YOHANIS
YONATHAN PELLO
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak babi
merupakan salah satu ternak potong penghasil daging yang tidak kalah penting
dengan ternak potong lainnya, yang dapat menunjang pemenuhan kebutuhan protein
hewani. Ternak babi memiliki beberapa keunggulan seperti : mampu beradaptasi
dengan kondisi lingkungan yang beraneka ragam, pertumbuhannya cepat, persentase karkas bisa mencapai 65 – 80 % dan
sangat efisien dalam mengubah sisa makanan hasil ikutan pertanian (Anonymous,
1981).
Pertumbuhan ternak babi tidak hanya ditentukan oleh faktor genetik, akan
tetapi faktor pakan (tatalaksana
pemberian pakan yang ketersediaan bahan makanan tersebut dalam jumlah yang
cukup, berkualitas baik, selalu tersedia dan harganya terjangkau murah) sangat
diperlukan guna mendapatkan tampilan produk yang layak.
Makanan adalah faktor penting dalam usaha peternakan babi sebab 60 %
dari seluruh biaya dihabiskan untuk babi-babi induk dan 80 % untuk keperluan fattening
(Sihombing, 1997). Biaya pakan yang tinggi ini disebabkan karena sebagian besar
bahan makanan ternak babi berasal dari biji-bijian dan hewani. Ketersediaan
pakan tersebut seringkali menjadi kendala karena sebagian besar masih merupakan
makanan
manusia dan
juga ternak lainnya yang merupakan bahan utama
penyusun pakan komersil. Oleh karena itu perlu dicarikan bahan makanan
pengganti yang mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah dan tidak
bersaing dengan kebutuhan manusia dan ternak lainnya.
Biji asam merupakan salah satu bahan pakan alternatif yang harganya terjangkau dan mempunyai
prospek untuk menanggulangi kendala tersebut diatas. Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT) memproduksi 800 ton lebih biji asam pertahunnya (BPS Provinsi NTT, 2009) sehingga
sangat baik digunakan sebagai pakan alternatif sumber protein guna mengurangi
atau mengganti penggunaan kacang-kacangan dalam susunan ransum ternak babi fase
grower. Biji asam diproduksi dari hasil ikutan panen buah asam, sangat berguna
sebagai pakan ternak babi bila mengacu pada kandungan nutrient dan jumlah
ketersediaannya. Kandungan
protein kasar dalam isi biji asam Timor mencapai 23% (Ly dan Likadja, 2000)
merupakan angka yang menyamai kacang hijau dan di bawah kandungan kacang kedelai
(38%).
Biji
asam digunakan sebagai pakan ternak babi karena mengandung sumber protein.
Kandungan protein
yang terdapat dalam biji asam dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan
ternak babi. Untuk meningkatkan kecernaan biji asam Timor pada babi, maka perlu
menyuplai bahan pakan lainnya.
Bahan
pakan yang dapat
dipakai untuk meningkatkan kecernaan biji asam timor adalah probiotik.
Istilah probiotik pertama kali
diperkenalkan oleh Perker (1974) yang dikutip Sembiring, dkk (2010) menggambarkan tentang keseimbangan
mikroorganisme dalam saluran pencernaan. Pada saat ternak mengalami stres,
keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan terganggu, mengakibatkan
sistem pertahanan tubuh menurun dan bakteri-bakteri pathogen berkembang dengan
cepat. Pemberian probiotik dapat menjaga keseimbangan komposisi mikroorganisme
dalam sistem pencernaan ternak berakibat meningkatnya daya cerna bahan pakan
dan menjaga kesehatan ternak.
Sebagian besar probiotik yang
digunakan sebagai aditif adalah tergolong bakteri termasuk dalam species Lactobacillus (L. acidophilus, L. lactis, L. plantarum) dan Bifidobacterium (B. bifidum, B. thermophilum). Manfaat probiotik sebagai bahan
aditif ditunjukkan dengan meningkatnya ketersediaan lemak dan protein bagi ternak, di samping itu probiotik juga meningkatkan kandungan
vitamin B kompleks melalui fermentasi makanan. Probiotik juga dapat
meningkatkan kekebalan (immunity),
mencegah alergi makanan dan kanker (colon
cancer).
Suplementasi
probiotik dalam ransum telah terbukti berhasil meningkatkan pertumbuhan ternak
dan kecernaan bahan pakan
yakni pakan babi lepas sapih (Sanam dan Sembiring, 2004). Berdasarkan manfaat probiotik dalam ransum terutama
bagi biji asam yakni memanfaatkan kandungan protein yang tersedia dalam biji
asam secara optimal dan palatabilitas serta meningkatkan kecernaan, maka
probiotik cocok untuk disuplementasikasi dalam ransum yang ditambahkan tepung
biji asam karena dapat meningkatkan ketersediaan protein bagi ternak.
Banyak indikator yang dapat digunakan untuk mengukur respon ternak
terhadap berbagai faktor luar seperti makanan, di antaranya konversi pakan dan
konsumsi ransum. Konversi pakan mempunyai hubungan erat dengan konsumsi ransum
dan pertambahan berat badan ternak. Kebutuhan makanan untuk hidup pokok
bertambah dengan bertambah besarnya badan ternak babi, dengan demikian angka
konversi pakan akan menurun. Selain itu tingkat konsumsi ransum mempunyai
hubungan juga dengan konsumsi air dimana semakin tinggi konsumsi ransum
biasanya diikuti juga oleh tingginya konsumsi air (Whittemore, 1987). Faktor
air memegang peranan penting bagi makluk hidup. Kenyataan bahwa ternak akan
lebih cepat mati akibat kekurangan air dari pada kekurangan salah satu bahan
makanan esensial.
Berdasarkan Latar
belakang di atas maka telah dilakukan suatu penelitian dengan judul: “Pengaruh Pemberian Ransum Yang
Ditambahkan Tepung Biji Asam Dengan Suplementasi Probiotik Terhadap Konversi
Pakan Dan Konsumsi Air Ternak Babi Fase Grower”
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemberian ransum yang ditambahkan tepung biji asam dengan suplementasi probiotik
terhadap konversi pakan dan konsumsi air ternak babi fase
grower.
Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian
ini adalah
1.
Untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang peternakan.
2.
Sebagai
informasi bagi peternak babi dan pihak terkait dalam upaya pemanfaatan biji
asam timor dengan suplementasi probiotik sebagai ransum tambahan untuk
memperkaya pengetahuan dibidang peternakan babi.
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran
Umum Ternak Babi
Menurut
Blakely dan Bade (1994) ternak babi dapat diklsifikasikan sebagai berikut :
phylum chordata (vertebrata); Ordo artiodaeyle ; Famili suidae; Genus Sus.
Selanjutnya dinyatakan bahwa ternak babi yang dikembangkan sekarang berasal
dari berbagai jenis babi liar yaitu spesia Sus scrofa (Babi Liar Eropa), Sus
indicus ( Babi Liar Cina dan India), Sus vittatus (Babi India Timur) dan Sus mediteraneus
(Babi Liar Neopolitan).
Ternak
babi merupakan salah satu sumber penghasil daging dan pemenuhan sumber gizi
yang efesien sehingga ternak babi merupakan ternak yang mempunyai arti ekonomi yang
cukup tinggi (Anonymous, 1981). Lebih lanjut dinyatakan bahwa kandungan lemak
pada babi cukup tinggi sehingga kandungan energinya tinggi.
Menurut
Parakkasi (1990), sistem pencernaan didefinisikan sebagai sebuah sistem yang
terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang
bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan makanan.
Sihombing (1997) menggambarkan secara sederhana bahwa alat pencernaan merupakan
alat yang berfungsi sebagai jalan makanan dalam tubuh dan mengeluarkan bahan
sisa pencernaan. Selanjutnya dikatakan bahwa pencernaan atau zat-zat makanan pada ternak babi terutama
dilakukan secara enzimatik. Walaupun demikian saluran gastro-intestinal berisi
berbagai mikroorganisme sejak 24 jam setelah lahir.
Alat
pencernaan makanan dapat digolongkan menjadi dua yaitu saluran pencernaan dan
alat pelengkap makanan. Saluran pencernaan menurut Sihombing (1997) dibagi atas
rongga mulut, esofagus, lambung, usus halus, dan anus. Alat pelengkap lain yang
dapat membantu pada pencernaan makanan adalah gigi, lidah, kelenjar ludah (air
ludah), empedu pada hati dan pancreas. Menurut Whittemore (1987), sistem
pencernaan yang sederhana menyebabkan ternak babi secara alamiah terbatas dalam
memanfaatkan ransum yang berserat tinggi.
Saluran
pencernaan ternak babi dimulai dari rongga mulut, lalu masuk ke esofagus
selanjutnya menuju ke lambung lalu masuk ke usus halus. Usus halus merupakan
bagian terbesar dari pencernaan dan penyerapan dari zat-zat makanan kemudian
masuk ke usus besar. Pembusukan terjadi dalam usus besar yang menghasilkan gas
metan, selanjutnya dikeluarkan melalui anus dalam bentuk feses (Sihombing,
1997).
Bahan Makanan dan Ransum Ternak Babi
Bahan makanan merupakan faktor penting dalam
usaha peternakan babi (Aritonang, 1993). Lebih lanjut dinyatakan bahwa 60-80 %
dari seluruh biaya produksi adalah untuk biaya pakan sejak dari pengadaan,
formulasi dan penyuguhan harus benar-benar perhatikan. Sihombing (1997)
menyatakan bahwa makanan mempunyai peranan penting baik untuk pertumbuhan
maupun hidup pokok. Parakkasi (1990) menyatakan bahwa pemberian makanan kepada
ternak babi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan mendapatkan
produksi berupa daging yang kaya akan gizi, sehingga bermanfaat bagi konsumen.
Bahan
makanan adalah sesuatu yang dapat dimakan, dicerna dan tidak mengganggu
kesehatan hewan yang mengkonsumsinya (Sastroamidjojo, 1975). Lebih lanjut
dinyatakan ransum adalah campuran dari berbagai bahan pakan untuk diberikan
pada ternak dalam waktu tertentu. Aritonang (1993) menyatakan bahwa ransum adalah segala bahan
yang dapat disiapkan untuk diberikan dan dapat dikonsumsi oleh ternak serta
berguna bagi tubuhnya. Bahan ransum adalah sesuatu yang dapat dimakan sedangkan
ransum adalah sejumlah campuran dari berbagai macam bahan ransum yang biasa
dikonsumsi oleh ternak secara baik dan juga dapat mensuplai zat-zat nutrisi
dalam bentuk yang sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi fisiologis yang ada
didalam tubuh dapat berjalan dengan normal (Anggorodi, 1994).
Parakkasi
(1990) menyatakan bahwa kombinasi bahan makanan yang bilamana dikonsumsi secara
normal dapat mensuplai zat-zat makanan kedalam tubuh ternak dengan perbandingan
jumlah dan bentuk sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi fisiologis tubuh dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada umumnya ransum ternak babi berasal dari
tanaman dan hewan serta sisa-sisa hasil ikutan dari berbagai perusahaan dan
pabrik yang bersifat pertanian.
Ternak
babi sangat membutuhkan ransum untuk pertumbuhan, hidup pokok dan produksi
serta reproduksi. Parakkasi (1990) menganjurkan pemberian ransum sempurna
ekonomis pada ternak babi. Ransum dinyatakan sempurna karena telah tersusun
zat-zat makanan dalam perbandingan, jumlah dan bentuk yang sedemikian rupa
sehingga fungsi-fungsi dalam tubuh dapat berjalan normal. Anggorodi (1994)
menyatakan bahwa dalam penyusunan ransum agar tetap mencapai produk yang
optimal perlu dipikirkan usaha mencari pengganti bahan makanan lain yang
memenuhi syarat antara lain 1) dapat
menghasilkan nilai gizi ransum yang sempurna, 2) penggunaan tidak bersaing
dengan kebutuhan manusia, 3) harga relatif murah dan mudah diperoleh, dan 4)
tidak beracun bagi ternak.
Kebutuhan zat
makanan ternak babi sangat berbeda-beda tergantung berat badan dan kondisi.
Makanan ternak babi yang memenuhi syarat umumnya adalah jenis bahan makanan
yang menjadi sumber energi, seperti jagung, dedak padi, bungkil kelapa, dan
ampas tahu. Bahan-bahan ini mengandung zat-zat makanan yang diperlukan yakni
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, asam-asam amino, air dan
berserta kasar yang rendah (Sihombing, 1997).
Potensi Biji Asam
Asam (Tamarindus indica) merupakan sebuah
kultivar daerah tropis dan termasuk tumbuhan berbuah polong. Batang pohonnya
yang cukup keras dapat tumbuh menjadi besar dan daunnya rindang. Daun asam jawa
bertangkai panjang, sekitar 17 cm dan bersirip genap. Bunganya berwarna kuning
kemerah-merahan dan buah polongnya berwarna coklat dengan rasa khas asam. Di
dalam buah polong selain terdapat kulit yang membungkus daging buah, juga
terdapat biji berjumlah 2-5 yang berbentuk pipih dengan warna coklat agak
kehitaman (Ahira, 2011).
Katipana, dkk, (2009) melaporkan bahwa biji asam mengandung protein 18,29 %
, lemak 6,88 %, serat kasar 10,76 %, BETN 44,82 %, abu 3,64 %, dan GE 4838 %.
Anggorodi (1994) menyatakan bahwa hampir semua sumber protein tumbuh-tumbuhan
mempunyai faktor-faktor yang harus disingkirkan dengan cara teknik pengolahan
khusus untuk membuatnya bernilai gizi maksimum. Selanjutnya dinyatakan bahwa pemanasan adalah perlu untuk menghancurkan
faktor-faktor anti nutrisi, akan tetapi terlalu banyak panas adalah merugikan
terhadap nilai nutrisi lainnya.
Buah polong asam
mengandung senyawa kimia antara lain asam appel, asam sitrat, asam anggur, asam
tartrat, asam suksinat, pectin dan gula invert. Buah asam yang masak di pohon
diantaranya mengandung nilai kalori sebesar 239 kal/100 gram, protein
2,8 gram/100 gram, lemak 0,6 gram/100 gram, hidrat arang 62,5 gram/100 gram,
kalsium 74 miligram/100 gram, fosfor 113 miligram/100 gram, zat besi 0,6
miligram/100 gram, vitamin A 30 SI/100 gram, vitamin B1 0,34 miligram/100 gram,
vitamin C 2 miligram/100 gram. Kulit bijinya mengandung phlobatannin dan
bijinya mengandung albuminoid serta pati (Ahira, 2011).
Tannin adalah senyawa
phenolic yang larut dalam air, dengan berat molekul antara 500-3000 dan dapat
mengendapkan protein dari larutan.
Secara kimia tannin sangat kompleks dan biasanya dibagi kedalam dua
grup, yaitu hydrolizable tannin dan condensed tannin. Hydrolizable tannin mudah
dihidrolisa secara kimia atau oleh enzim dan terdapat di beberapa legume
tropika seperti Acacia sp, sedangkan
Condensed tannin atau tannin terkondensasi paling banyak menyebar di
tanaman dan dianggap sebagai tannin tanaman (Anonymous, 2010).
Pemasakan makanan mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap daya cerna.
Pemanasan beberapa suplemen protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dapat
memperbaiki daya cernanya yang rusak karena inhibitor enzim yang terdapat dalam
bahan tersebut (Tillman, dkk. 1983).
Lani (2010) melaporkan bahwa penggunaan tepung biji asam dalam ransum babi
umur pertumbuhan sampai dengan level 60% nyata mengurangi konsumsi ransum dan
cenderung menurunkan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik. Penggunaan tepung biji asam dengan level 30%
menghasilkan konsumsi ransum tertinggi dibandingkan dengan level 40%, 50% dan
60%. Bahan pakan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung kuning,
dedak padi, tepung ikan, ampas tahu dan kapur.
Konstantinus (1990) melaporkan bahwa penggunaan
tepung biji asam ke dalam
ransum basal sampai dengan level 35% tidak menekan konsumsi ransum, konsumsi
air dan tidak memperburuk konversi makanan dibandingkan dengan perlakuan tanpa
tepung biji asam, 15% tepung biji asam dan 25% tepung biji asam. Konversi ransum tertinggi diperoleh perlakuan
R2 (3,21) kemudian diikuti R1 (3,25), R0 (3,31) dan R3 (3,42). Hasil analisis
ragam menunjukkan pengaruh perlakuan tidak nyata (P>0,05) terhadap konversi
makanan ternak babi penelitian. Bahan
pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dedak halus, jagung kuning,
tepung ikan dan kacang hijau.
Dando (2002)
melaporkan bahwa pemberian tepung ikan dan tepung biji asam ke dalam ransum
basal tidak berpengaruh negatif terhadap kadar hemoglobin dan total protein
plasma ternak babi peranakan VDL umur pertumbuhan. Selanjutnya dinyatakan bahwa
pemberian tepung biji asam dan tepung ikan dalam ransum basal secara
bersama-sama memberikan respon yang positif terhadap total protein plasma.
Probiotik
Probiotik merupakan salah
satu feed additive yang akhir-akhir ini banyak digunakan untuk ternak. Ada bermacam-macam jenis feed aditive di antaranya adalah obat-obatan, antibiotika atau
hormon-hormon pertumbuhan. Belakangan ini pemberiannya tidak memuaskan
karena sedikit banyak mempunyai efek samping yang kurang baik, terhadap
ternaknya sendiri, maupun terhadap manusia yang mengkonsumsi hasil ternaknya.
Sebagai contoh pemberian antibiotika dapat menyebabkan resistensi terhadap
suatu jenis penyakit, sehingga penyakit tersebut sulit untuk disembuhkan dan
bahkan dapat menyebabkan timbulnya jenis penyakit baru. Penggunaan
hormon-hormon pertumbuhan dapat menyebabkan efek yang kurang baik terhadap
manusia yang mengkonsumsi hasil ternaknya, karena residu yang tertinggal dari
hormon-hormon pertumbuhan pada daging atau telur ayam, secara tidak langsung
akan ikut terkonsumsi juga oleh manusia yang memakannya dan terakumulasi dalam
tubuh (Budiansyah, 2004).
Probiotik merupakan suatu makanan tambahan
atau feed aditive yang berupa mikroorganisme hidup, baik bakteri maupun
yeast/kapang yang diberikan melalui campuran ransum atau air minum. Adapun
tujuan pemberian probiotik adalah untuk memperbaiki keseimbangan populasi
mikroba di dalam saluran pencernaan, dimana
mikroba-mikroba yang menguntungkan populasinya akan meningkat dan menekan
pertumbuhan mikroba yang merugikan yang sebagian besar adalah mikroba penyebab
penyakit (mikroba patogen). Pemakaian probiotik ini tidak mempunyai pengaruh
yang negatif, baik kepada ternaknya sendiri, maupun kepada manusia yang
mengkonsumsi hasil ternaknya. Selain itu pemberian probiotik juga dapat
digunakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kontaminasi mikroba
penyebab penyakit (mikroba patogenik) terhadap produk-produk, sehingga
produk-produk yang dihasilkan terjaga kehigienisannya (Budiansyah, 2004).
Konversi Pakan
Konversi pakan
merupakan salah satu cara mengevaluasi performans ternak, diperoleh dari
banyaknya makanan yang dikonsumsi (dalam gram) dibagi dengan pertambahan bobot
badan hasil pengukuran (Sihombing, 1997). Lebih lanjut dinyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi efesiensi konversi pakan ternak babi yaitu 1)
ransum yang zat-zat makanannya tidak seimbang, 2) dasar genetis tidak baik, 3)
tingkat penyakit tinggi, 4) terdapat cacing, 5) makanan butiran berjamur, 6)
air minum, 7) kondisi lingkungan, 8) manajemen tidak baik. Menurut Whittemore
(1987) kebutuhan makanan untuk pokok hidup bertambah dengan bertambah besarnya
badan ternak babi dengan demikian angka konversi makananpun semakin menurun.
Sihombing (1997) menyatakan bahwa apabila ternak babi mengkonsumsi ransum
dengan pemberian takaran makanan tertentu maka ternak tersebut lebih efesien
dalam mengubah makanan menjadi daging, yang berarti pula pertambahan berat
badan atau pertumbuhan menjadi lebih cepat.
Konsumsi Air
Ternak
memperoleh air dari tiga sumber yaitu air yang diminum, air dari bahan pakan
yang dikonsumsi dan air metabolik (Anggorodi, 1994). Fungsi air dalam tubuh
sebagai alat pengangkut bahan-bahan tertentu seperti darah, enzim dan susu
(Tillman dkk, 1983). Selanjutnya Anonymous (1981) menyatakan bahwa fungsi air
dalam tubuh sangat penting, yakni untuk mengatur temperatur (panas) tubuh,
melumatkan makanan dalam proses pencernaan, membawa zat-zat makanan keseluruh tubuh
dan membantu mengeluarkan bahan-bahan yang tak berguna. Dinyatakan pula bahwa
apabila kekurangan air, kesehatan akan tergangggu contohnya darah yang
mengandung serum terlalu sedikit, maka panas badan menjadi tinggi sehingga
protein menjadi rusak dan ternak babi menjadi kurus, oleh karena itu air harus
tersedia sehingga babi tidak kekurangan air. Sihombing (1997) menyatakan bahwa
ternak yang kehabisan hampir semua lemaknya (separuh protein tubuhnya sekitar
40 % air tubuh) masih dapat bertahan hidup, tetapi apabila 10 % air tubuhnya
hilang maka sangat berbahaya dan apabila 20 % air tubuhnya hilang maka ternak
tersebut akan mati.
Menurut
Parakksi (1990) jika konsumsi bahan kering 1 kg akan mengkonsumsi air minum
sebanyak 2000 – 2500 ml, dan bila udara cukup panas konsumsi air tersebut
menjadi meningkat menjadi 4000 – 4500 ml. Selanjutnya oleh Tillman, dkk (1983)
menyatakan bahwa ternak babi yang sedang bertumbuh pada suhu diatas 20oC
membutuhkan air sebanyak 2,1 l/kg bahan kering yang dikonsumsi.
MATERI
DAN METODE PENELITIAN
Lokasi
dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di kandang percobaan di Kelurahan Oesapa, Kota Kupang selama
10 minggu dari tanggal 26 september
2011 sampai dengan 9 desember 2011, yang terbagi dalam 2
minggu penyesuaian dan 8 minggu tahap pengumpulan data.
Materi
Penelitian
Materi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ternak babi fase grower sebanyak 16 ekor
dengan kisaran umur 3-4
bulan dengan bobot badan awal (17-34,5 kg), rataan 25,66 kg dan KV=20,73
%
Kandang yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kandang individu dengan lantai semen kasar yang dibuat
agak miring. Kandang terdiri dari 16 petak, dengan ukuran masing-masing kandang
adalah 1 x 1,5 m. Kandang beratap seng
dan dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum.
Alat
dan Bahan
Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan merek Dunlop yang berkapasitas
150 kg untuk menimbang ternak babi,
timbangan berkapasitas 3 kg dengan kepekaan 100 gr untuk menimbang ransum dan
gelas ukur untuk mengukur air.
Penelitian ini
menggunakan alat penggiling untuk membuat tepung dan mesin pelet untuk mengolah
ransum.
Penelitian ini menggunakan biji asam
sebagai salah satu komponen penyusun ransum dan disuplementasi dengan
probiotik. Biji asam yang diperoleh dari petani di Timor, diolah terlebih
dahulu dengan cara disangrai, lalu ditumbuk agar kulit bijinya terkelupas dari kulit kemudian
digiling untuk dibuat menjadi tepung.
Probiotik asam laktat sebagai suplemen dibuat
dengan cara fermentasi melalui proses inkubasi. Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan probiotik
asam laktat adalah wadah fermentasi asam laktat, susu Dancow
bubuk full cream sebagai sumber
laktosa dan inokulum mikroba asam laktat komersil yang terdiri atas
Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, Lactobacillus acidophilus
dan Bifidobacterium.
Bahan-
bahan pakan penyusun ransum yang digunakan meliputi biji asam, dedak padi,
jagung, tepung ikan, ampas tahu, tepung kanji, minyak kelapa, garam dapur,
pigmix, tepung kanji dan minyak kelapa digunakan sebagai perekat dalam
pembuatan pelet.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Penyusun
Ransum Penelitian.
No
|
Bahan
Pakan
|
ME
(kkal/kg)
|
PK
(%)
|
SK
(%)
|
LK
(%)
|
Ca
(%)
|
P
(%)
|
|
Jagung
kuning (a)
|
3.425
|
8,90
|
2,90
|
3,50
|
0,01
|
0,25
|
|
Dedak
halus (a)
|
2.200
|
13,50
|
13,00
|
0,60
|
0,10
|
1,70
|
|
Tepung
ikan (a)
|
2.500
|
65,00
|
1,00
|
5,50
|
4,50
|
2,70
|
|
Ampas
tahu (b)
|
3.412
|
29,01
|
18,37
|
6,04
|
0,95
|
1,74
|
|
Pigmix
(c)
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0,50
|
-
|
|
Minyak
kelapa (d)
|
8.600
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Tepung
biji asam (e)
|
3.368
|
13,12
|
3,70
|
4,00
|
-
|
-
|
|
Kacang
kedelai (a)
|
2.825
|
44,00
|
7,00
|
0,50
|
0,25
|
0,60
|
|
Tepung
kanji (a)
|
3.317
|
2,40
|
-
|
0,30
|
0,15
|
0,08
|
|
Kacang
hijau (f)
|
2.330
|
27,40
|
4,50
|
8,00
|
1,06
|
0,78
|
a)
NRC, (1988)
b)
Parakkasi, (1990)
c)
Pig
mix : merupakan campuran dari beberapa vitamin, asam amino
dan mineral untuk ternak
babi.
d)
Bunga, (2008) Skripsi
Fapet Undana
e)
Rissy,
(2003)
f)
Anggorodi,
(1994)
Tabel 2. Komposisi dan
Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian
Hasil Perhitungan
Bahan Pakan
|
Ransum
Penelitian (%)
|
|||
R0
|
R1
|
R2
|
R3
|
|
Jagung giling
|
15,00
|
15,00
|
15,00
|
15,00
|
Dedak padi
|
20,00
|
20,00
|
20,00
|
20,00
|
Tepung ikan
|
5,00
|
5,00
|
5,00
|
5,00
|
Ampas tahu
|
10,00
|
10,00
|
10,00
|
10,00
|
Tepung kedelai
|
20,00
|
15,00
|
7,00
|
-
|
Tepung kacang hijau
|
10,00
|
5,00
|
3,00
|
-
|
Tepung biji asam
|
-
|
10,00
|
20,00
|
30,00
|
Tepung kanji
|
17,00
|
17,00
|
17,00
|
17,00
|
Minyak kelapa
|
1,00
|
1,00
|
1,00
|
1,00
|
Garam dapur
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
0,50
|
Pigmix
|
1,50
|
1,50
|
1,50
|
1,50
|
Total
|
100,00
|
100,00
|
100,00
|
100,00
|
Kandungan
nutrisi*
|
||||
Bahan kering (%)
|
87,98
|
88,00
|
88,08
|
88,10
|
Protein kasar (%)
|
19,22
|
18,63
|
17,67
|
16,78
|
EM (Kkal/kg)
|
3.200
|
3.100
|
3.200
|
3.280
|
Serat kasar (%)
|
6,77
|
6,57
|
6,29
|
6,03
|
Lemak Kasar (%)
|
2,48
|
2,45
|
2,65
|
2,78
|
Keterangan
: Kandungan nutrisi ransum penelitian dihitung berdasarkan Tabel 1*
Prosedur
Penelitian
1.
Pengolahan
Biji Asam
Biji asam yang digunakan dalam penelitian
adalah hasil ikutan dari panen daging buah asam yang diperoleh dari petani di
Timor.
Proses pengolahan biji asam yang
dilakukan sebelum digunakan sebagai salah satu komponen penyusun ransum adalah:
a. Biji
asam disangrai sampai berwarna coklat kehitaman dan mengeluarkan aroma gurih (±
20 menit),
b.
Kemudian
biji asam sangrai tersebut ditumbuk agar kulit bijinya terkelupas.
c.
Biji
asam tanpa kulit selanjutnya dijemur untuk digiling menjadi tepung.
Tepung biji asam selanjutnya dicampur dengan bahan-bahan
pakan penyusun ransum dan diolah dalam bentuk pelet dengan
menggunakan mesin pelet milik UPTD Tarus, Kecamatan
Kupang Tengah Kabupaten Kupang.
2.
Pembuatan
Probiotik Asam Laktat
a.
Mencampur susu Dancow
bubuk full cream (sebagai sumber laktosa) sebanyak 3 sendok makan dengan 200 ml
air hangat kemudian diaduk hingga homogen,
b.
Campuran tersebut
ditambahkan dengan ½ sendok makan inokulum mikroba asam laktat komersil,
c.
Media susu yang
mengandung kultur mikroba asam laktat selanjutnya ditutup rapat (kedap udara)
dan di simpan pada suhu ruangan selama ± 24-48
jam hingga fermentasi berlangsung optimal.
3.
Prosedur
Pengacakan
Sebelum
proses pengacakan terlebih dahulu dilakukan pemberian nomor kuping pada ternak
(nomor 1-16), kemudian ternak babi ditimbang untuk memperoleh berat badan awal.
Selanjutnya ternak diurutkan menurut berat badan dari yang terendah sampai yang
tertinggi dan dibagi dalam 4 kelompok menurut berat badan dan masing-masing
kelompok terdiri dari 4 ekor. Sesudah itu, dilakukan pengacakan 4 macam ransum
penelitian dalam masing-masing kelompok dimana masing-masing ternak dalam satu
kelompok mendapat satu dari 4 macam ransum penelitian secara acak.
4.
Pelaksanaan
penelitian
Ransum
diberi secara periodik dengan frekuensi pemberian 2 kali yaitu pada pagi dan
sore hari dicampur
probiotik. Setiap ransum yang
diberikan dan ransum yang sisa ditimbang untuk mengetahui jumlah ransum yang
dikonsumsi dan yang tidak dikonsumsi perhari. Pemberian air minum bersamaan
dengan pemberian ransum. Air minum selalu ditambahkan atau diganti dengan air
bersih jika air minumnya menjelang habis atau kelihatan kotor. Sedangkan
penimbangan ternak dilakukan setiap dua minggu. Pembersihan kandang dilakukan 2
kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari.
Metode
Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok
( RAK ) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan.
Adapun perlakuan sebagai berikut:
R0 : Ransum tanpa tepung biji asam
R1 : Ransum mengandung 10 % tepung biji
asam + 2,5 % probiotik
R2 : Ransum mengandung 20 % tepung biji
asam + 2,5 % probiotik
R3 : Ransum mengandung 30 % tepung biji
asam + 2,5 % probiotik
Pemanfaatan tepung biji asam dalam campuran ransum
dihitung berdasarkan berat total ransum yakni dalam 100 kg, sedangkan probiotik
diberikan pada ternak sebanyak 2,5% dari total pemberian ransum.
Variabel Yang Diukur
Variabel
yang diukur sebagai indikator dari pengaruh perlakuan yang diberikan dalam
penelitian ini adalah :
1.
Konversi
pakan
Konversi
pakan adalah angka yang diperoleh dari pembagian antara rataan konsumsi ransum
(gram/hari) dengan rataan pertambahan bobot badan (gram/hari).
2.
Konsumsi air
Konsumsi air minum harian (ml) diperoleh dari jumlah
air yang diminum setiap hari selama penelitian (ml/hari) dibagi dengan lamanya
waktu penelitian (hari).
Analisis
Data
Data
yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Sidik Ragam (Analysis of Variance/ANOVA) dan jika tidak terdapat
perbedaan antara perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan
sesuai dengan petunjuk Gaspersz
(1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum ternak
Pada
awal penelitian semua ternak dalam keadaan sehat. Hal ini ditunjukkan dari mata
yang bersinar, gerak badan yang lincah, bulu halus dan mengkilat dan kondisi
fisiknya baik. Pada masa penyesuaian periode pertama ternak menunjukkan
penurunan konsumsi ransum dari ternak yang mendapat perlakuan R0-R3
mencapai setengah dari ransum yang diberikan, hal ini mungkin disebabkan oleh
faktor ransum yang dicobakan, tetapi setelah hari ketiga dan seterusnya
konsumsi ransum mulai membaik.
Memasuki minggu kedua pengambilan data, ternak
dengan nomor kandang 9 dan 15 yang mendapat perlakuan ransum R0 mengalami gangguan atau penyakit yang mengakibatkan nafsu makan menurun, feses
encer dan berwarna abu-abu. Untuk mengatasi hal ini maka dilakukan pengobatan
dengan menggunakan Pantovit, Injektamin, Betamoks, dan Antikolt, selanjutnya
memasuki minggu ketiga pengambilan data, ternak sehat kembali. Minggu berikutnya sampai akhir penelitian, semua ternak penelitian
menunjukkan kondisi sehat dengan terus meningkatnya pertambahan bobot badan.
Hasil Analisis Proksimat Ransum Penelitian
Penelitian ini
menggunakan biji asam sebagai salah satu komponen penyusun ransum dan
disuplementasi dengan probiotik. Kandungan nutrien dalam tepung biji asam hasil
pengolahan dengan cara disangrai dan sesudah dibersihkan dari kulit biji yang
kuat dan keras dapat dilihat dalam Tabel 3.
Tabel 3.
Kandungan Nutrien dalam Biji asam Hasil Sangrai
Komponen
|
Kandungan Gizi
|
Bahan kering, %
|
91,70
|
Bahan organik, %
|
61,49
|
Protein kasar, %
|
17,15
|
Serat kasar, %
|
10,52
|
Total karbohidrat, %
|
37,78
|
Bahan ekstrak tanpa nitrogen, %
|
27,26
|
Lemak kasar, %
|
6,56
|
Gross Energi
(Kkal/kg)
|
3.078,49
|
Keterangan: Analisis Laboratorium Kimia Pakan, Fakultas
Peternakan, Undana (2010)
Pada Tabel 3 terlihat bahwa biji asam tanpa kulit sangat berpotensi
digunakan sebagai salah satu pakan alternatif mengacu pada kandungan protein
dan energinya yang cukup tinggi namun kendala pemanfaatan yang telah
diidentifikasi adalah terdapatnya antinutrisi Tannin sehingga perlu diolah terlebih dahulu yakni dengan cara
disangrai agar menurunkan efek dari antinutrisi tersebut.
Menurut
DeSchutter dan Morris (1990) yang dikutip Sembiring, dkk (2010), cara yang paling efektif digunakan dalam mengeleminasi
kandungan antinutrisi adalah dengan cara disangrai (Dry roasting). Untuk mengantisipasi kandungan antinutrisi yang
mungkin tersisa dari biji asam yang telah disangrai maka perlu ditambahkan
pakan imbuhan kedalam ransum, menurut Fuller (1992) yang dikutip Sembiring, dkk (2010) bahwa penambahan suplemen pakan
seperti probiotik perlu dilakukan, terutama pada pemberian ransum yang
mengandung antinutrisi mengingat fungsi probiotik dapat meningkatkan
keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan ternak.
Pakan suplemen
probiotik dibuat dengan cara fermentasi dalam media susu skim dan diberi pada
ternak starter dengan cara mencampurkannya dalam ransum. Kandungan nutrien
probiotik diperlihatkan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Nutrisi Probiotik yang
ditambahkan dalam ransum penelitian
Komponen
|
Kandungan Gizi
|
Bahan kering
(%)
|
8,75
|
Protein Kasar
(%)
|
33,44
|
Lemak Kasar
(%)
|
6,56
|
Serat Kasar
(%)
|
0,21
|
Bahan Ekstrak
tanpa Nitrogen (%)
|
51,23
|
Abu
|
8,56
|
Ca
|
0,48
|
P
|
1,31
|
Gross Energi
(Kkal/kg)
|
4.772
|
Keterangan:
Hasil Analisis Laboratorium Kimia Pakan, Almira, Kupang (2010)
Dari Tabel
diatas terlihat bahwa kandungan nutrisi yang terkandung dalam probiotik cukup
tinggi seperti protein kasar, BETN dan gross energi. Hal ini dapat memberikan dampak yang
positif terhadap ternak babi yang diberikan pakan suplemen ini.
Komposisi zat makanan yang
terkandung dalam ransum penelitian dianalisis di Laboratorium Kimia Pakan
Fakultas Peternakan, UNDANA. Ransum tersebut tersusun dari: dedak padi, jagung, tepung ikan, ampas tahu, tepung
kanji, minyak kelapa, garam dapur, dan pigmix. Hasil
analisis komposisi zat makanan dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Nutrisi Ransum
Penelitian
Zat-Zat Nutrisi
|
Perlakuan
|
|||
R0
|
R1
|
R2
|
R3
|
|
Bahan kering (%)
|
89,48
|
89,75
|
89,34
|
91,24
|
Protein (%)
|
19,47
|
18,66
|
17,89
|
16,84
|
Lemak
|
4,51
|
5,06
|
5,46
|
5,68
|
Serat Kasar (%)
|
6,36
|
6,10
|
5,83
|
5,38
|
BETN (%)
|
61,86
|
62,52
|
63,12
|
64,98
|
Karbohidrat
|
68,22
|
68,62
|
68,95
|
70,36
|
Bahan Organik
|
92,20
|
92,34
|
92,30
|
92,87
|
GE (Kkal/Kg)
|
4.299,84
|
4.314,25
|
4.316,14
|
4.330,73
|
Sumber
: Hasil analisis Laboratorium Kimia Pakan Fapet Undana Kupang 2011.
Pada Tabel 5
terlihat bahwa kandungan zat-zat makanan untuk tiap perlakuan relatif sama. Hal
ini menunjukan bahwa susunan ransum sudah cukup homogen dan relatif seragam
serta sudah sesuai dengan kebutuhan ternak terutama kebutuhan protein dan
energi bagi ternak babi sesuai rekomendasi NRC (1998).
Pengaruh Perlakuan Terhadap Konversi Pakan
Angka
konversi pakan diperoleh dari hasil pembagian antara jumlah (rataan) konsumsi
ransum dengan jumlah (rataan) pertambahan berat badan rata-rata dalam jangka waktu yang sama.
Rataan
konversi pakan ini dapat dilihat pada tabel 6. Secara kuantitatif dapat
dilihat bahwa ternak yang mengkonversi
pakan terbaik adalah ternak yang mendapat perlakuan R1 (mendapat 10 % tepung
biji asam Timor) dan diikuti oleh R2, R0 dan R3.
Tabel 6. Rataan Konversi pakan Ternak Babi Penelitian
Kelompok
|
Perlakuan
|
Total
|
Rataan
|
|||
R0
|
R1
|
R2
|
R3
|
|||
I
|
3,80
|
4,91
|
5,44
|
5,22
|
19,37
|
4,84
|
II
|
3,91
|
4,52
|
4,07
|
6,04
|
18,54
|
4,64
|
III
|
5,69
|
3,58
|
3,53
|
4,43
|
17,24
|
4,31
|
IV
|
5,60
|
3,73
|
4,00
|
4,43
|
17,76
|
4,44
|
Total
|
19
|
16,74
|
17,04
|
20,12
|
72,91
|
|
Rataan
|
4,75a
|
4,25a
|
4,26a
|
5,03a
|
|
4,56
|
Ket:
Nilai rataan dengan superskrip yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
(P>0,05 )
Berdasarkan
analisis ragam menunjukan perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0,05)
terhadap konversi pakan. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan biji
asam hingga level 30 % yang disuplementasi probiotik
2,5 % tidak memberi pengaruh terhadap konversi pakan. Tidak
adanya pengaruh perlakuan terhadap konversi
pakan disebabkan oleh kandungan nutrisi ransum terutama
protein kasar, energi termetabolis dan serat kasar dan tingkat
konsumsi ransum serta pertambahan berat badan babi penelitian
relatif sama,. Walaupun setiap
perlakuan dengan level
penggunaan biji asam yang berbeda untuk tiap ransum ( 0%, 10 %, 20 %, 30 % biji asam
ditambah probiotik 2,5 %) tetapi
memiliki nilai
konversi pakan yang relatif
sama. Hal ini berarti kemampuan ternak dalam mencerna makanan, kecukupan
zat-zat nutrisi ransum relatif sama
untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan dari babi
penelitian relatif sama.
Menurut Campbell dan Lasley (1985), konversi pakan dipengaruhi oleh kemampuan
ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk kebutuhan hidup
pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh lain serta jenis pakan yang dikonsumsi.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Air
Air memegang
peranan besar dalam usaha peternakan babi untuk kebutuhan konsumsi ternak,
memandikan ternak, membersihkan kandang dan peralatan lainnya. Namun khusus
konsumsi air minum oleh ternak babi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain : umur ternak, tipe ternak, bangsa ternak dan total konsumsi bahan kering
ransum. Adapun rataan konsumsi air ternak babi penelitian dapat lihat pada
tabel 7.
Tabel 7. Rataan Konsumsi
Air Ternak Babi Penelitian (ml/ekor/hari)
Kelompok
|
Perlakuan
|
Total
|
Rataan
|
|||
R0
|
R1
|
R2
|
R3
|
|||
I
|
8.342
|
7.409
|
8.140
|
7.614
|
31.505
|
7.876
|
II
|
7.443
|
7.316
|
7.426
|
7.285
|
29.472
|
7.368
|
III
|
6.839
|
8.494
|
8.668
|
7.973
|
31.975
|
7.993
|
IV
|
7.067
|
6.907
|
8.108
|
8.360
|
30.443
|
7.610
|
Total
|
29.693
|
30.127
|
32.342
|
31.233
|
31.505
|
|
Rataan
|
7.423
|
7.531
|
8.085
|
7.808
|
|
7.711
|
Ket:
Nilai rataan dengan superskrip yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
(P>0,05 )
Dilihat
dari tabel 7 rata-rata konsumsi air ternak babi penelitian untuk masing-masing perlakuan
yaitu R0 (7,423 ml/ekor/hari), R1 (7,531 ml/ekor/hari), R2
(8,085 ml/ekor/hari) dan R3 (7.808 ml/ekor/hari). Tampak bahwa
konsumsi air pada semua ternak tidak jauh berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh
kondisi individu ternak, kualitas ransum dan keadaan suhu lingkungan sekitar,
dimana perbandingan konsumsi air dan konsumsi ransum (Bahan Kering) ternak
penelitian yaitu R0 (1:4,30), R1 (1:4,35), R2 (1:4,59)
dan R3 (1:4,37) dan penelitian ini bertepatan pada musim kemarau
yang menyebabkan tingginya suhu lingkungan sekitar sehingga konsumsi air dari
ternak cukup tinggi. Hal ini sesuai pendapat Parakkasi (1990) bahwa konsumsi
air selain dipengaruhi oleh konsumsi bahan kering ransum, juga dipengaruhi oleh
suhu lingkungan dimana untuk setiap kilogram bahan kering ransum maka konsumsi
air sekitar 2 sampai 2,5 liter air dan jika temperatur tinggi maka konsumsi air
akan meningkat sekitar 4 sampai 4,5 liter air.
Analisis
ragam menunjukan perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap
konsumsi air. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan biji
asam dalam ransum yang disuplementasi probiotik
2,5 % tidak memberi pengaruh terhadap konsumsi air. Dengan
demikian penggantian biji asam 10-30% ditambah probiotik 2,5% memberi manfaat
yang hampir sama, artinya tidak mempengaruhi konsumsi air. Hal ini terjadi
mungkin dipengaruhi oleh ternak babi itu sendiri, umur, ransum dan suhu
lingkungan sekitar yang tidak berbeda.
Sihombing (1997)
menyatakan bahwa umur, bobot badan, tujuan produksi, cuaca dan tipe ransum
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi air dari ternak babi.
Dari Tabel 7
terlihat pula bahwa rata-rata konsumsi air paling tinggi adalah ternak yang
mendapat perlakuan R2 (8.085 ml/ekor/hari) kemudian diikuti ternak
yang mendapat perlakuan R3 (7.808 ml/ekor/hari), R1 (7.531
ml/ekor/hari) dan yang terendah adalah ternak yang mendapat perlakuan R0 (7.423
ml/ekor/hari). Kondisi ini hampir seiring dengan tingginya konsumsi ransum,
sedangkan pada ternak yang mendapat perlakuan R0 yang mengkonsumsi
ransum paling rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Whittemore (1987) yang
menyatakan bahwa konsumsi ransum mempunyai hubungan dengan konsumsi air dimana
semakin tinggi konsumsi ransum biasanya diikuti oleh konsumsi air. Lebih lanjut
Anonymous (1981) menyatakan bahwa air mempunyai peranan terhadap produksi yaitu
dimana semakin tinggi konsumsi air, maka konsumsi ransum dalam bentuk kering
semakin meningkat dan pada akhirnya mencerminkan pertumbuhan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung biji asam
hingga level 30 % ditambah probiotik 2,5 %
dalam ransum memberikan pengaruh relatif sama terhadap konversi
pakan dan konsumsi air babi penelitian.
Saran
Disarankan
agar dilakukan penelitian lanjutan dengan penggunaan kombinasi tepung biji asam
dan probiotik dengan level yang berbeda untuk melihat perbedaan nyata pengaruh penggunaan
biji asam dan probiotik dalam ransum ternak babi.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Unggas.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Anonymous.
1981. Pedoman Lengkap Beternak Babi.
Penerbit Kanisius. Jakarta.
. 2010. Mengenal Beberapa
Antinutrisi pada Bahan Pakan. www.tannin.com
(2 Juli 2011).
Aritonang, D. 1993. Babi Perencanaan dan Pengelolaan
Usaha. Penebar Swadaya. Bogor.
Blakely, J. dan D. H. Bade, 1994. Ilmu Peternakan. Gajah
mada University Press. Yogyakata.
Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Timur . 2009 . www.tannin.com
(13 Agustus 2011).
Budiansyah, A. 2004. Pemanfaatan Probiotik dalam
Meningkatkan Penampilan Produksi Ternak Unggas. www.probiotik.com (7 Oktober 2010).
Bunga,
M. A. 2008. Pengaruh Penggunaan Ragi Tape (Saccharomyces cerevisiae) dalam
Ransum terhadap Energi Tercerna dan Energi Termetabolisme pada Babi Peranakan
VDL Sapihan. Skripsi Fapet Undana. Kupang.
Campbell, J.R. dan J.F. Lasley. 1985.
The Science of Animal that Serve Humanity. 2nd Ed., Tata McGraw-Hill
Publishing Co. Ltd., New Delhi
Dando,
2002. Pengaruh Pemberian Tepung Biji asam dan Tepung Ikan terhadap Kadar
Hemoglobin Darah dan Total Protein Plasma Ternak Babi Peranakan VDL Umur
Pertumbuhan yang Mendapat Limbah Pengolahan Minyak Kelapa. Skripsi Fapet
Undana. Kupang.
Gaspersz, V.
1991. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico. Bandung.
Katipana, N. G. F., J. L. Manafe. dan D. Amalo. 2009.
Manfaat Limbah Organik Bagi Produktivitas Ternak Ruminansia, Ketahanan Pangan
dan Pencemaran Lingkungan. Seminar Hasil Penelitian Fapet-Undana. Kupang.
Konstantinus, D. 1990. Pengaruh Penambahan Tepung Biji
asam ke dalam Ransum Basal terhadap Konsumsi Ransum, Konsumsi Air dan Konversi
Makanan Ternak Babi Peranakan VDL. Skripsi Fapet Undana. Kupang.
Lani, M. L. 2010. Pengaruh Penggunaan Tepung Biji asam
dalam Ransum terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Ternak Babi
Umur Pertumbuhan. Skripsi Fapet Undana. Kupang.
Ly. J. dan Likadja, R. D. H. 2000. Suplementasi Tepung
Biji Asam dan Tepung Ikan Dalam Ransum Basal Yang Terdiri Dari Limbah
Pengolahan Minyak Kelapa Di kelurahan Bakunase, Kota Madya Kupang. Jurnal
Ilmiah Fapet-Undana : Kupang.
National Research
Council. 1998. Nutrient Requirement of Swine. 10th
ed. National Academy press. Whasington, D. C.
Parakkasi,
A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Penerbit Angkasa. Bandung.
Sanam,
M. U. E., dan S. Sambiring. 2004. Efek Pemanfaatan Pribiotik Asam Laktat
terhadap Konversi Ransum, Pertumbuhan dan Insidensi Diare pada babi Fase Stater
sampai Grower. Jurnal Ilmiah Fapet Undana. Kupang.
Sastroamidjojo,
M. S. 1975. Ternak Potong dan Kerja. CV. Jasa Guna. Jakarta.
Selan, D. 2000. Pengaruh Suplementasi Tepung Biji asam
dan Tepung Ikan Dalam Ransum Basal ampas Kelapa terhadap Koefisien Cerna
Protein pada Babi Peranakan VDL Umur Pertumbuhan. Skripsi Fapet Undana. Kupang.
Sembiring,
S, M. U. E Sanam, , N.
Nengah Suryani. 2010. Pemanfaatan Tepung Biji asam Timor Dalam Ransum yang
Disuplementasi Probiotik Pada Babi Fase Starter Sampai Grower. Naskah Publikasi
Ilmiah FAPET UNDANA : Kupang.
Sihombing, D. T. H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Tillman, A.D, Hartadi.
H. S, Prawirokusumo, S. Reksohadiprojo, S. Lebdokusodjo. 1989. Ilmu Makanan
Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Wahyu, J. 1988. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. Gadjah
Mada University press. Yogyakarta.
Whittemore, C. T. 1987. The Science and Practice of Pig
Production. Longman Scientific and Technical England.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar