ini dengan suplementasi kombinasi ZnSO4 dan ZnCu-Isoleusinat dapat mengoptimalkan konsumsi ransum.
Pertambahan Berat Badan

Proses pertumbuhan ternak sapi ditunjukan oleh adanya pertambahan berat badan atau ukuran tubuh. Secara umum proses pertumbuhan ternak sapi merupakan hasil dari pertumbuhan bagian – bagian tubuh yang berbeda-beda, diawali oleh dengan pertumbuhan rangka, otot-otot dan terakhir lemak, dimana pertumbuhan otot berlangsung pada umur 1,5 tahun sampai pada umur 2,5 tahun (Santosa, 1995). Proses pertumbuhan pada ternak sapi dimulai sejak awal terjadinya pembuahan sampai dengan pedet itu lahir, dilanjutkan hingga sampai dewasa (Soeparno, 1991). Menurut Pane (1991) pertumbuhan biasanya dimulai perlahan-lahan kemudian mulai berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali berhenti sehingga membentuk kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid. Pertambahan berat badan sapi ditentukan oleh berbagai fakor, terutama jenis sapi, jenis kelamin, umur, ransum, dan teknik pengolahannya.
Pertambahan berat badan dihitung dengan mengurangi berat badan akhir penelitian dengan berat badan awal penelitian.






















MATERI DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

            Penelitian ini dilaksanakan di kandang sapi milik Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana Kupang. Waktu penelitian ± selama 4 bulan, 15 Agustus 2010 sampai dengan 15 Desember 2010 yang terbagi dalam 4 minggu persiapan materi penelitian, 2 minggu penyesuaian dan 10 minggu pengumpulan data.
Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
a.    Ternak
Ternak yang digunakan sebanyak 16 ekor sapi Bali jantan muda umur 1.5 - 2 tahun dengan kisaran berat badan 93.0 – 180.5 kg; KK = 19.6%.
b.   Kandang
Kandang individual sebanyak 16 unit yang dilengkapi dengan tempat makan dan air  minum.
c.    Pakan dan Air minum
Pakan yang diberikan yaitu standinghay rumput kume amoniasi, konsentrat berbasis pakan lokal (jagung kuning, dedak halus, bungkil kelapa, minyak lemuru, garam, premix) (Tabel.1), ZnSO4 dan Zn-Cu isoleusinat sebagai suplemen. Air minum diberikan ad libitum.


Tabel 1. Komposisi Formula Konsentrat
Jenis Bahan
Pakan
Komposisi Konsentrat
(%)
PK BP
(%)
TDN BP
(%)
PK Konsentrat
(%)
TDN Konsentrat
(%)
Jagung kuning
46.25
10,00
91,00
4,63
42,09
Dedak halus
20,50
10,89
66,00
2,23
13,53
Bungkil kelapa
23,00
23,10
74,00
5,31
17,02
Tepung ikan
8,00
61,20
69,00
4,90
5,52
Minyak lemuru
1,50
-
-
-
-
Garam dapur
0,25
-
-
-
-
Premiks
0,50
-
-
-
-
Jumlah



17,07
78,16
Sumber : (Hartati., dkk., 2009)
Rumput amoniasi diberikan ad libitum, didasarkan pada kemampuan mengkonsumsi rumput selama periode adaptasi. Konsentrat diberikan dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pagi dan siang hari sebelum diberi standinghay rumput kume amoniasi yang diawali dengan pemberian mineral organik Zn-Cu Isoleusinat dan ZnSO4 sampai habis. Pemberian air minum diberikan ad libitum dan selalu diganti setiap hari.
d.   Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah :
Ember, sekop, sapu, timbangan elektrik, timbangan gantung, timbangan duduk, kantong kresek dan karung. Penimbangan sapi menggunakan timbangan elektrik bermerek Ruddweigt, dengan kepekaan 0,5 kg artinya timbangan ini dapat menimbang benda yang beratnya minimal ≥ 0,5 kg dan daya tolerannya 10000 kg artinya timbangan ini mampu memuat benda yang beratnya ≤ 10000 kg. Timbangan untuk amoniase rumput kume menggunakan timbangan gantung dengan kepekaan 0,5 kg dan daya tolerannya 25 kg. Timbangan konsentrat menggunakan timbangan duduk dengan kepekaan 0,05 dan daya toleran 5 kg.
Prosedur Pembuatan Bahan Pakan Penelitian
1.    Prosedur pembuatan konsentrat.
Ø  Penyiapan bahan pakan untuk konsentrat (Tabel.1)
Ø  Penyiapan formula konsentrat mengandung minyak lemuru 1,5 % (Hartati, 1998).
Ø  Pakan di campur secara homogen.
Ø  Pengambilan sample untuk analisis proksimat Zn dan Cu.
2.    Proses pembuatan Standinghay rumput kume amoniasi (Soeyono, 2006).
Ø  Standinghay rumput kume dicacah dan ditimbang.
Ø  Standinghay yang sudah dicacah dimasukkan kedalam silo dan rumput ditambah urea (timbang 25 kg rumput dimasukkan kedalam silo. Urea dilarutkan dalam air  dengan perbandingan urea dan air 1 kg urea : 10 liter air agar diperoleh kadar air 40%, kemudian secara merata percik urea yang telah larut dalam air tersebut pada permukaan rumput setelah itu dipadatkan.
Ø  Setelah silo tersebut penuh, silo tersebut ditutup rapat dan diperam selama±3 miinggu.
Ø  Setelah ± 3 dipanen ambil sampel untuk dilakukan analisis proksimat dan    analisis kadar Zn da Cu.
3.    Proses pembuatan Zn-Cu Isoleusinat (Hartati, dkk., 2009).
Mineral organik (Zn-Cu Isoleusinat) dibuat melalui proses fermentasi menggunakan media dari bahan lokal.
       Cara pembuatannya yaitu:
Ø  Sepuluh kantong plastik tahan panas masing- masing berisi 600 gram singkong segar yang telah dipotong seperti dadu dicampurkan dengan larutan mineral ZnSO4 dan CuSO4 dengan konsentrasi larutan menggunakan 3000 ppm untuk Zn dan 500 ppm Cu masing-masing 200 ml.
Ø  Singkong bermineral tersebut dikukus hingga masak.
Ø  Sesudah masak singkong diangkat, ditiriskan dan disimpan dalam wadah plastik.
Ø  Setelah dingin taburkan 0,5 gram ragi tape komersial di atasnya.
Ø  Tambahkan 100 ppm asam amino isoleusin.
Ø  Wadah dibungkus kertas dan diinkubasikan selama 3 hari.
Ø  Pada hari ke empat Zn-Cu isoleusinat siap dipanen.
Ø  Tambahkan dedak halus sebagai carier dengan rasio 2:1 dari BK singkong bermineral hasil fermentasi dan keringkan dalam oven pada suhu 40oC atau bila dalam jumlah banyak dijemur di bawah sinar matahari ± 2 hari.
Ø  Setelah kering bahan digiling dan siap untuk digunakan dalam ransum.    
Metode Penelitian

Percobaan in vivo dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat perlakuan dan empat ulangan.
Perlakuan yang diuji 4 macam ransum adalah :
RO = Standinghay rumput kume + konsentrat (60 : 40)
RI = R0 + 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat + 1 % Zn-Cu isoleusinat (3000 ppm Zn dan 500 ppm Cu)/kg BK ransum).
R2 = R0 + 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat + 2 % Zn-Cu isoleusinat (3000 ppm Zn dan 500 ppm Cu)/kg BK ransum).
R3 = R0 + 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat + 3 % Zn-Cu isoleusinat (3000 ppm Zn dan 500 ppm Cu)/kg BK ransum).
Komposisi dan Kandungan Zat-Zat Makanan Ransum
Tabel 2. Komposisi Bahan Pakan dalam Ransum
Jenis Bahan Pakan
R0
R1
R2
R3
Standinghay rumput kume amoniasi (%)
100,0
60,0
60,0
60,0
Konsentrat sumber protein (PK<18%, TDN>70%)
40,0
39,0
38,0
3,0
ZnSO4 (mg/kg BK PPG)
-
150,0
150,0
150,0
Zn-Cu isolusinat (% BK ransum)
-
1,0
2,0
3,0
Sumber : Penelitian in vitro Hartati., dkk., (2009)

Pengacakan Ternak
         Sebelum penelitian dilakukan terlebih dahulu kandang dibersihkan, setelah itu ternak ditimbang untuk mendapatkan berat bada awal dari keenam belas ternak sapi tersebut, lalu dikelompokkan menjadi empat kelompok berdasarkan berat badan. Masing-masing kelompok terdiri dari empat ekor ternak sapi, setelah itu setiap ternak dari masing-masing kelompok diacak terhadap perlakuan. Kemudian ternak yang diacak terhadap perlakuan diacak lagi terhadap kandang, baru kemudian setiap ternak ditempatkan pada kandangnya masing-masing untuk diberi perlakuan sesuai dengan hasil pengacakan.
Prosedur Penelitian
         Pada awal masa penelitian ternak ditimbang untuk mengetahui berat badan awal dari ternak tersebut. Setelah penelitian berjalan, setiap 2 minggu sekali dilakukan penimbangan terhadap ternak dengan masa pengambilan data.
         Pemberian pakan dilakukan mulai pada pagi hari, diawali dengan pemberian mineral organik Zn-Cu Isoleusinat dan ZnSO4 sampai habis, setelah itu diikuti dengan pemberian konsentrat berbasis pakan lokal (jagung kuning, dedak halus, bungkil kelapa, minyak lemuru, garam, premix) serta diakhiri dengan pemberian standinghay amoniase rumput kume dan air minum. Sebelum pemberian pakan, semua pakan ditimbang berdasarkan kebutuhan dari masing-masing ternak, serta sisa pakan yang ada pada tempat makan dilakukan penimbangan pada keesokan harinya untuk memperoleh data konsumsi pakan.

Variabel yang Diukur
1.       Pertambahan berat badan.
Pertambahan berat badan (PBB) harian diukur berdasarkan petunjuk Banerjee (1982), dalam Hartati, (2009) yaitu :
PBB = Berat badan akhir penelitian (kg) – Berat badan awal penelitian (kg)
                                                    Waktu Penelitian (hr)
2.      Konsumsi Bahan Kering (BK) dan Bahan Organik (BO)
a.     Bahan Kering (BK)
Konsumsi BK = BK ransum dikonsumsi – BK yang keluar lewat feses
b.      Bahan Organik
Konsumsi BO = BO ransum dikonsumsi – BO yang keluar lewat feses
BK ransum      = ∑ ransum yang dikonsumsi  × % BK ransum
BK feses         = ∑ feses yang dikeluarkan     × % BK feses
BO ransum      = ∑ ransum yang dikonsumsi  × % BK ransum
BO feses         = ∑ feses yang dikeluarkan     × % BK feses
Analisis Data
            Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan Sidik Ragam sesuai petunjuk Gasper (1990) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilanjut dengan uji jarak berganda Duncan.





HASIL  DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Ternak Sapi Penelitian

Sapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Bali jantan muda yang diperoleh dari petani-peternak desa Oenasi, Tilong di Kecamatan Kupang Tengah, dimana dalam pemeliharaannya masih secara ektensif tradisional yaitu ternak sapi dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari.
Sebelum awal masa penyesuaian terlebih dahulu kandang dibersihkan dan disemprotkan desinfektan guna mencegah pertumbuhan mikroorganisme pathogen selama penelitian berlangsung. Ternak yang digunakan dalam penelitian diberikan obat cacing Ivomec secara subcutan masing-masing 2 ml/ekor.
Sebelum penelitian dimulai, ternak-ternak sapi tersebut nampaknya kurang menyukai bahan makanan yang diberikan. Keadaan ini dapat ditolerir karena ternak-ternak tersebut belum beradaptasi dengan keadaan yang selalu berada dalam kandang dan juga ternak tersebut belum terbiasa dengan ransum perlakuan yang diberikan atau konsentrat, sehingga periode penyesuaiaan berlangsung selama 2 minggu, selanjutnya sapi-sapi tersebut sudah mulai beradaptasi dan terbiasa dengan ransum yang diberikan. Kondisi sapi secara umum pada awal dan selama masa penelitian dalam keadaan sehat dan mempunyai respon yang sangat baik terhadap perlakuan yang diuji.



Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Bahan Kering (Kg/hr)
Pengaruh Perlakuan Tehadap Rata-rata Konsumsi Bahan Kering ransum disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Konsumsi Bahan Kering Ransum pada setiap Perlakuan (Kg/hr)
Kelompok
Perlakuan
R0
R1
R2
R3
I
5,3085
5,1105
5,1844
6,3572
II
4,4724
4,2810
6,9407
5,3851
III
5,2364
5,7526
5,5656
4,6269
IV
4,2861
5,8048
6,0856
5,9903
Jumlah
19,30
20,95
23,78
22,37
Rata –rata
4,83a
5,24a
5,94a
5,59a
Keterangan: Superscrip yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan.

Dari Tabel 3 di atas terlihat bahwa terjadi peningkatan konsumsi bahan kering pada R1, R2 dan R3, dengan konsumsi bahan kering yang paling tinggi dicapai oleh ternak yang mendapat perlakuan R2
Hasil analisis menunjukkan bahwa suplementasi ZnSO4/Kg BK konsentrat dan Zn-Cu Isoleusinat (3000 ppm Zn dan 500 ppm Cu) /Kg BK Ransum berpengaruh tidak nyata tehadap konsumsi bahan kering ransum. Hasil uji lanjut juga menunjukkan bahwa pengaruh antara perlakuaan R0-R1, R2, R3; R1-R2, R3; R2-R3 tidak berbeda nyata. Kemungkinan hal ini disebabkan karena kandungan zat-zat makanan mampu mensuplai nitrogen mikroba dan cukup tersedianya kerangka karbon (C) dan energi dalam ransum untuk mensintesi protein mikroba meningkat sehingga laju degradasi pakan tinggi seirama dengan pengosongan rumen selanjutnya mempengaruhi konsumsi bahan kering. Pernyataan didukung oleh Hattu dkk, (1986) bahwa ternak yang mengkonsumsi makanan yang berkualitas baik, pengosongan rumen berlangsung lebih cepat dan merangsang ternak untuk makan kembali. Selanjutnya Susetyo (1976), mengemukakan bahwa tingkat palatabilitas sangat berpengaruh terhadap total konsumsi. Kecepatan pengosongan rumen karena proses pencernaan pakan oleh mikroba rumen berlangsung cepat sehingga mempercepat lama waktu tinggal pakan dalam rumen.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Bahan Organik pada Setiap Perlakuan (Kg/hr)
Pengaruh Perlakuan tehadap Rata-Rata Konsumsi Bahan Organik disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata Konsumsi Bahan Organik (Kg/hr)
Kelompok
Perlakuan
R0
R1
R2
R3
I
5,0488
4,8695
4,9367
6,0524
II
4,2616
4,0794
6,6066
5,1352
III
4,9820
5,4820
5,2936
4,4170
IV
4,0779
5,5287
5,7930
5,7018
Jumlah
18,37
19,96
22,63
21,31
Rata –rata
4,59a
4,99a
5,66a
5,33a
Keterangan: Superscrip yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan.

Pada  Tabel 4 di atas terlihat bahwa rata-rata konsumsi bahan Organik tertinggi dicapai oleh ternak yang mendapat perlakuan R2 yaitu sebesar 5,66; kemudian berturut-turut diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan R3 yaitu sebesar 5,33; perlakuan R1 yaitu sebesar 4,99 dan perlakuan R0 terendah yaitu 4,59.
Hasil analisis menunjukkan bahwa suplementasi ZnSO4/Kg Konsentrat dan Zn-Cu Isoleusinat (3000 ppm Zn dan 500 ppm Cu) berpengaruh tidak nyata terhadap konsumsi bahan organik. Hasil uji lanjut menunjukan bahwa antara perlakuaan R0-R1, R2, R3; R1-R2, R3, R2-R3 tidak berbeda nyata. Hal tersebut disebabkan karena menurut Bamualim (1988) bahwa protein merupakan suatu zat makanan yang esensial bagi tubuh ternak dan dapat meningkatkan palatabilitas ransum dan tersedianya zat gizi yang cukup untuk aktivitas dan pertumbuhan mikroorganisme sehingga proses pencernaan dan konsumsi meningkat. Peningkatan konsumsi bahan organik seiring dengan peningkatan konsumsi bahan kering, karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Petambahan Berat Badan Sapi
Pertumbuhan ternak dapat dilihat dari pertambahan berat badan harian, karena pertumbuhan dapat diukur berdasarkan pertambahan berat badan harian. Pertumbuhan mempunyai nilai ekonomi yang penting dalam penampilan produksi ternak, sehingga makin banyak konsumsi zat-zat makanan akan makin banyak suplai zat-zat makanan bagi pertumbuhan tubuh ternak. Didukung oleh pendapat Anggorodi (1990), yaitu makin banyak konsumsi zat-zat makanan khususnya protein dan energi akan makin tinggi pertambahan berat badan.


Tabel 5. Rata-rata Pertambahan Berat Badan Sapi Bali pada setiap Perlakuan (kg/ekor/hr)
Ulangan
Perlakuan
R0
R1
R2
R3
I
0,5536
0,5446
0,6339
0,7054
II
0,4518
0,6607
0,8214
0,6964
III
0,4286
0,5179
0,7232
0,6518
IV
0,4732
0,5536
0,7054
0,7679
Jumlah
1,9071
2,2768
2,8839
2,8214
Rata-rata
0,4768a
0,5692a
0,7210c
0,7054bc
Keterangan: Superscrip berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01)

Rata-rata pertambahan berat badan akibat pengaruh perlakuan disajikan pada Tabel 5. Pada tabel tersebut terlihat bahwa pertambahan berat badan sapi tertinggi dicapai oleh ternak yang mendapat perlakuan R2 yaitu sebesar 0,7210; kemudian berturut-turut diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan R3 yaitu sebesar 0,7054; R1 yaitu sebesar 0,5692 dan yang terendah adalah R0 yaitu sebesar 0,4768.
Hasil analisis menunjukan bahwa suplementasi kombinasi ZnSO4/Kg konsentrat dan Zn-Cu Isoleusinat (3000 ppm Zn dan 500 ppm Cu) berpengaruh sangat nyata (P>0,01) terhadap peningkatan pertambuahan berat badan. Selanjutnya hasil uji lanjut menunjukkan bahwa antara perlakuan R0-R1 dan R2-R3 tidak berbeda, namun antara R0-R2,R3; R1-R2, R3 berbeda sangat nyata (P<0,01). Meningkatnya pertambahan berat badan yang signifikan disebabkan karena meningkatnya konsumsi bahan kering (BK) ransum dan bahan organik (Tabel 3 dan Tabel 4). Hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1999) bahwa meningkatnya konsumsi makanan yang mempunyai nilai nutrisi tinggi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan jaringan yang akan berdampak pada pertambahan berat badan. Tingginya kandungan protein dalam bahan pakan diduga merupakan faktor utama terhadap pertambahan berat badan. Hal ini didukung pula oleh pendapat Lubis (1963), yang menyatakan bahwa dalam periode petumbuhan ternak membutuhkan kandungan zat-zat makanan yang berimbang dalam ransum terutama protein, karena protein tersebut digunakan untuk pertumbuhan jaringan-jaringan tubuh. Dengan demikian ransum yang kandungan protein kasarnya tinggi akan memberikan pertambahan berat badan yang tinggi dibandingkan dengan ransum yang kandungan protein kasarnya rendah.
Perbedaan sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan berat badan antara R0 - R2; R0 - R3; R1 - R2 dan R1 - R3 secara umum dipengaruhi oleh tersedianya protein mikoba yang diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan berat badan. Pernyataan tersebut didukung oleh Snifen dan Robinson (1987) yang menyatakan bahwa 40 - 80% dari asam amino bagi ternak tersebut berasal dari protein mikroba. Selain itu ransum R1, R2 dan R3 disumplemtasi dengan ZnSO4 dan Zn-Cu Isoleusinat yang diduga dapat mengoptimalkan sintesis protein bakteri khususnya bakteri selulotik yang sangat esensial bagi ternak ruminansia karena menghasilkan enzim berperan dalam mencerna serat. Dugaan tersebut menguatkan pernyataan Hartati, dkk. (2009), bahwa suplementasi Zn-Cu Isoleusinat dan ZnSO4 pada ransum berbasis standinghay berpengaruh signifikan terhadap peningkatan proses fermentasi dalam rumen secara in vitro. Pendapat tersebut juga didukung oleh Thalib et al (2000) bahwa untuk meningkatkan aktivitas bakteri dalam mencerna serat pakan diperlukan zat faktor pertumbuhan dalam bentuk campuran vitamin dan mineral (Cu dan Zn).
Disamping itu diduga cukup tersedianya Zn di pasca rumen dapat mengoptimalkan kecernaan protein, penyerapan asam amino dan metabolis energy, sedangkan tercukupnya Cu dapat mengoptimalkan kadar Hb darah, enzym dan hormon pertumbuhan.


















KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan terhadap perubahan yang diamati disimpulkan sebagai berikut :
1.      Suplementasi ZnSO4/kg konsentrat dan Zn-Cu Isoleusinat (3000 ppm Zn dan 500 ppm Cu) pada level 2% dalam ransum berbasis pakan lokal dengan standinghay rumput kume amoniasi memberikan pertambahan berat badan sapi Bali jantan muda yang tertinggi yaitu 0,72 kg/hr.
2.      Suplementasi ZnSO4 dan Zn-Cu Isoleusinat dalam ransum berbasis pakan lokal tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi Bahan Kering (BK) dan Bahan Organik (BO) namun ada kecenderungan terjadi peningkatan konsumsi pada level 2%.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka perlu dilakukan penerapan penggunaan pakan suplementasi ZnSO4 dan Zn-Cu Isoleusinat dalam ransum berbasis pakan lokal pada level 2% dengan standinghay rumput kume amoniasi kerana pada level 2% ini dapat meningkatkan pertambahan berat badan harian ternak sapi Bali 0,72 kg/hr.



DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit. Gramedia. Jakarta.
Bamualim, A. 1988. Prinsip-Prinsip Dalam Pemberian Makanan Ternak Sapi Bali. Dalam : Prinsip-Prinsip dan Metode Penelitian Peternakan. Kumpulan Materi Kursus (11-12 Januari 1988). Balai Penelitian Ternak. Lili-Kupang.
Bandini, Y. 1997. Sapi Bali. Penebar Swadaya, Jakarta.
Bandini, Y. 1999. Sapi Bali. Penebar Swadaya, Jakarta.

Belli HLL, Jelantik IGN, Holtz W. 2008. Improving Calf Performance by Supplementation in Bali Cattle Grazing Communal Pastures in West Timor, Indonesia Proc Aust Soc Anim Prod Vol. 27
Gasper. 1990. Buku Pintar Peternakan. Penerbit Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta
Hartati, E. 1998. Suplementasi Minyak Lemuru dan Seng ke dalam Ransum yang Mengandung Silase Pod Kakao dan Urea untuk memacu Pertumbuhan Sapi Holstein Jantan. Disertasi Program Sarjana IPB, Bogor.
______dan N. G. F. Katipana. 2006. Sifat Fisik, Nilai Gizi dan Kecernaan In Vitro Standinghaylage Rumput Kume Hasil Fermentasi menggunakan Gula Lontar dan Feses Ayam. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006. Hal: 885-890.
______, N. G. F. Katipana dan A. Saleh. 2007. Manfaat Pakan Padat Gizi yang Mengandung Minyak Lemuru dan Seng untuk Perbaikan Mutu Fetus Sapi Bali pada Akhir Kebuntingan. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. FAPET UNDANA, Kupang.
______, A. Saleh dan E. D. Sulistidjo. 2009. Optimalisasi Proses Fermentasi Rumen dan Pertumbuhan Sapi Bali melalui Suplementasi Zn-Cu Isoleusinat dan ZnSO4 pada Ransum Berbasis Standinghay Rumput Kume (andropogon timorensis) Amoniase. Laporan Penelitian Fundamental Fakultas Peternakan, UNDANA, Kupang.
Hattu, G. H. C, W. A. Lay, F. Hartati dan R. M Ratu Kore 1986. Produksi Ternak Potong. Diklat Kuliah FAPET UNDANA. Kupang.
Hungate, R. E. 1966. The Rumen and its Microbes. New York: Academy Press.
Leng, R. A. J. J. Davis, G. Bremner and M. W. Thomas Sewska. 1991. Recycling of agricultural and Agro-Industrial by Product and Waste for Animal Feed and Environmental Sanitation. Material for the Short Course, Denpasar.
Lubis, D. A. 1963. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan kedua. PT. Pembangunan. Jakarta.
Mc. Donald. P, RA. Edwards and J. F. D. Greendhalgh. 1988. Animal Nutrien 4th edition. Logman Sorentific and Techmical, New York. Underwood, E. J. Trace Mineral in Human and Animal Nutrition. 4th.  New York. Acamedic Press.
NRC. 1976. Nutrient Requiremenst of Beef Cattle National. Academy of Science, Washinton, DC.
Pane, I. 1991. Produktivitas dan Breeding Sapi Bali. Pros. Seminar Nasional Sapi Bali. 2-3 September 1991. Fakultas Peternakan Universitas Hasanudin. Ujung Pandang.
Parakksi, A. 1999. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Diklat FAPET IPB. Bogor.
Payne, W.J.A. and Rollinson, D.H.L. 1973. Bali Cattle. World Anim. Rev. 7, 13-21
Santosa, U. 1995. Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar, BS. 1996. Ransum Ternak Ruminansia. Penerbit Swadaya. Jakarta
Soeparno. 1991. Penanganan Karkas dan Daging. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Jogjakarta.
Soeyono, M. 2006. Perkembangan dan Arah Perkembangan Teknologi Pakan di Indonesia. dalam Prosiding Orasi dan Seminar Pelepasan Dosn Purna Tugas 2006 menyongsong Rencana Kecukupan Daging Tahun 2010. Fakultas Peternakan, UGM, Yogyakarta.
Tanuwiria, U. H. 2004. Efek Suplementasi Zn-Cu Proteinat dalam Ransum terhadap Fermentabilitas dan Kecernaan In-Vitro. Jurnal Ilmu Ternak. 4 (1): 7-12.
Thalib, A., B. Haryanto, S. Kompiang, I. W. Mathius, dan A. Ainin. 2000. Pengaruh Mikromineral dan Fenilpropionat terhadap Performans Bakteri Selulotik Coccid dan Batang dalam mencerna Serat Hijauan Pakan. J. Ilmu Ternak dan Vet., 5 (2): 92-99.
Thalib, C., K. Entwistle, A. Siregar,. S. Budiarti-Turner, and D. Lisday. 2003. Survey of Population and Production Dynamics of Bali Cattle and Existing Breeding Program in Indonesia. Proceeding of an ACIAR Workshop on “ Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia”. Denpasar, Bali.
Tillman, A. D, H. Hartadi, S. Reksohardiprodjo, S. Prawirokusumo. S. Lebdosoekojo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar