Kenapa
Biogas?
-
Dari Energi Mahal sampai energy murah
-
Gas Elpiji Teroris dalam Rumah sampai Biogas
yang aman,
-
Kenapa Harus Minyak Tanah dan Elpiji kalau
ada biogas
-
di negera maju sampai Negara susah seperti
afrika saja pakai? Apa kabar
Indonesia-Kupang?
BIOGAS
LIMBAH PETERNAKAN SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN
Limbah
ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha
pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dll.
Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine,
sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk,
isi rumen, dll (Sihombing, 2000). Semakin berkembangnya usaha peternakan,
limbah yang dihasilkan semakin meningkat.
Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar
usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Manure yang terdiri dari
feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian
besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing,
dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah
menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi
menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000).
Selain menghasilkan feses dan urine, dari proses pencernaan ternak ruminansia
menghasilkan gas metan (CH4) yang cukup tinggi. Gas metan ini
adalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan
perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun dan terus meningkat (Suryahadi dkk.,
2002). Pada peternakan di Amerika Serikat, limbah dalam bentuk feses yang
dihasilkan tidak kurang dari 1.7 milyar ton per tahun, atau 100 juta ton feces
dihasilkan dari 25 juta ekor sapi yang digemukkan per tahun dan seekor sapi dengan
berat 454 kg menghasilkan kurang lebih 30 kg feses dan urine per hari (Dyer,
1986). Sedangkan menurut Crutzen (1986), kontribusi emisi metan dari
peternakan mencapai 20 – 35 % dari total emisi yang dilepaskan ke
atmosfir. Di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi
metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah.
Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi
metan (Suryahadi dkk., 2002).
Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk
mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu
studi mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total
sapi dengan berat badannya 5000 kg selama satu hari, produksi manurenya dapat
mencemari 9.084 x 10 7 m3 air. Selain melalui air,
limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai
media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 %
merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva
lalat, sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang
optimal untuk bertelur lalat (Dyer, 1986).
Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan pencemaran
yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di lingkungan penggemukan
sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul 18.00, kandungan debu pada saat
tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah melewati ambang batas
yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan (3000 mg/m3)
(Lingaiah dan Rajasekaran, 1986).
Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah
meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai
efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi
penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi,
penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang
terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air
(Farida, 1978).
Hasil penelitian Wibowomoekti (1997) dari limbah cair Rumah Pemotongan Hewan
Cakung, Jakarta yang dialirkan ke sungai Buaran mengakibatkan kualitas air
menurun, yang disebabkan oleh kandungan sulfida dan amoniak bebas di atas kadar
maksimum kriteria kualitas air. Selain itu adanya Salmonella spp.
yang membahayakan kesehatan manusia.
Tinja dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan
penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka
atau tergores. Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau daging
yang belum dimasak yang mengandung spora. Kasus anthrax sporadik pernah
terjadi di Bogor tahun 2001 dan juga pernah menyerang Sumba Timur tahun 1980
dan burung unta di Purwakarta tahun 2000 (Soeharsono, 2002).
Dampak limbah ternak memerlukan penanganan yang serius. Skema berikut ini
(Gambar 1) memberi gambaran akibat yang ditimbulkan oleh limbah secara umum dan
manajemennya (Chantalakhana dan Skunmun, 2002).
Penggunaan
sumber energi fosil oleh manusia telah mengakibatkan semakin banyaknya emisi
gas efek rumah kaca ke lingkungan yang menyebabkan pemanasan global (global warming), pencemaran lingkungan serta
berkurangnya cadangan sumber energi fosil tersebut. Hal ini mengakibatkan
penuntutan pencarian sumber energi yang lebih ramah lingkungan (renewable
energy). Salah satunya dengan pemanfaatan limbah yang ada di sekitar kita
seperti limbah peternakan sapi yang terdiri dari feses, urine dan sisa pakan.
Dengan sebuah perlakuan proses fermentasi (anaerobik) dalam sebuah digester
terhadap limbah peternakan akan menghasilkan satu sumber energi yang ramah
lingkungan yaitu biogas yang mengandung gas metan yang bagus untuk proses
pembakaran karena menghasilkan api berwarna biru dan tidak berbau. Proses
pembentukan gas metan ini terdiri dari proses hidrolisis, pengasaman dan
metagonik. Proses anaerobik ini memerlukan kondisi C/N 20-25, temperatur 32
– 35oC atau 50 -55oC, pH antara 6,8 – 8 serta air
yang banyak. Lumpur sisa pengolahan limbah peternakan sapi tadi mampu
menurunkan nilai COD dan BOD, total solid, volatile solid, nitrogen nitrat dan
nitrogen organik, bakteri coliform dan patogen lainnya, telur insek, parasit,
juga menghilangkan atau menurunkan bau.
Dengan
semakin majunya peradaban manusia akan menuntut semakin banyak aktifitas
manusia yang akan dilakukan di muka bumi demi tujuan pemenuhan kebutuhan hidup.
Hampir semua aktifitas tersebut menyebabkan pengakumulasian emisi 6 gas rumah
kaca yang menjadi penyebab pemanasan global (global warming) yaitu
karbondioksida, metan, nitrous oxide, sulfur heksa fluorida, HFC dan PFC
seperti disimpulkan oleh kelompok peneliti di bawah naungan Badan Peserikatan
Bangsa Bangsa (PBB), Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim atau disebut
International Panel on Climate Change (IPCC). Salah satu penyumbang terbesar karbondioksida
adalah pembakaran bahan bakar fosil (fosil fuel) seperti batu bara, minyak bumi
dan gas alam yang juga merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui.
Pemasanan global yang terjadi saat
ini telah banyak membawa dampak negatif bagi kehidupan manusia seperti
menyebabkan iklim tidak stabil, peningkatan suhu permukaan laut, suhu global
akan cenderung meningkat, gangguan ekologis serta berdampak pada kehidupan
sosial dan politik. karena hal tersebut, sangatlah penting adanya usaha-usaha
untuk mengurangi emisi gas efek rumah kaca.
Salah satu usaha yang dapat
dilakukan untuk menghambat pemanasan global yang telah diikrarkan dalam
“Protokol Kyoto” tahun 1997 adalah mengurangi emisi gas efek rumah kaca.
Bioenergi menjadi salah satu hal yang dapat dikembangkan sebagai sumber energi
alternatif ramah lingkungan dengan tujuan mengurangi ketergantungan pada bahan
bakar minyak yang mahal dan terbatas.
Bioenergi selain dapat dihasilkan
dari tanaman yang memang sengaja dibudidayakan untuk produksi bioenergi juga
dapat diusahakan dari pengolahan limbah yang dihasilkan dari aktifitas
kehidupan manusia. Sehingga, diharapkan selain dapat mengurangi emisi gas efek
rumah kaca juga mengurangi masalah lingkungan dan meningkatkan nilai dari
limbah itu sendiri. Dan salah satu limbah yang dihasilkan dari aktifitas
kehidupan manusia adalah limbah dari usaha peternakan sapi yang terdiri dari
feses, urin, gas dan sisa makanan ternak.
Limbah peternakan khususnya ternak
sapi merupakan bahan buangan dari usaha peternakan sapi yang selama ini juga
menjadi salah satu sumber masalah dalam kehidupan manusia sebagai penyebab
menurunnya mutu lingkungan melalui pencemaran lingkungan, menggangu kesehatan
manusia dan juga sebagai salah satu penyumbang emisi gas efek rumah kaca. Pada
umumnya limbah peternakan hanya digunakan untuk pembuatan pupuk organik. Untuk
itu sudah selayaknya perlu adanya usaha pengolahan limbah peternakan menjadi
suatu produk yang bisa dimanfaatkan manusia dan bersifat ramah lingkungan.
Pengolahan limbah peternakan melalui
proses anaerob atau fermentasi perlu digalakkan karena dapat menghasilkan
biogas yang menjadi salah satu jenis bioenergi. Pengolahan limbah peternakan
menjadi biogas ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar
minyak yang mahal dan terbatas, mengurangi pencemaran lingkungan dan menjadikan
peluang usaha bagi peternak karena produknya terutama pupuk kandang banyak
dibutuhkan masyarakat.
Bioenergi sebagai Energi
Alternatif
Sumber daya energi mempunyai
peran penting dalam semua aspek pembangunan ekonomi nasional. Energi diperlukan
untuk pertumbuhan kegiatan industri, jasa, perhubungan dan rumah tangga. Dalam
jangka panjang, peran energi akan lebih berkembang untuk mendukung pertumbuhan
sektor industri dan kegiatan lain yang terkait. Meskipun Indonesia adalah salah
satu negara penghasil batu bara, minyak bumi dan gas, namun dengan berkurangnya
cadangan minyak dan penghapusan subsidi menyebabkan harga minyak naik dan
kualitas lingkungan yang menurun akibat penggunaan bahan bakar fosil yang
berlebihan.
Akibat penggunaan bahan bakar fosil
(fuel fosil) dalam jangka panjang ternyata telah memberikan implikasi negatif
terhadap kehidupan di dunia. Hasil penelitian dari sekelompok peneliti di bawah
naungan Badan Peserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Panel Antarpemerintah Tentang
Perubahan Iklim atau disebut International Panel on Climate Change (IPCC),
menyebutkan penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara dan gas
alam telah menyumbangkan cukup besar emisi gas efek rumah kaca yaitu karbon
dioksida ke atmosfer bumi yang ikut andil dalam proses pemanasan global (global
warming).
Pemanasan global memberikan dampak
sangat negatif pada stabilitas kehidupan manusia antara lain menyebabkan iklim
tidak stabil, peningkatan suhu permukaan laut, suhu global dunia akan cenderung
meningkat, gangguan ekologis serta berdampak pada kehidupan sosial dan politik.
Kondisi ini sangat memprihatinkan,
ketergantungan terhadap sumber energi tidak dapat dihindarkan, dengan semakin
majunya peradaban manusia maka kebutuhan akan sumber energi dalam setiap sektor
kehidupan sangatlah besar. Ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar
minyak sangatlah besar. Berdasarkan data ESDM (2006), minyak bumi mendominasi
52,5% pemakaian energi di Indonesia, gas bumi sebesar 19%, batu bara 21,5%, air
3,7%, panas bumi 3% dan energi terbarukan (renewable) hanya sekitar 0,2% daro
total penggunaan energi.
Dengan
melihat implikasi negatif dari penggunaan bahan bakar fosil terhadap lingkungan
dan keterbatasan persediaan telah mendorong kepada pencarian sumber energi
alternatif yang diharapakan juga ramah lingkungan dan bersifat dapat
diperbaharui (renewable). Padahal menurut data ESDM (2006), cadangan minyak
bumi Indonesia hanya sekitar 9 miliar barel per tahun dan produksi Indonesia
hanya sekitar 900 juta barel per tahun. Jika terus dikonsumsi dan tidak
ditemukan cadangan minyak baru atau tidak ditemukan teknologi baru untuk
meningkatkan recovery minyak bumi, diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia
habis dalam waktu dua puluh tiga tahun mendatang.
Semakin melambungnya harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) akibat tingginya harga BBM di pasar dunia sangat
memberatkan masyarakat terutama bagi masyarakat yang berada di daerah terpencil
yang merupakan kantong-kantong masyarakat miskin karena harga BBM di lokasi ini
bisa naik 2 – 8 kali lipat lebih tinggi dari harga di perkotaan. Belum
lagi masalah BBM selesai, masalah listrik mencuat pula. Pemadaman listrik
bergiliran menjadi konsumsi masyarakat di beberapa daerah. Perusahaan Listrik
Negara (PLN) dihadapkan kepada masalah kesulitan membeli batu bara sebagai
bahan bakar penggerak pembangkit listrik yang dimiliki oleh PLN. Kelangkaan
batu bara untuk usaha listrik ini terjadi karena produksi batu bara
Indonesia yang melimbah sebagian besar (75%) justru diekspor ke luar
negeri.
Permasalahan kehidupan masyarakat
dan bumi tidak hanya pada kelangkaan bahan bakar fosil saja. Ternyata
penggunaan bahan bakar fosil yang terus menerus dan jumlah besar memberikan
implikasi negatif bagi masalah pencemaran lingkungan dan menyumbang terjadinya
pemanasan global yang berdampak negatif kepada kehidupan makhluk hidup di bumi.
Sudah saatnya Indonesia mengurangi
ketergantungan pada bahan bakar minyak dengan mengembangkan sumber energi
alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan (renewable). Salah satu jenis
bahan bakar alternatif yang dimaksud adalah bioenergi. Menurut Hambali, dkk.,
2007 bahwa ada beberapa jenis energi yang bias dijadikan pengganti bahan bakar
fosil seperti tenaga baterai (fuel cells), panas bumi (geo-thermal), tenaga
laut (ocean power), tenaga matahari (solar power), tenaga angin (wind power),
nuklir dan bioenergi, dan di antara jenis energi alternatif tersebut, bioenergi
cocok untuk mengatasi masalah energi karena beberapa kelebihannya
Bioenergi selain bisa diperbaharui
bersifat ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengeliminasi efek rumak kaca
dan kontinyuitas bahan baku cukup terjamin. Bahan baku bioenergi dapat
diperoleh dengan cara sederhana yaitu melalui budidaya tanaman penghasil
biofuel dan memanfaatkan limbah yang ada di sekitar kehidupan manusia
(Setiawan, 2008).
Bioenergi yang dikenal sekarang ada
dua bentuk yaitu tradisional dan modern. Bioenergi tradisional yang sering
ditemui yaitu kayu bakar, sedangkan bioenergi modern diantaranya adalah
bioetanol, biodiesel, PPO atau SVO dan biogas. Bioenergi diturunkan dari
biomassa yaitu material yang dihasilkan oleh mahluk hidup (tanaman, hewan
dan mikroorganisme). Indonesia memiliki banyak sumber daya alam hayati yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku bionergi. Pengembangan bioenergi sebagai sumber
energi alternatif sangat cocok diaplikasikan karena didukung dengan oleh
ketersediaan lahan yang mencukupi untuk membudidayakan tanaman dan ternak
penghasil biofuel.
Apa itu Biogas?
Penjelasan umum pengertian Biogas:
Biogas atau sering disebut pula gas
bio merupakan gas yang timbul jika bahan-bahan organik seperti kotoran hewan,
kotoran manusia, atau sampah direndam dalam air dan disimpan didalam tempat
tertutup atau anaerob (tanpa udara). Biogas ini sebenarnya dapat pila terjadi
pada kondisi alami. Namun untuk mampercepat dan menampung gas ini, diperlukan
alat yang memenuhi syarat terjadinya zat tersebut.
Jika kotoran ternak yang yang telah
dicapur air atau isian (slurry) dimasukkan kedalam alat pembuat biogas maka
akan terjadi proses pembusukan yang terdiri dari dua tahap, yaitu proses
aerobik dan proses anarobik. Pada proses yang pertama diperlukan oksigen dan
hasil prosesnya berupa karbon dioksida (CO2).
Proses ini berakhir setelah oksigen didalam alat ini habis. Selanjutnya proses
pembusukan berlanjut pada tahap kedua (proses anaerobic). Pada proses yang
kedua inilah biogas dihasilkan. Dengan demikian, untuk menjamin terjadinya
biogas alat ini harus tertutup rapat, tidak berhubungan dengan udara luar
sehingga tercipta kondisi hampa udara (tanpa udara).
Biogas yang terbentuk dapat
dijadikan bahan bakar karena mengandung gas metan (CH4) dalam prosesntasenya yang cukup
tinggi (54 – 70 %). Akibat lain yang ditimbulkan karena penggunaan kotoran
ternak sebagai biogas adalah :
1
Mengurangi ketergantungan pada
pemakaian minyak yang jumlahnya terbatas dan harganya mahal.
2
Mengurangi dampak yang muncul dari
polisi yang disebabkan oleh kotoran.
3
Dalam jangka panjang, diharapkan
mampu mengurangi penggunaan kayu sebagai bahan bakar sehingga kelestarian hutan
menjadi lebih terjaga.
4
Sisa campuran kotoran yang sudah
tidak menghasilkan gas (sludge) dapat digunakan pupuk organik yang baik.
Perbandingan sumber
bahan biogas dengan minyak tanah dan gas elpiji (harga)
Apa
Bahan-Bahan Biogas:
Dari
Ternak? (Ternak apa? Kandungan kimia Facesnya?)
Biogas dari Limbah Peternakan Sapi
Limbah peternakan seperti feses,
urin beserta sisa pakan ternak sapi merupakan salah satu sumber bahan yang
dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Namun di sisi lain perkembangan
atau pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan
seperti menumpuknya limbah peternakan termasuknya didalamnya limbah peternakan
sapi. Limbah ini menjadi polutan karena dekomposisi kotoran ternak berupa BOD
dan COD (Biological/Chemical Oxygen Demand), bakteri patogen sehingga
menyebabkan polusi air (terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan),
polusi udara dengan debu dan bau yang ditimbulkannya.
Biogas merupakan renewable energy
yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang
berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam (Houdkova et.al., 2008).
Biogas juga sebagai salah satu jenis bioenergi yang didefinisikan sebagai gas
yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran
manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau
mengalami proses metanisasi (Hambali E., 2008).
Gas ini berasal dari berbagai macam
limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat
dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion. Biogas yang
terbentuk dapat dijadikan bahan bakar karena mengandung gas metan (CH4)
dalam persentase yang cukup tinggi. Komponen biogas tersajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komponen penyusun
biogas
Jenis Gas
|
Persentase
|
Metan (CH4)
Karbondioksida (CO2)
Air (H2O)
Hidrogen sulfide (H2S)
Nitrogen (N2)
Hidrogen
|
50-70%
30-40%
0,3%
Sedikit sekali
1- 2%
5-10%
|
Sebagai pembangkit tenaga listrik,
energi yang dihasilkan oleh biogas setara dengan 60 – 100 watt lampu
selama 6 jam penerangan. Kesetaraan biogas dibandingkan dengan bahan bakar lain
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai kesetaraan
biogas dan energi yang dihasilkan
Aplikasi
|
1m3 Biogas setara dengan
|
1 m3 biogas
|
Elpiji 0,46 kg
Minyak tanah 0,62 liter
Minyak solar 0,52 liter
Kayu bakar 3,50 kg
|
Sumber : Wahyuni, 2008
Biogas sebagai salah satu
sumber energi yang dapat diperbaharui dapat menjawab kebutuhan akan energi
sekaligus menyediakan kebutuhan hara tanah dari pupuk cair dan padat yang
merupakan hasil sampingannya serta mengurangi efek rumah kaca. Pemanfaatan
biogas sebagai sumber energi alternatif dapat mengurangi penggunaan kayu bakar.
Dengan demikian dapat mengurangi usaha penebangan hutan, sehingga ekosistem
hutan terjaga. Biogas menghasilkan api biru yang bersih dan tidak menghasilkan
asap.
Energi biogas sangat potensial untuk
dikembangkan kerena produksi biogas peternakan ditunjang oleh kondisi yang
kondusif dari perkembangkan dunia peternakan sapi di Indonesia saat ini.
Disamping itu, kenaikan tarif listrik, kenaikan harga LPG (Liquefied Petroleum
Gas), premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar telah
mendorong pengembangan sumber energi elternatif yang murah, berkelanjutan dan
ramah lingkungan (Nurhasanah dkk., 2006).
Peningkatan kebutuhan susu dan
pencanangan swasembada daging tahun 2010 di Indonesia telah merubah pola
pengembangan agribisnis peternakan dari skala kecil menjadi skala
menengah/besar. Di beberapa daerah telah berkembang koperasi susu, peternakan
sapi pedaging melalui kemitraan dengan perkebunaan kelapa sawit dan
sebagainya. Kondisi ini mendukung ketersediaan bahan baku biogas secara
kontinyu dalam jumlah yang cukup untuk memproduksi biogas.
Pemanfaatan limbah peternakan
khususnya kotoran ternak sapi menjadi biogas mendukung konsep zero waste sehingga
sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat dicapai. Beberapa
keuntungan penggunaan kotoran ternak sebagai penghasil
biogas sebagai berikut :
- Mengurangi pencemaran lingkungan terhadap air dan tanah, pencemaran udara (bau).
- Memanfaatkan limbah ternak tersebut sebagai bahan bakar biogas yang dapat digunakan sebagai energi alternatif untuk keperluan rumah tangga.
- Mengurangi biaya pengeluaran peternak untuk kebutuhan energi bagi kegiatan rumah tangga yang berarti dapat meningkatkan kesejahteraan peternak.
- Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya biogas untuk menjadi energi listrik untuk diterapkan di lokasi yang masih belum memiliki akses listrik.
- Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya kegiatan ini sebagai usulan untuk mekanisme pembangunan bersih (Clean Development Mechanism).
Pengolahan Limbah Peternakan Sapi
Menjadi Biogas
Pengolahan limbah peternakan sapi
menjadi biogas pada prinsipnya menggunakan metode dan peralatan yang sama
dengan pengolahan biogas dari biomassa yang lain. Adapun alat penghasil biogas
secara anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. Pada akhir abad ke-19, riset
untuk menjadikan gas metan sebagai biogas dilakukan oleh Jerman dan Perancis
pada masa antara dua Perang Dunia. Selama Perang Dunia II, banyak petani di
Inggris dan Benua Eropa yang membuat alat penghasil biogas kecil yang digunakan
untuk menggerakkan traktor. Akibat kemudahan dalam memperoleh BBM dan harganya
yang murah pada tahun 1950-an, proses pemakaian biogas ini mulai ditinggalkan.
Tetapi, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan
selalu tersedia selalu ada. Oleh karena itu, di India kegiatan produksi biogas
terus dilakukan semenjak abad ke-19. Saat ini, negara berkembang lainnya,
seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Nugini telah melakukan
berbagai riset dan pengembangan alat penghasil biogas. Selain di negara
berkembang, teknologi biogas juga telah dikembangkan di negara maju seperti
Jerman.
Pada prinsipnya teknologi biogas
adalah teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah
organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri metan sehingga dihasilkan
gas metan (Nandiyanto, 2007). Menurut Haryati (2006), proses pencernaan
anaerobik merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan
bahanorganik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada
kondisi tanpa udara, bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang
mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik
rumah tangga. Gas metan adalah gas yang mengandung satu atom C dan 4 atom H
yang memiliki sifat mudah terbakar. Gas metan yang dihasilkan kemudian dapat
dibakar sehingga dihasilkan energi panas. Bahan organik yang bisa digunakan
sebagai bahan baku industri ini adalah sampah organik, limbah yang sebagian
besar terdiri dari kotoran dan potongan-potongan kecil sisa-sisa tanaman,
seperti jerami dan sebagainya serta air yang cukup banyak.
Proses fermentasi memerlukan kondisi
tertentu seperti rasio C : N, temperatur, keasaman juga jenis digester yang
dipergunakan. Kondisi optimum yaitu pada temperatur sekitar 32 – 35°C atau 50 –
55°C dan pH antara 6,8 – 8 . Pada kondisi ini proses pencernaan mengubah bahan
organik dengan adanya air menjadi energi gas.
Jika dilihat dari segi pengolahan
limbah, proses anaerobik juga memberikan beberapa keuntungan lain yaitu
menurunkan nilai COD dan BOD, total solid, volatile solid, nitrogen nitrat dan
nitrogen organic, bakteri coliform dan patogen lainnya, telur insek, parasit,
dan bau.
Proses pencernaan anaerobik, yang
merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahan organik oleh
aktifitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara.
Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik,
seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Pembentukan
biogas meliputi tiga tahap proses yaitu:
- Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pemecahan bahan organik yang komplek menjadi sederhana dengan bantuan air (perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer).
- Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana tadi yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan ammonia.
- Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini yang akan mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida.
Jika dilihat analisa dampak
lingkungan terhadap lumpur keluaran (slurry) dari digester
menunjukkan penurunan COD sebesar 90% dari kondisi bahan awal dan pebandingan
BOD/COD sebesar 0,37 lebih kecil dari kondisi normal limbah cair BOD/COD = 0,5.
Sedangkan unsur utama N (1,82%), P (0,73%) dan K (0,41%) tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dibandingkan pupuk kompos (referensi: N (1,45%), P (1,10%)
dan K (1,10%) (Widodo dkk., 2006). Berdasarkan hasil penelitian, hasil samping
pupuk ini mengandung lebih sedikit bakteri patogen sehingga aman untuk
pemupukan sayuran/buah, terutama untuk konsumsi segar (Widodo dkk., 2006).
Saat ini berbagai jenis bahan dan
ukuran peralatan biogas telah dikembangkan sehingga dapat disesuaikan dengan
karakteristik wilayah, jenis, jumlah dan pengelolaan kotoran ternak. Peralatan
dan proses pengolahan dan pemanfaatan biogas ditampilkan pada gambar berikut.
Digester dapat dibuat dari
bahan plastik Polyetil Propilene (PP), fiber glass atau semen, sedangkan ukuran
bervariasi mulai dari 4 – 35 m3. Biogas dengan ukuran terkecil dapat
dioperasikan dengan kotoran ternak 3 ekor sapi.
Cara Pengoperasian Unit Pengolahan
(Digester) Biogas seperti terjabar dalam Seri Bioenergi Pedesaan Direktorat
Pengolahan Hasil Pertanian Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian Departemen Pertanian tahun 2009 sebagai berikut :
- Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1 : 2 (bahan biogas).
- Masukkan bahan biogas ke dalam digester melalui lubang pengisian (inlet) hingga bahan yang dimasukkan ke digester ada sedikit yang keluar melalui lubang pengeluaran (outlet), selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas di dalam digester.
- Setelah kurang lebih 8 hari biogas yang terbentuk di dalam digester sudah cukup banyak. Pada sistem pengolahan biogas yang menggunakan bahan plastik, penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya biogas yang dihasilkan. Biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar, kompor biogas dapat dioperasikan.
- Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu sebanyak kira-kira 10% dari volume digester. Sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge secara otomatis akan keluar dari lubang pengeluaran (outlet) setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat digunakan sebagai pupuk kandang/pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun kering.
Biogas yang dihasilkan dapat
ditampung dalam penampung plastik atau digunakan langsung pada kompor untuk
memasak, menggerakan generator listrik, patromas biogas, penghangat ruang/kotak
penetasan telur dan lain sebagainya.
Untuk memanfaatkan kotoran
ternak sapi menjadi biogas, diperlukan beberapa syarat yang terkait dengan
aspek teknis, infrastruktur, manajemen dan sumber daya manusia. Bila faktor
tersebut dapat dipenuhi, maka pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas sebagai
penyediaan energi di pedesaan dapat berjalan dengan optimal.
Menurut Sulaeman (2008), terdapat
sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi optimasi pemanfaatan kotoran ternak sapi
menjadi biogas yaitu:
Potensi Pengembangan Biogas dari
Limbah Peternakan Sapi
Pada umumnya peternak sapi di
Indonesia mempunyai rata- rata 2 – 5 ekor sapi dengan lokasi yang tersebar
tidak berkelompok. Sehingga penanganan limbahnya baik itu limbah padat, cair
maupun gas seperti feses dan urin maupun sisa pakan dibuang ke lingkungan
sehingga menyebabkan pencemaran. Pengolahan limbah secara sederhana hanya
dengan pemanfaatannya sebagai pupuk organik. (Deptan, 2006)
Diketahui sapi dengan bobot 450 kg
menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Deptan,
2006). Dan apabila tidak dilakukan penanganan secara baik maka akan menimbulkan
masalah pencemaran lingkungan udara, tanah dan air serta penyebaran penyakit
menular. Sehingga sangat diperlukan usaha untuk mengurangi dampak negatif dari
kegiatan peternakan sapi salah satunya dengan melakukan penanganan yang baik
terhadap limbah yang dihasilkan melalui biogas.
Hasil
biogas dari rata 3 – 5 ekor sapi tersebut setara dengan 1-2 liter minyak
tanah/hari (Deptan, 2006). Dengan demikian keluarga peternak yang sebelumnya
menggunakan minyak tanah untuk memasak bisa menghemat penggunaan minyak tanah
1-2 liter/hari. Pemanfaatan biogas di Indonesia sebagai energi alternatif sangat
memungkinkan untuk diterapkan di masyarakat, apalagi sekarang ini harga bahan
bakar minyak yang makin mahal dan kadang-kadang langka keberadaannya. Besarnya
potensi Limbah biomassa padat di seluruh Indonesia seperti kayu dari kegiatan
industri pengolahan hutan, pertanian dan perkebunan; limbah kotoran hewan,
misalnya kotoran sapi, kerbau, kuda, dan babi juga dijumpai di seluruh provinsi
Indonesia dengan kualitas yang berbeda-beda.
Teknologi biogas adalah suatu
teknologi yang dapat digunakan dimana saja selama tersedia limbah yang akan
diolah dan cukup air. Di negara maju perkembangan teknologi biogas sejalan
dengan perkembangan teknologi lainnya. Untuk kondisi di Indonesia, teknologi
biogas dapat dibangun dengan kepemilikan kolektif dan dipelihara secara bersama.
Seperti yang dicanangkan oleh Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia Direktorat
Jenderal Peternakan Departemen Pertanian Republik Indonesia melalui
program Pengembangan Biogas Ternak bersama Masyarakat (BATAMAS) yang dimulai
pada tahun 2006.
Beberapa alasan mengapa biogas belum
popular penggunaannya di kalangan peternak atau kalaupun sudah ada banyak yang
tidak lagi beroperasi, yaitu kurang sosialisasi, teknologi yang diterapkan
kurang praktis dan perlu pemeliharaan yang seksama dan kurangnya pengetahuan
para petani tentang pemeliharaan digester.
Teknologi biogas dapat dikembangkan
dengan input teknologi yang sederhana dengan bahan-bahan yang tersedia di
pasaran lokal. Energi biogas juga dapat diperoleh dari air buangan rumah
tangga; kotoran cair dari peternakan ayam, babi; sampah organik dari pasar,
industri makanan dan sebagainya.
Disamping itu, usaha lain yang dapat
bersinergi dengan kegiatan ini adalah peternakan cacing untuk pakan
ikan/unggas, industri tahu/tempe dapat menghasilkan ampas tahu yang dapat
dimanfaatkan sebagai pakan sapi dan limbah cairnya sebagai bahan input produksi
biogas. Industri kecil pendukung juga dapat berkembang, seperti industri bata
merah, industri kompor gas, industri lampu penerangan, pemanas air dan
sebagainya. Sehingga pengembangan teknologi biogas secara langsung maupun tidak
langsung diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan.
Pemanfaatan biogas sebagai sumber
energi pada industri kecil berbasis pengolahan hasil pertanian dapat memberikan
multiple effect dan dapat menjadi penggerak dinamika pembangunan
pedesaan. Selain itu, dapat juga dipergunakan untuk meningkatkan nilai tambah
dengan cara pemberian green labelling pada produk-produk olahan yang di
proses dengan menggunaan green energy (Widodo dkk., 2006).
Penanganan Limbah Ternak
Penanganan limbah ternak akan spesifik pada jenis/spesies, jumlah ternak,
tatalaksana pemeliharaan, areal tanah yang tersedia untuk penanganan limbah dan
target penggunaan limbah. Penanganan limbah padat dapat diolah menjadi
kompos, yaitu dengan menyimpan atau menumpuknya, kemudian diaduk-aduk atau
dibalik-balik. Perlakuan pembalikan ini akan mempercepat proses
pematangan serta dapat meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan. Setelah
itu dilakukan pengeringan untuk beberapa waktu sampai kira-kira terlihat
kering.
Penanganan limbah cair dapat
diolah secara fisik, kimia dan biologi. Pengolahan secara fisik
disebut juga pengolahan primer (primer treatment). Proses ini merupakan
proses termurah dan termudah, karena tidak memerlukan biaya operasi yang
tinggi. Metode ini hanya digunakan untuk memisahkan partikel-partikel
padat di dalam limbah. Beberapa kegiatan yang termasuk dalam pengolahan
secara fisik antara lain : floatasi, sedimentasi, dan filtrasi.
Pengolahan secara kimia disebut juga pengolahan sekunder (secondary
treatment) yang bisanya relatif lebih mahal dibandingkan dengan proses
pengolahan secara fisik. Metode ini umumnya digunakan untuk mengendapkan
bahan-bahan berbahaya yang terlarut dalam limbah cair menjadi padat. Pengolahan dengan cara ini meliputi
proses-proses netralisasi, flokulasi, koagulasi, dan ekstrasi.
Pengolahan secara biologi merupakan tahap akhir dari pengolahan sekunder
bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair. Limbah yang
hanya mengandung bahan organik saja dan tidak mengandung bahan kimia yang
berbahaya, dapat langsung digunakan atau didahului denghan pengolahan secara
fisik (Sugiharto, 1987).
Beberapa cara penanganan limbah ternak sudah diterapkan (Chung, 1988) di
antaranya :
·
Solid Liquid
Separator.
Pada cara ini penurunan BOD dan SS masing-masing sebesar 15-30% dan
40-60%. Limbah padat setelah separasi masih memiliki kandungan air
70-80%. Normalnya, kompos mempunyai kandungan uap air yang kurang dari
65%, sehingga jerami atau sekam padi dapat ditambahkan. Setelah 40-60
hari, kompos telah terfermentasi dan lebih stabil.
·
Red Mud Plastic Separator (RMP). RMP adalah PVC yang diisi
dengan limbah lumpur merah (Red Mud) dari industri aluminium. RMP tahan pada erosi oleh asam,
alkalis atau larutan garam. Satu laporan mengklaim bahwa material
RMP dengan tebal 1,2 mm dapat digunakan sekitar 20 tahun. Bila limbah hog
dipisahkan dengan menggunakan separator liquid, bagian cair akan
mengalir ke dalam digester anaerobik pada kantong RMP. Pada suatu seri
percobaan di Lembaga Penelitian Ternak Taiwan, didapatkan bahwa ukuran optimum
kantong dihitung dengan mengalikan jumlah hogs dengan 0,5 m3.
Pada suhu ambien di Taiwan, jika waktu penyimpanan hidrolik selama 12 hari, BOD
biasanya turun menjadi 70-85% dan kandungan SS menjadi 80-90%.
·
Aerobic Treatment. Perlakuan limbah hog pada separator
liquid-solid dan RMP bag digestor biasanya cukup untuk menemukan standart
sanitasi. Jika tidak, aliran (effluent) selanjutnya dilakukan secara
aerobik. Perlakuan aerobik meliputi aktivasi sludge, parit oksidasi, dan
kolam aerobik. Rata-rata BOD dan SS dari effluent setelah perlakuan adalah
sekitar 200-800 ppm. Setelah perlakuan aerobik, BOD dan SS akan turun
pada level standar yang memenuhi standart dari kumpulan air limbah oleh aturan
pencegahan polusi air. BOD maksimum air limbah dari suatu peternakan
besar dengan lebih dari 1000 ekor babi adalah 200 ppm, sedangkan untuk
peternakan kecil BOD yang diijinkan 400 ppm.
Pemanfaatan Limbah Ternak
Pelbagai manfaat dapat dipetik dari limbah ternak, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances). Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media pelbagai tujuan (Sihombing, 2002).
Sebagai pakan ternak, limbah ternak kaya akan nutrien seperti protein, lemak
BETN, vitamin, mineral, mikroba dan zat lainnya. Ternak membutuhkan
sekitar 46 zat makanan esensial agar dapat hidup sehat. Limbah feses
mengandung 77 zat atau senyawa, namun didalamnya terdapat senyawa toksik untuk
ternak. Untuk itu pemanfaatan limbah ternak sebagai makanan ternak memerlukan
pengolahan lebih lanjut. Tinja ruminansia juga telah banyak diteliti
sebagai bahan pakan termasuk penelitian limbah ternak yang difermentasi secara
anaerob (Prior et al., 1986).
Penggunaan feses sapi untuk media hidupnya cacing tanah, telah diteliti
menghasilkan biomassa tertinggi dibandingkan campuran feces yang ditambah bahan
organik lain, seperti feses 50% + jerami padi 50%, feses 50% + limbah organik
pasar 50%, maupun feses 50% + isi rumen 50% (Farida, 2000).
Limbah Ternak Sebagai Penghasil Gasbio
Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan
memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah
satu bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut
sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar gasbio. Kotoran
ternak ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
biogas. Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang
menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk
mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi.
Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai
kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis
diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa,
10.20% lignin, 34.72% total karbon organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio
C:N, 0.73% P, dan 0.68% K (Lingaiah dan Rajasekaran, 1986).
Gasbio adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan
hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan
adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2)
(Simamora, 1989). Gasbio memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu
kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai
nilai kalor 8900 kkal/m3. Menurut Maramba (1978) produksi
gasbio sebanyak 1275-4318 I dapat digunakan untuk memasak, penerangan,
menyeterika dan mejalankan lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang
per hari.
Bahan gasbio dapat diperoleh dari limbah pertanian yang basah, kotoran hewan
(manure), kotoran manusia dan campurannya. Kotoran hewan seperti kerbau,
sapi, babi dan ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil gasbio
dan hasil yang diperoleh memuaskan (Harahap et al., 1980).
Perbandingan kisaran komposisi gas dalam gasbio antara kotoran sapi dan
campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Komposisi gas dalam gasbio (%) antara kotoran sapi dan campuran kotoran
ternak dengan sisa pertanian.
Jenis gas
|
Kotoran sapi
|
Campuran kotoran ternak dan sisa pertanian
|
Metan (CH4)
Karbondioksida
(CO2)
Nitrogen (N2)
Karbonmonoksida
(CO)
Oksigen (O2)
Propen (C3H8)
Hidrogen
sulfida (H2S)
Nilai kalor
(kkal/m3)
|
65.7
27.0
2.3
0.0
0.1
0.7
tidak
terukur
6513
|
54-70
45-27
0.5-3.0
0.1
6.0
-
sedikit
sekali
4800-6700
|
Sumber
: Harahap et al. (1978).
Pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi
tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap
metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik
mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana,
perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada tahap
pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap
hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk
akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat,
propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida,
hidrogen dan amoniak. Sedangkan pada tahap metanogenik adalah proses
pembentukan gas metan. Sebagai ilustrasi dapat dilihat salah satu contoh
bagan perombakan serat kasar (selulosa) hingga terbentuk gasbio (Gambar 2).
Dari Sampah?
Dari Tinja?
Kenapa Babi? Kasus
cocok untuk Kota Kupang!
Model-model
Konstruksi Biogas?
Yang Paling
Mutakhir sampai yang paling sederhana?
Kenapa
pilih digester drumb (versi GMi)
(kelebihan = mobile, gampang deteksi kebocoran dll, murah, gampang dipindah
tempatkan; dan kekurangannya= kalo bisa lebih dari satu unit, meningkatkan
produksi feses/tambah jumlah ternak/stimulant EM4/Gula air etc.
PEMBUATAN ALAT PENUNJANG PEMBANGKIT BIOGAS
Langkah selanjutnya adalah pembuatan tanki penampung biogas, saluran biogas, termasuk kompor biogas.
TANKI PENAMPUNG
Tanki penampung dalam desain yang dibuat memiliki kapasitas ± 2500 liter. Namun ternyata karena keterbatasan ruang (kami menyimpan tanki penampung biogas diatas kandang sapi) kami hanya dapat membuat dengan kapasitas 1700 liter. Di masa yang akan datang kami merencanakan untuk menambah kapasitas penampungan dengan membuat satu buah lagi tanki penampung yang dihubungkan dengan sistem biogas.
Tanki penampung juga terbuat dari plastik polyurethane, yang membedakan adalah lapisan yang digunakan hanya 1 lapis. Kami rasa dengan 1 lapis saja sudah cukup untuk menahan tekanan biogas yang tidak seberapa besar.
Dimensi tanki yang kami buat adalah diameter 95cm dan panjang 250cm.
Pengerjaannya mirip dengan pembuatan pembangkit, perbedaanya hanya satu ujung saja yang diberi pipa. Untuk instalasi utama kami selalu menggunakan pipa PVC ¾”. Beberapa artikel menggunakan pipa dengan diameter ½”. Lagi lagi pertimbangannya adalah karena bahan yang tersedia di areal kebun adalah pipa ¾” yang digunakan untuk sistem irigasi kebun di musim kemarau.
Langkah selanjutnya adalah pembuatan tanki penampung biogas, saluran biogas, termasuk kompor biogas.
TANKI PENAMPUNG
Tanki penampung dalam desain yang dibuat memiliki kapasitas ± 2500 liter. Namun ternyata karena keterbatasan ruang (kami menyimpan tanki penampung biogas diatas kandang sapi) kami hanya dapat membuat dengan kapasitas 1700 liter. Di masa yang akan datang kami merencanakan untuk menambah kapasitas penampungan dengan membuat satu buah lagi tanki penampung yang dihubungkan dengan sistem biogas.
Tanki penampung juga terbuat dari plastik polyurethane, yang membedakan adalah lapisan yang digunakan hanya 1 lapis. Kami rasa dengan 1 lapis saja sudah cukup untuk menahan tekanan biogas yang tidak seberapa besar.
Dimensi tanki yang kami buat adalah diameter 95cm dan panjang 250cm.
Pengerjaannya mirip dengan pembuatan pembangkit, perbedaanya hanya satu ujung saja yang diberi pipa. Untuk instalasi utama kami selalu menggunakan pipa PVC ¾”. Beberapa artikel menggunakan pipa dengan diameter ½”. Lagi lagi pertimbangannya adalah karena bahan yang tersedia di areal kebun adalah pipa ¾” yang digunakan untuk sistem irigasi kebun di musim kemarau.
Gambar 26: Membuat tanki penampung
Gambar 27: Ujung bawah tanki langsung di lipat dan di ikat dengan tali karet.
Akan lebih baik apabila ujung bawah tanki tidak diikat langsung, tapi diberi pipa PVC yang ditutup oleh dop PVC, baru kemudian lembaran plastik diikatkan pada pipa tersebut seperti langkah sebelumnya.
3.2 SALURAN BIOGAS
Untuk pipa utama kami menggunakan pipa PVC ¾”. Sambungan dapat dibuat permanen dengan lem PVC. Tapi kami memilih metoda semi permanen yaitu dengan mengikat sambungan pipa dengan tali karet. Hanya sambungan yang penting saja yang kami beri lem. Sambungan penting ini diantaranya adalah sambungan katup bola/keran (ball valve).
Kami menggunakan banyak ball valve, dengan tujuan untuk memudahkan apabila ada perubahan skema saluran. Pada gambar diatas terlihat bahwa di ujung tanki juga terdapat ball valve, hal ini memungkinkan untuk tanki dipindah pindahkan tanpa mengganggu kinerja biogas secara keseluruhan.
Di sebelah kanan pada gambar diatas juga terlihat botol bekas air mineral 1.5 liter yang berfungsi sebagai water vapor (penjebak uap air) dan katup keamanan. Skema water vapor adalah sebagai berikut:
Botol penjebak ini sebaiknya diletakkan pada bagian terbawah dari saluran biogas, tepat setelah pembangkit. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan uap air hasil kondensasi turun dan masuk ke dalam botol. Air yang berlebihan dalam sistem dapat memampetkan saluran biogas, selain itu adanya kandungan air dalam biogas menurunkan tingkat panas api dan membuat api berwarna kemerah merahan.
Perhatikan muka air yang dibutuhkan. Kami menyarankan tinggi permukaan air dari batas bawah pipa antara 20 sampai 25 cm. Apabila terlalu rendah, gas akan mudah keluar dari air sebelum mencapai tekanan yang diinginkan. Apabila muka air terlalu tinggi, tekanan yang ada membesar dan hal ini dapat menghambat proses produksi biogas itu sendiri.
Kami sangat ingin mencoba membuat manometer untuk dapat mengontrol dan mengukur tekanan yang ada dalam sistem biogas, namun pada saat ini hal tersebut belum tercapai.
Lubang air pada botol penjebak selain berfungsi sebagai lubang pengisian juga sebagai pengatur tinggi muka air.
Bagaimana
Konstruksi digester versi GMi?
Bahan dan alat apa saja dari
digestergeng iMuT?
Bahah
- Feses sapi
- Air
- EM4
- Gula Air
Alat
- Drum : Drum yang digunakan adalah drum bekas minyak tanah 2 buah kemudian disambung (las)
- Pipa Paralon : Untuk disain proses memasukan feses dan disain keluarnya feses dari digester
- Kran
- Selang
- Ban Dalam (sebagai tempat penampungan gas)
Drumb? Dan kawan-kawanya….
Selang dan Ban?
Kompor: Sederhana sampai modern
Bagaimana cara pembuatan?
KOMPOR SEDERHANA BIOGAS
Penggunaan biogas yang paling mudah tidak lain dan tidak
bukan adalah sebagai bahan bakar dalam kegiatan masak memasak. Sebetulnya masih
banyak fungsi lain yang ingin kami cobakan juga, namun karena keterbatasan
waktu baru kompor biogas saja yang kami cobakan. Fungsi lainnya antara lain
sebagai pencahayaan (ini yang ingin segera kami coba), bahan bakar untuk
menjalankan mesin, pendingin, pemanas dan masih banyak bentuk pengembangan
lain. Test pertama untuk mengetahui apakah biogas yang dihasilkan dapat
terbakar atau tidak, kami lakukan dengan cara menyambungkan pipa biogas ke
selang yang biasa digunakan pada kompor gas, kemudian diujungnya kami
sambungkan dengan selang tembaga dengan diameter dalam (Internal Diameter;
ID) sekitar 0.5cm. Katup gas dibuka dan ujung selang didekatkan dengan
sumber api. Api pun menyala. Hurray!.
Desain kompor yang digunakan pada kompor biogas sangat serderhana, target kami saat membuat kompor ini adalah harus sesederhana mungkin, dapat dibuat dari bahan bahan yang tersedia dan semurah mungkin, serta .. asal jalan dulu, sebagai tahap pembelajaran.
Percobaan pertama pembuatan kompor biogas menggunakan kompor minyak tanah
Skema desain kompor pertama ini sebagai berikut:
Desain kompor yang digunakan pada kompor biogas sangat serderhana, target kami saat membuat kompor ini adalah harus sesederhana mungkin, dapat dibuat dari bahan bahan yang tersedia dan semurah mungkin, serta .. asal jalan dulu, sebagai tahap pembelajaran.
Percobaan pertama pembuatan kompor biogas menggunakan kompor minyak tanah
Skema desain kompor pertama ini sebagai berikut:
Bagaimana
operasionalisasinya?
Proses campur feses sampai jadi gas?
Berikut adalah Proses Pembuatan Biogas dari Kotoran Ternak
1
Menyediakan
wadah atau bejana untuk mengolah kotoran organik menjadi biogas. Kalau hanya
diperuntukkan secara pribadi, cukup menggunakan drum bekas yang masih cukup
kuat. Selain itu perlunya kesediaan kotoran hewan (baik sapi maupun babi) yang
merupakan bahan baku biogas. Kalau sulit mencari kotoran hewan, maka percuma saja.
2
Proses pencampur feses : Mencampurkan kotoran organik tersebut dengan
air. Biasanya campuran antara kotoran dan air menggunakan perbandingan 1:1 atau
bisa juga menggunakan perbandingan 1:1,5. Air berperan sangat penting di dalam
proses biologis pembuatan biogas. Artinya jangan terlalu banyak (berlebihan)
juga jangan terlalu sedikit (kekurangan). Selanjutnya Aduk hingga rata dan
bersihkan dari benda benda-benda lain yang
mengkin terbawa, Masukkan isian ke dalam tempat produksi sampai penuh
(ada yang keluar dari pipa buangan) ,Buka kran pada tabung produksi, yang telah
dihubungkan dengan tabung penyimpan melalui sebuah selang, Jangan lupa tutup
kran pembuangan gas setelah pengisian ., Setelah 2 minngu, gas mulai terbentuk
ditandai dengan terisiya gas pada tempat penampungan . Gas ini masih bercampur
udara sehingga rawan meledak, karena itu harus dibuang dengan cara membuka kran
pembuangan. Setelah habis, (ditandai dengan turunnya kembali gas) maka kran
kembali ditutup. Dan berikutnya gas yang terbentuk sudah dapat digunakan,
Pengisian selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, banyaknya secukupnya.
3
Temperatur
selama proses berlangsung, karena ini menyangkut "kesenangan" hidup
bakteri pemroses biogas antara 27 - 28 derajat celcius. Dengan temperatur itu
proses pembuatan biogas akan berjalan sesuai dengan waktunya. Tetapi berbeda
kalau nilai temperatur terlalu rendah (dingin), maka waktu untuk menjadi biogas
akan lebih lama.
4
Kehadiran
jasad pemroses, atau jasad yang mempunyai kemampuan untuk menguraikan
bahan-bahan yang akhirnya membentuk CH4 (gas metan) dan CO2.
5
Untuk mendapatkan biogas yang diinginkan, drum (bejana)
kotoran organik harus bersifat anaerobik. Dengan kata lain, tak boleh ada
oksigen dan udara yang masuk sehingga feses yang dimasukkan ke dalam bioreaktor
bisa dikonversi mikroba. Keberadaan udara menyebabkan gas CH4 tidak akan
terbentuk. Untuk itu maka bejana pembuat biogas harus dalam keadaan tertutup
rapat.
6
Setelah proses ini selesai, maka selama dalam kurun
waktu 3 minggu didiamkan, maka gas metan sudah terbentuk dan siap dialirkan
untuk keperluan memasak. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
memanfaatkan biogas. Seperti misalnya sifat biogas yang tidak berwarna, tidak
berbau dan sangat cepat menyala. Karenanya kalau kompor mempunyai kebocoran,
akan sulit diketahui secepatnya. Berbeda dengan sifat gas lainnya, sepeti
elpiji, maka karena berbau akan cepat dapat diketahui kalau terjadi kebocoran
pada alat yang digunakan. Sifat cepat menyala biogas, juga merupakan masalah
tersendiri. Artinya dari segi keselamatan pengguna. Sehingga tempat pembuatan
atau penampungan biogas harus selalu berada jauh dari sumber api yang
kemungkinan dapat menyebabkan ledakan kalau tekanannya besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar